Ini alasan Telkomsel belum mau jual Google Glass
A
A
A
Sindonews.com - Google sudah memberikan lampu hijau kepada Telkomsel untuk memasarkan wearable device Google Glass ke Indonesia. Tapi, operator dengan lebih dari 130 juta pelanggan di Indonesia itu memilih untuk “wait and see”. Mengapa?
Vice President Technology & System Telkomsel Ivan C Permana membeberkan sejumlah alasannya. Yang pertama soal ekosistem Google Glass yang belum terbentuk. Aplikasi di kacamata pintar itu disebutnya masih sangat terbatas. ”Sebuah hardware tanpa dukungan aplikasi hebat akan percuma. Tidak akan terasa manfaatnya,” ungkapnya.
Alasan kedua adalah soal privasi. Ini menjadi problem terbesar di Amerika, dimana Google Glass dilarang digunakan di beberapa tempat. Ada 13 bar atau kafe di San Francisco yang menerapkan kebijakan “Glass-free zone” karena dianggap mengganggu privasi.
Google Glass memang memiliki kamera kecil yang dapat merekam video beresolusi 720p dan memotret. Dan tidak ada lampu indikator yang terlihat ketika kamera sedang merekam. ”Bagaimana nanti privasi ini akan jadi masalah atau tidak di Indonesia masih kita pelajari,” paparnya.
Alasan terakhir yang sedikit teknis adalah soal cara kerja Google Glass yang sepenuhnya menggunakan perintah suara (voice command) berbahasa Inggris. Untuk melakukan perintah, pengguna terlebih dulu harus berujar “ok glass”, dan melanjutkan dengan berujar “take a picture”, “record a video”, atau “send message to..”.
Perintah suara adalah fitur yang paling tidak difavoritkan pengguna di Indonesia. Sebab, pelafalan bahasa Inggris tidak tepat membuat perintah tidak dapat dikenali atau berbeda dengan yang diinginkan.
Google Glass menjadi salah satu produk yang dipamerkan di acara Telkomsel Digi Expo 2014 yang berlangsung 22-24 April 2014 kemarin di Gandaria City Mal, Jakarta.
Vice President Technology & System Telkomsel Ivan C Permana membeberkan sejumlah alasannya. Yang pertama soal ekosistem Google Glass yang belum terbentuk. Aplikasi di kacamata pintar itu disebutnya masih sangat terbatas. ”Sebuah hardware tanpa dukungan aplikasi hebat akan percuma. Tidak akan terasa manfaatnya,” ungkapnya.
Alasan kedua adalah soal privasi. Ini menjadi problem terbesar di Amerika, dimana Google Glass dilarang digunakan di beberapa tempat. Ada 13 bar atau kafe di San Francisco yang menerapkan kebijakan “Glass-free zone” karena dianggap mengganggu privasi.
Google Glass memang memiliki kamera kecil yang dapat merekam video beresolusi 720p dan memotret. Dan tidak ada lampu indikator yang terlihat ketika kamera sedang merekam. ”Bagaimana nanti privasi ini akan jadi masalah atau tidak di Indonesia masih kita pelajari,” paparnya.
Alasan terakhir yang sedikit teknis adalah soal cara kerja Google Glass yang sepenuhnya menggunakan perintah suara (voice command) berbahasa Inggris. Untuk melakukan perintah, pengguna terlebih dulu harus berujar “ok glass”, dan melanjutkan dengan berujar “take a picture”, “record a video”, atau “send message to..”.
Perintah suara adalah fitur yang paling tidak difavoritkan pengguna di Indonesia. Sebab, pelafalan bahasa Inggris tidak tepat membuat perintah tidak dapat dikenali atau berbeda dengan yang diinginkan.
Google Glass menjadi salah satu produk yang dipamerkan di acara Telkomsel Digi Expo 2014 yang berlangsung 22-24 April 2014 kemarin di Gandaria City Mal, Jakarta.
(dol)