Peduli Fintech, Perlunya Pemahaman Hak dan Kewajiban Peminjam Online
A
A
A
JAKARTA - Pertambahan pengguna ponsel yang mencapai dua kali jumlah penduduk Indonesia membuka ceruk baru untuk startup digital di Indonesia. Salah satunya aplikasi fintech P2P lending.
Tentunya kemajuan teknologi, bak pisau bermata dua. Bisa memberikan keuntungan atau malah memberikan kerugian. Pun yang terjadi pada aplikasi P2P lending yang tumbuh bak cendawan di musim hujan. Akan merugikan ketika kita meminjam di P2P ilegal, tetapi apabila kita menggunakan dengan tepat, akan membantu siklus keuangan kita.
Banyak contoh kasus yang sudah terjadi bagaimana kasarnya tim collection P2P Fintech ilegal, melakukan penagihan. Akses ke nomor kontak di ponsel pelanggan kadang membuat tim collection melakukan panggilan ke semua nomor yang ada di phone book, melakukan tagihan padahal si kontak tidak ada hubungan apa-apa dengan pelanggan.
Saat ini, masih sangat banyak peminjam online yang belum terlalu memahami hak dan kewajibannya saat meminjam online. Sebagai #SahabatFinansial, Finmas memiliki regulasi yang sudah sangat jelas sehingga tidak menyulitkan peminjam untuk memenuhi kewajiban dan mendapatkan haknya sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Masyarakat belum terlalu memahami hak dan kewajiban sebagai peminjam. Sudah sepantasnya setiap bagian dari peminjam mesti memahami apa saja hak dan kewajibannya sebagai peminjam online,” tegas Peter Lydian selaku Presiden Direktur Finmas dalam keterangan Persnya di Jakarta (18/4/2019).
Kejadian seperti ini tentu tidak akan terjadi apabila pelanggan fintech P2P lending memahami hak dan kewajibannya. Minimnya tingkat literasi keuangan di Indonesia membuat banyak pelanggan fintech P2P lending asal melakukan pinjaman melalui aplikasi P2P lending ilegal.
Data dari Bank Dunia menyebutkan 64% dari 250 juta penduduk Indonesia belum terpapar akses perbankan. Belum lagi tingkat literasi keuangan yang rendah membuka peluang fintech ilegal untuk menebarkan jaring mautnya: kemudahan melakukan pinjaman, tapi tidak disertai kesigapan membaca hak dan kewajiban, membuat mereka terjerat dalam lingkaran hutang tak berujung.
Hingga Februari 2019, sesuai rilis dari Satgas Waspada Investasi OJK, mereka telah memberhentikan sekitar 231 fintech ilegal. Dimana yang masuk ke dalam kategori fintech ilegal. Langkah cepat ini perlu diapresasi karena mampu menahan pertumbuhan fintech ilegal.
Langkah berikutnya yang tidak kalah penting adalah diresmikannya AFPI oleh OJK. AFPI (Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia), menjadi wadah berkumpulnya fintech Peer2Peer Lending (P2P Lending). “Diharapkan dengan keberadaan asosiasi, industri Fintech P2P Lending dapat bertumbuh kuat dan sehat serta bermanfaat bagi kalangan yang belum terlayani oleh lembaga keuangan konvensional,” ujar Adrian Gunadi Ketua pada acara peluncuran AFPI tanggal 8 Maret lalu.
Kehadiran AFPI tentunya menjadi salah satu milestone literasi keuangan terkait P2P lending. Tetapi tentunya yang paling penting adalah sosialisi mengenai bahaya yang akan timbul apabila calon pelanggan P2P lending tidak memahami apa yang menjadi hak dan kewajiban mereka.
Pertama tentunya yang paling penting adalah melakukan pinjaman pada fintech P2P lending yang sudah terdaftar oleh OJK. Dengan terdaftar di OJK, ada ketentuan yang sudah diatur oleh OJK, misalnya cicilan sesuai tenor yang disepakati kedua belah pihak.
Kedua pelanggan fintech P2P lending juga harus mengetuhi haknya saat melakukan pinjaman. Mulai dari hak mendapatan kenyamanan dalam meminjam, sampai hak untuk mendapatkan advokasi hukum apabila terkait sengketa pinjaman dengan perusahaan P2P lending.
Sementara itu ketiga yang tidak kalah penting adalah kewajiban konsumen ketika mendapatkan pinjaman. Konsumen diwajibkan membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur terkait pinjaman yang mereka lakukan. Selain itu konsumen juga berkewajiban memiliki itikad baik untuk melakukan pelunasan atas pinjaman yang mereka lakukan.
Kesadaran atas ketiga hal ini menjadi wajib untuk pengguna atau nasabah P2P lending. Tetapi tentunya yang paling penting diingat jangan pernah meminjam dari fintech P2P lending ilegal. Cobalah mencari di toko aplikasi seperti google play dan playstore aplikasi pinjaman resmi yang memiliki interface yang nyaman. Dan tentunya pastikan pinjaman yang Anda lakukan itu bermanfaat serta bersahabat, bukan untuk menambah masalah keuangan kita. Carilah #SahabatFinansial seperti Finmas yang memberikan solusi tepat dan nyaman untuk keuangan kita.
Tentunya kemajuan teknologi, bak pisau bermata dua. Bisa memberikan keuntungan atau malah memberikan kerugian. Pun yang terjadi pada aplikasi P2P lending yang tumbuh bak cendawan di musim hujan. Akan merugikan ketika kita meminjam di P2P ilegal, tetapi apabila kita menggunakan dengan tepat, akan membantu siklus keuangan kita.
Banyak contoh kasus yang sudah terjadi bagaimana kasarnya tim collection P2P Fintech ilegal, melakukan penagihan. Akses ke nomor kontak di ponsel pelanggan kadang membuat tim collection melakukan panggilan ke semua nomor yang ada di phone book, melakukan tagihan padahal si kontak tidak ada hubungan apa-apa dengan pelanggan.
Saat ini, masih sangat banyak peminjam online yang belum terlalu memahami hak dan kewajibannya saat meminjam online. Sebagai #SahabatFinansial, Finmas memiliki regulasi yang sudah sangat jelas sehingga tidak menyulitkan peminjam untuk memenuhi kewajiban dan mendapatkan haknya sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Masyarakat belum terlalu memahami hak dan kewajiban sebagai peminjam. Sudah sepantasnya setiap bagian dari peminjam mesti memahami apa saja hak dan kewajibannya sebagai peminjam online,” tegas Peter Lydian selaku Presiden Direktur Finmas dalam keterangan Persnya di Jakarta (18/4/2019).
Kejadian seperti ini tentu tidak akan terjadi apabila pelanggan fintech P2P lending memahami hak dan kewajibannya. Minimnya tingkat literasi keuangan di Indonesia membuat banyak pelanggan fintech P2P lending asal melakukan pinjaman melalui aplikasi P2P lending ilegal.
Data dari Bank Dunia menyebutkan 64% dari 250 juta penduduk Indonesia belum terpapar akses perbankan. Belum lagi tingkat literasi keuangan yang rendah membuka peluang fintech ilegal untuk menebarkan jaring mautnya: kemudahan melakukan pinjaman, tapi tidak disertai kesigapan membaca hak dan kewajiban, membuat mereka terjerat dalam lingkaran hutang tak berujung.
Hingga Februari 2019, sesuai rilis dari Satgas Waspada Investasi OJK, mereka telah memberhentikan sekitar 231 fintech ilegal. Dimana yang masuk ke dalam kategori fintech ilegal. Langkah cepat ini perlu diapresasi karena mampu menahan pertumbuhan fintech ilegal.
Langkah berikutnya yang tidak kalah penting adalah diresmikannya AFPI oleh OJK. AFPI (Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia), menjadi wadah berkumpulnya fintech Peer2Peer Lending (P2P Lending). “Diharapkan dengan keberadaan asosiasi, industri Fintech P2P Lending dapat bertumbuh kuat dan sehat serta bermanfaat bagi kalangan yang belum terlayani oleh lembaga keuangan konvensional,” ujar Adrian Gunadi Ketua pada acara peluncuran AFPI tanggal 8 Maret lalu.
Kehadiran AFPI tentunya menjadi salah satu milestone literasi keuangan terkait P2P lending. Tetapi tentunya yang paling penting adalah sosialisi mengenai bahaya yang akan timbul apabila calon pelanggan P2P lending tidak memahami apa yang menjadi hak dan kewajiban mereka.
Pertama tentunya yang paling penting adalah melakukan pinjaman pada fintech P2P lending yang sudah terdaftar oleh OJK. Dengan terdaftar di OJK, ada ketentuan yang sudah diatur oleh OJK, misalnya cicilan sesuai tenor yang disepakati kedua belah pihak.
Kedua pelanggan fintech P2P lending juga harus mengetuhi haknya saat melakukan pinjaman. Mulai dari hak mendapatan kenyamanan dalam meminjam, sampai hak untuk mendapatkan advokasi hukum apabila terkait sengketa pinjaman dengan perusahaan P2P lending.
Sementara itu ketiga yang tidak kalah penting adalah kewajiban konsumen ketika mendapatkan pinjaman. Konsumen diwajibkan membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur terkait pinjaman yang mereka lakukan. Selain itu konsumen juga berkewajiban memiliki itikad baik untuk melakukan pelunasan atas pinjaman yang mereka lakukan.
Kesadaran atas ketiga hal ini menjadi wajib untuk pengguna atau nasabah P2P lending. Tetapi tentunya yang paling penting diingat jangan pernah meminjam dari fintech P2P lending ilegal. Cobalah mencari di toko aplikasi seperti google play dan playstore aplikasi pinjaman resmi yang memiliki interface yang nyaman. Dan tentunya pastikan pinjaman yang Anda lakukan itu bermanfaat serta bersahabat, bukan untuk menambah masalah keuangan kita. Carilah #SahabatFinansial seperti Finmas yang memberikan solusi tepat dan nyaman untuk keuangan kita.
(wbs)