Huawei, Vendor Terdepan di China Belum Memberikan Peace of Mind

Selasa, 02 April 2019 - 09:48 WIB
Huawei, Vendor Terdepan...
Huawei, Vendor Terdepan di China Belum Memberikan Peace of Mind
A A A
HAMPIR di semua pusat perbelanjaan kota Shenzen, China, saya temukan ini: gerai Huawei. Bisa jadi di kota-kota lain di Tiongkok juga seperti itu. Karena memang Huawei adalah vendor ponsel nomor satu di China dan kedua, di dunia. Kenapa Huawei yang nomor 1? Bukan Oppo, Vivo, atau Xiaomi? Ketika semua pabrikan di Tiongkok bersaing di fitur dan harga yang serupa, maka pembedanya mudah ditemukan.

Yang pertama, kualitas. Dan kedua inovasi produk. Huawei punya keduanya. Tapi tidak selalu seperti itu. Dimulai di 2010. Tepatnya tiga tahun setelah Apple merilis iPhone, Huawei membuat bisnis smartphone. Bertahun-tahun berpengalaman sebagai original design manufacturer (ODM) merek lain dianggap sebagai modal yang cukup. Mulanya ada Ideos, ponsel Android entry level yang dibanderol hanya USD67.50.

Dua tahun kemudian ditunjuklah Richard Yu sebagai CEO. Yang sebelumnya mengepalai divisi business-to-business (B2B). Dibawah Yu yang dikenal ceplas-ceplos saat berbicara itu, divisi Mobile Huawei tumbuh cepat. Yu mengalihkan fokus Huawei dari feature phone, menjadi high end phone.

Fokus pada inovasi terbaru seperti kamera, AI, hingga ponsel berlayar lipat. Berhasil. Pada 2018, Huawei mengejutkan dunia ketika menyalip Apple sebagai vendor ponsel di kuartal kedua tahun itu dengan mengapalkan 54,2 juta ponsel (data IDC). Yu bahkan jumawa bahwa di 2020 mendatang mereka sudah bisa menggeser Samsung sebagai pabrikan ponsel terbesar dunia.

Gaya Marketing Kontroversial

Di segmen flagship, Huawei punya dua andalan. Seri P fokus di desain dan kamera. Sedangkan seri M pada prosesor terdepan dan piksel terbesar. Pada 2016, P9 lahir sebagai ponsel yang berkolaborasi dengan Leica. Langkah tersebut banyak dipuji. Tidak sekadar gimmick marketing, tapi kualitas kamera ponsel Huawei juga dipuji bagus. Anehnya, berulang kali perusahaan tersebut dihembus isu negatif soal ”pemalsuan foto”.

Pertama terjadi di P9. Kemudian di ponsel-ponsel flaghship lainnya seperti Nova 3, hingga Huawei P30 dan P30 Pro yang baru saja dikenalkan di Paris. Sebenarnya, mereka memang tidak pernah mengklaim poster teaser bergambar gunung merapi diambil oleh ponsel P30 dan P30 Pro.

Melainkan hanya poster untuk menunjukkan fitur zoom di kedua ponsel tersebut. Namun, fakta bahwa hal ini jadi sorotan media ikut membawa presenden buruk. Rasanya seperti Huawei seperti berusaha terlalu keras untuk di akui sebagai brand ponsel dengan kamera terbaik. Memberikan kesan bahwa mereka tidak percaya diri dengan produk mereka sendiri.

Brand yang Masih Lemah

Richard Yu boleh jumawa dengan posisi Huawei secara global. Tapi, di Indonesia, Huawei bukan siapa-siapa. Nama mereka jauh dari 5 besar vendor dengan penjualan terlaris, yakni Samsung (28%), Xiaomi (24%), Oppo (19%), Vivo (11%), dan Advan (5%). Karena, posisinya agak unik.

Di kelas entry level/low end, Huawei seri Y seperti Y7 Pro tidak terlalu bisa bersaing dengan kompetitor di kelasnya. Fiturnya tidak memiliki daya gedor. Y-series dilumat habis oleh Xiaomi, Realme, hingga Vivo yang memiliki gacoan masing-masing. Yang membuat Y series terlihat seperti anak baru yang kebingungan mau ngapain.

Di segmen menengah, ada Huawei Nova yang fiturnya cukup lumayan. Sayangnya, di kelas menengah persaingannya terlalu sengit. Lagi-lagi ada Oppo, Vivo, dan Samsung. Nama Nova sekali lagi tertutup oleh kompetitornya dan sama sekali tidak bertaji. Seperti sambal yang tidak pedas. Satu-satunya senjata utama Huawei ada di P30 Pro dan P30 yang akan segera masuk.

Model sebelumnya, P20 Pro sebenarnya mendapat penerimaan positif di Indonesia. Seharusnya, dengan fitur-fitur barunya, P30 Pro dan P30 juga punya banyak keunggulan yang tidak dimiliki kompetitor di kelasnya. Yang disayangkan, kehadiran Huawei Mobile di segmen premium atau flagship, belum begitu kuat. Konsumen, masih ragu untuk berinvestasi belasan juta di ponsel mereka.

Secara gengsi dan brand, Huawei belum segitu “bergengsinya”. Jangankan gengsi, kehadiran Huawei di mal-mal papan atas sulit ditemukan. Keberadaan service center, masih dipertanyakan. Dibanding dengan pemain baru seperti Realme yang sangat fokus di entry level, akselerasi Huawei jauh ketinggalan. Secara produk dan harga, Realme sangat kompetitif.

Untuk purna jual, dapat diterima di gerai Oppo yang ada di mana-mana. Bisa jadi orang tergiur untuk fitur-fitur P30 Pro dan P30. Tapi, jelas saya akan berkata “nanti dulu”, ketika harus merekomendasikan ponsel tersebut ke orang yang saya kenal. Kenapa? Karena Huawei Mobile masih punya banyak sekali PR di Indonesia. Dan melihat apa yang mereka lakukan sekarang, saya agak pesimistis bahwa “peace of mind” dari konsumen akan datang dalam waktu dekat di brand mereka.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1056 seconds (0.1#10.140)