Diet Prada, Akun Instagram Paling Ditakuti Industri Mode Dunia

Senin, 17 Desember 2018 - 12:03 WIB
Diet Prada, Akun Instagram...
Diet Prada, Akun Instagram Paling Ditakuti Industri Mode Dunia
A A A
DIET Prada ibarat momok bagi label mode mewah, serta desainer dan influencer di dunia mode. Mereka pernah mempermalukan Kim Kardashian, membuat Nordstrom menarik produk, hingga cari ribut dengan Dolce and Gabbana.

Semua karena masalah penjiplakan dan diskriminasi. Dengan pengikut Instagram hingga 985.000 follower, Diet Prada telah menjadi akun media sosial berpengaruh, sekaligus paling ditakuti oleh industri mode dunia. Apalagi akun ini di-follow oleh sederet model papan atas seperti Naomi Campbell, Edward Enninful, dan Gigi Hadid.

Apa sebenarnya yang dilakukan Diet Prada dan siapakah mereka? Sejak Desember 2014, Diet Prada rajin membongkar aksi plagiat yang dilakukan pemain utama industri mode dunia, mulai dari para desainer, influencer, hingga label mode. Adapun yang pertama kali kena getahnya adalah koleksi coat Dior Pre-Fall 2015 by Raf Simons yang dianggap meniru desain Prada Fall/Winter 2014.

Biasanya, untuk membuktikan aksi plagiat, Diet Prada akan mem-posting dua foto secara berdampingan. Satu foto adalah foto baru, sedangkan yang satu lagi adalah foto lama yang biasanya berwarna lebih buram. Dari foto dan caption yang diberikan Diet Prada, terbongkarlah siapa yang meniru siapa.

Lalu, siapa saja yang pernah menjadi korbannya? Dikutip The Guardian, Kim Kardashian pernah dituduh meniru desain dari Vetements dan Comme des Garcons untuk label pakaian anaknya. Gara-gara ini, Kim sampai harus melakukan klarifikasi dengan mengatakan bahwa dia tidak menjiplak, melainkan memberi “penghormatan” pada desain tersebut.

Pernah pula ada produk yang ditarik gara-gara dikuliti kepalsuannya. Contohnya adalah perhiasan buatan desainer Danielle Bernstein bersama Lulu de Kwiatkowski dari Lulu DK, yang akan dipasarkan lewat Nordstrom. Ternyata, desain itu dicomot dari desain milik label perhiasan Foundrae.

Nah yang juga sempat heboh beberapa minggu lalu adalah Diet Prada mem-posting percakapan mereka dengan pemilik Dolce & Gabbana, Stefano Gabbana, perihal video yang di-posting Stefano di medsosnya, yang dianggap rasis terhadap budaya dan orang China.

Dalam postingan tersebut, Stefano dengan tegas menolak bersalah, sekaligus memicu kemarahan warga China. Akibatnya, acara peragaan busana D&G di China yang waktu itu seharusnya dilaksanakan, sampai dibatalkan. Stefano pun akhirnya meminta maaf. Lantas, siapa sesungguhnya orang di balik Diet Prada? Mereka adalah Tony Lou dan Lindsey Schuyler.

Awalnya mereka menjalankan akun Diet Prada secara anonim sampai akhirnya mulai membuka identitas kepada Business of Fashion pada awal tahun ini. Ternyata profesi keduanya memang tak jauh-jauh dari dunia mode.

Dikutip The New Yorker, Liu dan Schuyler meluncurkan Diet Prada saat bekerja di perusahaan pakaian Eugenia Kim. Kini, status mereka adalah desainer lepas (freelance) sekaligus pengembang produk (product developer).

Liu adalah lulusan seni rupa Sekolah Institut Seni Chicago, yang pindah ke New York pada tahun 2007, dan mendirikan label pakaian YOU AS. Adapun Schuyler adalah desainer di balik layar di FGXI, perusahaan kacamata milik LuxxoticaEssilor.

Dia baru-baru ini menjalankan tugas sebagai Design and Product Development Associate di Eugenia Kim, dan magang sebagai Markets Designer untuk Michael Kors. Sebagai dua orang berpengaruh di dunia mode, kini keduanya sudah memiliki peng gemar yang punya julukan sendiri, yaitu Dieters. Sementara mereka yang mem berikan informasi dan saran kepada Diet Prada disebut Star Dieters.

Menyuarakan yang tak bisa bersuara

Tak hanya membongkar kasus penjiplakan yang dilakukan desainer-desainer terkenal, Diet Prada juga giat mem-posting halhal buruk lainnya yang biasa terjadi dalam industri mode, yaitu cultural appropriation, model yang tidak beragam, hingga perilaku perisakan.

Layaknya aktivis, Diet Prada menyebut bahwa yang mereka lakukan adalah demi membantu perusahaan kecil yang tidak memiliki finansial yang cukup untuk mengajukan tuntutan hukum. “Perusahaan yang lebih besar memiliki kekuatan pemasaran.

Jika mereka mengganti desain, sebagian besar konsumen tidak pernah menyadari yang asli. Jika mereka menemukannya, mereka mungkin akan berpikir, ‘Siapa ini yang membuat versi lebih mahal dari karya ini?,” sebutnya, dikutip The Guardian.

Lui berucap, kini masyarakat sudah berada dalam tingkatan kepedulian yang lebih tinggi dari beberapa tahun ke belakang, termasuk dalam status sebagai konsumen. “Saya pikir kita berada di tingkatan mulai mempertanyakan pilihan yang kita buat dan langkah menuju kesadaran yang lebih sebagai konsumen,” katanya.

Perihal kesediaan mereka untuk membuka identitas, Liu mengatakan mereka perlu tampil untuk “mengendalikan narasi”. Apalagi sekarang mereka merasa telah mendapatkan tempat dalam industri mode dunia.

Selain itu, Liu mengatakan ada peluang bisnis yang hanya berhasil jika mereka berada di tempat terbuka. “Ada hal-hal yang sedang kami kerjakan yang mungkin akan menjadi hambatan kami jika kami tidak membuka identitas diri,” kata Liu.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3611 seconds (0.1#10.140)