Didukung Baidu, Alipay, dan Tencent, Didi Chuxing Kalahkan Uber
A
A
A
SEBAGAI CEO perusahaan ride-sharing terbesar di China, Didi Chuxing, Cheng Wei justru tidak bisa menyetir. Ketika mendirikan perusahaan tersebut pun dia tidak memiliki mobil. Namun, itu membuktikan bahwa Anda tidak harus menjadi ahli di bidang Anda untuk memulai sebuah bisnis. Anda hanya perlu menyelesaikan masalah yang membuat orang mau membayar.
Bagi Cheng, dia menggambarkan dirinya sebagai konsumen ideal Didi Chuxing, yakni muda, profesional yang sangat tech savvy, bergaji besar, dan sangat bergantung pada transportasi umum untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lainnya.
Cheng selalu mengatakan bahwa Didi dan Uber bukanlah perusahaan yang sama. “Didi tidak mau disebut sebagai Ubernya China. Kami terhubung dalam 80% jaringan rental mobil di China, sedangkan Uber tidak,” ungkapnya.
Lahir dan besar di China, Cheng Wei merasa lebih memahami karakter konsumen di China. Karena itu, perusahaannya berkembang luar biasa cepat. Hanya dalam empat tahun, Didi mampu menyaingi kompetitor besar seperti Uber yang dikenal memiliki jaringan global. Itu, diraihnya dalam usia yang masih sangat muda.
Dua tahun lalu, ketika usianya 33 tahun, Cheng dianugerahi titel sebagai CEO termuda yang mampu mengembangkan perusahaan bernilai miliaran dolar di China. Tetapi, Cheng memang cerdas.
Menurutnya, rahasia sukses yang dia lakukan adalah selalu belajar sembari bekerja. Itu dia pelajari saat masih bekerja di Alibaba. Saat itu pun Cheng sudah menjadi VP di Alipay dalam usia yang masih sangat muda.
Sudah bekerja selama tujuh tahun di perusahaan tersebut, Cheng menangani beberapa lini, seperti sales dan pengembangan alternatif pembayaran Alipay. Nama Didi didasarkan pada suara klakson mobil.
Perusahaan tersebut pun memang tidak hanya memiliki layanan ride hailing, tetapi juga meluaskan pasar ke berbagai layanan lain, misalnya sepeda. Didi juga satu-satunya perusahaan di dunia yang menerima dukungan dari ketiga raksasa perusahaan terbesar di China, yaitu Baidu, Alipay, dan Tencent (BAT), dan terus mendominasi dan berinovasi tidak hanya dalam ekonomi bersama China, tetapi juga dalam solusi perusahaan, AI, bahkan keamanan lalu lintas.
Setelah membangun fondasi perusahaan, Cheng melakukan apa yang dilakukan kerajaan besar; memperluas dan menaklukkan kerajaan yang mengelilinginya. Mereka pertama kali mengakuisisi Bumblebee DaChe pada 2012, dengan cepat diikuti aliansi strategis di perusahaan ridesharing India (layanan perjalanan Ola) Asia Tenggara (Grab), dan Amerika Utara (Lyft).
Namun, langkah Didi yang paling penting adalah ketika bergabung dengan KuaiDi Da Che pada 2015, yang pada saat itu merupakan pelopor utama lainnya di sektor angkutan penumpang yang ramai di China. Penggabungan itu mengubah lanskap pasar dan menjadikan Didi sebagai pemimpin.
Namun, saat Didi baru saja akan mengukuhkan monopoli layanan mereka di China, saingan baru memasuki arena. Dialah Uber, perusahaan yang namanya sendiri mencerminkan arti ride hailing .
Setelah menghabiskan USD1 miliar dalam iklan dan menarik dukungan dari investor China, seperti Baidu dan Guangzhou Automoblie Group, Uber dengan cepat menjadi saingan yang layak bagi Didi.
Pertarungan Didi-Uber secara resmi dimulai pada 2015 ketika kaisar Uber, Travis Kalanick, memberi Cheng ultimatum; Didi bisa menawarkan saham mereka 40% kepada Uber atau bertempur habis-habisan dengan raksasa yang didirikan San Fransisco tersebut.
Percaya diri akan pemahamannya tentang pasar China, Cheng mengejutkan Silicon Valley dengan memilih pertempuran. Perang harga pun pecah. Didi dan Uber menawarkan subsidi besar kepada pelanggan, bahkan terkadang gratis.
Pada puncak pertempuran, Didi menghabiskan lebih dari USD5,8 juta per hari untuk mencoba melampaui Uber. Dengan aliansi BAT dan Apple, belum lagi keuntungan menjadi tim tuan rumah (plus yang dapat dibuktikan oleh banyak perusahaan asing tidak boleh diremehkan di China), Didi memiliki keuntungan jelas.
Uber akhirnya resmi mengangkat bendera putih mereka pada 1 Agustus 2016 dalam kesepakatan USD35 juta, di mana Didi mengakuisisi Uber China dan Uber menerima 5,89% saham di Didi. Hal ini membuat Didi bisa mematikan aplikasi Uber di China.
Bagi Cheng, dia menggambarkan dirinya sebagai konsumen ideal Didi Chuxing, yakni muda, profesional yang sangat tech savvy, bergaji besar, dan sangat bergantung pada transportasi umum untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lainnya.
Cheng selalu mengatakan bahwa Didi dan Uber bukanlah perusahaan yang sama. “Didi tidak mau disebut sebagai Ubernya China. Kami terhubung dalam 80% jaringan rental mobil di China, sedangkan Uber tidak,” ungkapnya.
Lahir dan besar di China, Cheng Wei merasa lebih memahami karakter konsumen di China. Karena itu, perusahaannya berkembang luar biasa cepat. Hanya dalam empat tahun, Didi mampu menyaingi kompetitor besar seperti Uber yang dikenal memiliki jaringan global. Itu, diraihnya dalam usia yang masih sangat muda.
Dua tahun lalu, ketika usianya 33 tahun, Cheng dianugerahi titel sebagai CEO termuda yang mampu mengembangkan perusahaan bernilai miliaran dolar di China. Tetapi, Cheng memang cerdas.
Menurutnya, rahasia sukses yang dia lakukan adalah selalu belajar sembari bekerja. Itu dia pelajari saat masih bekerja di Alibaba. Saat itu pun Cheng sudah menjadi VP di Alipay dalam usia yang masih sangat muda.
Sudah bekerja selama tujuh tahun di perusahaan tersebut, Cheng menangani beberapa lini, seperti sales dan pengembangan alternatif pembayaran Alipay. Nama Didi didasarkan pada suara klakson mobil.
Perusahaan tersebut pun memang tidak hanya memiliki layanan ride hailing, tetapi juga meluaskan pasar ke berbagai layanan lain, misalnya sepeda. Didi juga satu-satunya perusahaan di dunia yang menerima dukungan dari ketiga raksasa perusahaan terbesar di China, yaitu Baidu, Alipay, dan Tencent (BAT), dan terus mendominasi dan berinovasi tidak hanya dalam ekonomi bersama China, tetapi juga dalam solusi perusahaan, AI, bahkan keamanan lalu lintas.
Setelah membangun fondasi perusahaan, Cheng melakukan apa yang dilakukan kerajaan besar; memperluas dan menaklukkan kerajaan yang mengelilinginya. Mereka pertama kali mengakuisisi Bumblebee DaChe pada 2012, dengan cepat diikuti aliansi strategis di perusahaan ridesharing India (layanan perjalanan Ola) Asia Tenggara (Grab), dan Amerika Utara (Lyft).
Namun, langkah Didi yang paling penting adalah ketika bergabung dengan KuaiDi Da Che pada 2015, yang pada saat itu merupakan pelopor utama lainnya di sektor angkutan penumpang yang ramai di China. Penggabungan itu mengubah lanskap pasar dan menjadikan Didi sebagai pemimpin.
Namun, saat Didi baru saja akan mengukuhkan monopoli layanan mereka di China, saingan baru memasuki arena. Dialah Uber, perusahaan yang namanya sendiri mencerminkan arti ride hailing .
Setelah menghabiskan USD1 miliar dalam iklan dan menarik dukungan dari investor China, seperti Baidu dan Guangzhou Automoblie Group, Uber dengan cepat menjadi saingan yang layak bagi Didi.
Pertarungan Didi-Uber secara resmi dimulai pada 2015 ketika kaisar Uber, Travis Kalanick, memberi Cheng ultimatum; Didi bisa menawarkan saham mereka 40% kepada Uber atau bertempur habis-habisan dengan raksasa yang didirikan San Fransisco tersebut.
Percaya diri akan pemahamannya tentang pasar China, Cheng mengejutkan Silicon Valley dengan memilih pertempuran. Perang harga pun pecah. Didi dan Uber menawarkan subsidi besar kepada pelanggan, bahkan terkadang gratis.
Pada puncak pertempuran, Didi menghabiskan lebih dari USD5,8 juta per hari untuk mencoba melampaui Uber. Dengan aliansi BAT dan Apple, belum lagi keuntungan menjadi tim tuan rumah (plus yang dapat dibuktikan oleh banyak perusahaan asing tidak boleh diremehkan di China), Didi memiliki keuntungan jelas.
Uber akhirnya resmi mengangkat bendera putih mereka pada 1 Agustus 2016 dalam kesepakatan USD35 juta, di mana Didi mengakuisisi Uber China dan Uber menerima 5,89% saham di Didi. Hal ini membuat Didi bisa mematikan aplikasi Uber di China.
(don)