Markus Villig Mengguncang Eropa & Afrika
A
A
A
Pada Usia 24 tahun, Markus Villig lewat perusahaannya, Taxify, menghancurkan monopoli Uber di Eropa dan Afrika. Bagaimana pemuda dari negara kecil Estonia itu bisa melakukan hal tersebut?
Mungkin tidak banyak yang tahu tentang Estonia, negara kecil di kawasan Baltik, Eropa Utara. Estonia berbatasan dengan Teluk Finlandia di utara, dengan Laut Baltik di barat, dan Latvia dan Teluk Riga di selatan. Penduduknya hanya 1,3 juta jiwa, tidak lebih besar dari Kota Bogor.
Namun, sebenarnya dalam beberapa tahun terakhir, Estonia menjadi sorotan karena perkembangan startup teknologinya. Skype dan Transfer Wise adalah dua perusahaan teknologi yang mendunia, merevolusi bagaimana orang berkomunikasi dan mengirim uang ke seluruh dunia. Sekarang ada Taxify.
Layanannya sama dengan Uber, baru diluncurkan pada 2013. Dalam waktu singkat, aplikasinya tumbuh dengan cepat, melebihi 500.000 pengemudi, 10 juta konsumen di 40 kota di 25 negara di Eropa dan Afrika.
Sebagai komparasi, Uber hadir di 80 negara. Pendirinya adalah seorang anak muda jenius bernama Markus Villig. Alasannya mendirikan Taxify sebenarnya simpel, dia merasa terganggu dengan harga taksi yang mahal dan buruknya layanan taksi di kota kelahirannya, Tallinn. Pada usia 19 tahun, dia mendirikan Taxify bermodalkan uang pinjaman dari orang tuanya.
Dia sendiri yang mendekati 50 pengemudi pertama untuk mencoba aplikasinya, ditemani saudaranya, Martin, dan co-founder Oliver Leisalu. Sekarang di usia 24 tahun, Markus sudah menaklukkan Uber di sejumlah negara.
Ketika Uber menutup layanan mereka di sejumlah negara seperti Indonesia, Taxify justru tidak berhenti berkembang. “Banyak investor keliru. Beberapa tahun lalu mereka mengira bisnis ride hailing akan menjadi monopoli, seperti yang terjadi pada sebagian besar bisnis internet lain sebelumnya,” kata Markus.
“Tapi, kami melihat bahwa itu lebih banyak tentang jaringan lokal. Mereka (Uber) mungkin kuat di AS, tetapi kami menyadari bahwa perusahaan lokal memiliki kesempatan yang jauh lebih baik di industri ini,” ungkapnya.
Berbasis di Eropa (bukan Silicon Valley), justru membuat Markus lebih unggul terhadap platform ride hailing . Menurutnya, dia sudah sangat familier dengan regulasi transportasi di Eropa yang tidak hanya ketat, tetapi juga kompleks.
“Problematika transportasi di Eropa sangat lokal. Karena itu, menjadi dekat dengan konsumen kami menguntungkan. Ini yang membuat kami unggul di Eropa dibandingkan kompetitor global kami,” ucapnya.
Uber sudah ada di 20-an kota di Eropa saat Taxify pertama diluncurkan. Saat itu sudah banyak yang nyinyir bahwa dia tidak akan bisa mengalahkan Uber dan bisnis ride hailing akan menjadi monopoli perusahaan tertentu.
Markus yang menempati daftar 30 Under 30 Forbes Eropa menyebut bahwa yang membedakan layanan Taxify dibandingkan Uber adalah pendapatan untuk driver yang jauh berbeda. Taxify hanya meminta potongan 15% untuk pengemudi dibandingkan Uber yang 30%.
Bahkan, mereka terbuka untuk menerima investasi dari perusahaan ride hailing global lainnya. Pada 2017, Didi Chuxing menyuntikkan dana ke Taxify. Angkanya tidak disebut - kan, tapi dipastikan jumlahnya sa ngat besar.
Kemudian pada Mei 2018, dipimpin Daimler, Taxify kembali mendapatkan pendanaan hingga USD175 juta. Kini valuasi Taxify mencapai USD1 miliar, membuatnya salah satu dari sedikit perusahaan Unicorn di Eropa.
Bagi Markus, bisa menunjukkan bahwa ada startup Eropa yang dapat menandingi Uber sudah menjadi kemenangan tersendiri.
“Sebagai anak muda di industri teknologi, saya sedih melihat setiap perusahaan startup besar berasal dari Silicon Valley, dan Eropa tidak punya satu pun perusahaan besar yang bisa menandingi mereka,” paparnya.
Saat ini Taxify memiliki 500 pegawai dalam lima tahun (tidak termasuk pengemudi). Markus yang rendah hati menolak mengungkap resep kesuksesan dan rahasia manajemen perusahaan. Tetapi, yang dia rasakan adalah betapa pentingnya membawa orang-orang terbaik di perusahaan.
“Mereka ini akan membawa perusa haan maju, bukan yang harus didorong perusahaan. Contohnya, tim produk kami hanya 50 orang, tapi memiliki engineer yang sangat berbakat, artinya dapat membuat kami bisa bersaing dengan perusahaan besar yang mungkin punya ribuan orang,” bebernya.
Mungkin tidak banyak yang tahu tentang Estonia, negara kecil di kawasan Baltik, Eropa Utara. Estonia berbatasan dengan Teluk Finlandia di utara, dengan Laut Baltik di barat, dan Latvia dan Teluk Riga di selatan. Penduduknya hanya 1,3 juta jiwa, tidak lebih besar dari Kota Bogor.
Namun, sebenarnya dalam beberapa tahun terakhir, Estonia menjadi sorotan karena perkembangan startup teknologinya. Skype dan Transfer Wise adalah dua perusahaan teknologi yang mendunia, merevolusi bagaimana orang berkomunikasi dan mengirim uang ke seluruh dunia. Sekarang ada Taxify.
Layanannya sama dengan Uber, baru diluncurkan pada 2013. Dalam waktu singkat, aplikasinya tumbuh dengan cepat, melebihi 500.000 pengemudi, 10 juta konsumen di 40 kota di 25 negara di Eropa dan Afrika.
Sebagai komparasi, Uber hadir di 80 negara. Pendirinya adalah seorang anak muda jenius bernama Markus Villig. Alasannya mendirikan Taxify sebenarnya simpel, dia merasa terganggu dengan harga taksi yang mahal dan buruknya layanan taksi di kota kelahirannya, Tallinn. Pada usia 19 tahun, dia mendirikan Taxify bermodalkan uang pinjaman dari orang tuanya.
Dia sendiri yang mendekati 50 pengemudi pertama untuk mencoba aplikasinya, ditemani saudaranya, Martin, dan co-founder Oliver Leisalu. Sekarang di usia 24 tahun, Markus sudah menaklukkan Uber di sejumlah negara.
Ketika Uber menutup layanan mereka di sejumlah negara seperti Indonesia, Taxify justru tidak berhenti berkembang. “Banyak investor keliru. Beberapa tahun lalu mereka mengira bisnis ride hailing akan menjadi monopoli, seperti yang terjadi pada sebagian besar bisnis internet lain sebelumnya,” kata Markus.
“Tapi, kami melihat bahwa itu lebih banyak tentang jaringan lokal. Mereka (Uber) mungkin kuat di AS, tetapi kami menyadari bahwa perusahaan lokal memiliki kesempatan yang jauh lebih baik di industri ini,” ungkapnya.
Berbasis di Eropa (bukan Silicon Valley), justru membuat Markus lebih unggul terhadap platform ride hailing . Menurutnya, dia sudah sangat familier dengan regulasi transportasi di Eropa yang tidak hanya ketat, tetapi juga kompleks.
“Problematika transportasi di Eropa sangat lokal. Karena itu, menjadi dekat dengan konsumen kami menguntungkan. Ini yang membuat kami unggul di Eropa dibandingkan kompetitor global kami,” ucapnya.
Uber sudah ada di 20-an kota di Eropa saat Taxify pertama diluncurkan. Saat itu sudah banyak yang nyinyir bahwa dia tidak akan bisa mengalahkan Uber dan bisnis ride hailing akan menjadi monopoli perusahaan tertentu.
Markus yang menempati daftar 30 Under 30 Forbes Eropa menyebut bahwa yang membedakan layanan Taxify dibandingkan Uber adalah pendapatan untuk driver yang jauh berbeda. Taxify hanya meminta potongan 15% untuk pengemudi dibandingkan Uber yang 30%.
Bahkan, mereka terbuka untuk menerima investasi dari perusahaan ride hailing global lainnya. Pada 2017, Didi Chuxing menyuntikkan dana ke Taxify. Angkanya tidak disebut - kan, tapi dipastikan jumlahnya sa ngat besar.
Kemudian pada Mei 2018, dipimpin Daimler, Taxify kembali mendapatkan pendanaan hingga USD175 juta. Kini valuasi Taxify mencapai USD1 miliar, membuatnya salah satu dari sedikit perusahaan Unicorn di Eropa.
Bagi Markus, bisa menunjukkan bahwa ada startup Eropa yang dapat menandingi Uber sudah menjadi kemenangan tersendiri.
“Sebagai anak muda di industri teknologi, saya sedih melihat setiap perusahaan startup besar berasal dari Silicon Valley, dan Eropa tidak punya satu pun perusahaan besar yang bisa menandingi mereka,” paparnya.
Saat ini Taxify memiliki 500 pegawai dalam lima tahun (tidak termasuk pengemudi). Markus yang rendah hati menolak mengungkap resep kesuksesan dan rahasia manajemen perusahaan. Tetapi, yang dia rasakan adalah betapa pentingnya membawa orang-orang terbaik di perusahaan.
“Mereka ini akan membawa perusa haan maju, bukan yang harus didorong perusahaan. Contohnya, tim produk kami hanya 50 orang, tapi memiliki engineer yang sangat berbakat, artinya dapat membuat kami bisa bersaing dengan perusahaan besar yang mungkin punya ribuan orang,” bebernya.
(don)