RI Ancam Blokir WhatsApp
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Indonesia mengancam akan memblokir WhatsApp apabila aplikasi perpesanan instan tersebut tidak segera menghapus konten asusila pada layanan gambar berformatgraphics interchange format (GIF) di fitur emoticon mereka.
Dalam gambar GIF tersebut terdapat juga konten lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT).
Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah melayangkan tiga surat kepada Facebook, induk perusahaan WhatsApp, terkait persoalan ini. Dua surat dikirim pada Minggu (5/11) malam dan surat terakhir dikirim pagi kemarin.
"WhatsApp tidak boleh lepas tangan. Kami terpaksa blokir kalau tidak ada tindakan serius," tegas Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kemenkominfo Samuel Abrijani Pangerapan di Kantor Kemenkominfo, Jakarta, kemarin.
Kementerian memberi batas waktu 2x24 jam kepada WhatsApp untuk mematuhi instruksi tersebut. Ultimatum berlaku mulai Senin (6/11/2017) pagi.
WhatsApp telah memberi respons cepat. Namun anak perusahaan Facebook Inc itu berkilah mereka tidak bisa berbuat banyak lantaran layanan gambar bergerak berformat GIF disediakan oleh beberapa mitra sebagai pihak ketiga.
WhatsApp menyarankan Kemenkominfo berkomunikasi langsung dengan Tenor, pihak ketiga yang dimaksud.
Saran tersebut ditolak mentah-mentah oleh pemerintah. “Layanan GIF itu kan muncul dalam aplikasi WhatsApp. Kenapa kami yang harus berbicara dengan pihak ketiga? Mereka harus aktif take down. Paling tidak konten itu tidak bisa lagi diakses di Indonesia,” ujar Samuel.
Meski begitu, dia mengklaim telah mengirimkan surat pemberitahuan ke operator internet service provider (ISP) untuk memblokir enam domain name system (DNS) Tenor yaitu tenor.com,api.tenor.com, blog.tenor.com, qa.tenor.com, media.tenor.com dan media1.tenor.com. Surat dikirim pagi kemarin.
Hingga berita ini diturunkan pukul 21.30 WIB tadi malam, gambar-gambar asusila berformat GIF dari Tenor masih bisa diakses dari WhatsApp.
Keberadaan konten asusila pada layanan gambar berformat GIF di fitur emoticon WhatsApp ramai dibicarakan di grup-grup perpesanan instan dan media sosial sejak Minggu (5/11/2017). Pesan berantai pun menyebar dengan cepat. Isinya mengingatkan para orang tua agar anak-anak tidak sampai mengakses konten asusila tersebut.
"Assalamualaikum...
Mulai perketat pengawasan HP ke putra putri tercinta kita.
Terutama penggunaan Whatsapp. Yg sdh di perbaharui. Orang tua harus tau itu...
Buktikan sendiri. Buka emoticon gif kemudian ketik sex maka muncul lah gambar asusila,"demikian isi salah satu pesan.
Layanan gambar GIF di WhatsApp diperkirakan telah ada sejak 2016. Meski demikian baru kali ini ada laporan soal penemuan konten asusila di dalamnya.
Kejadian ini tak hanya menimpa WhatsApp. Kompetitornya, Telegram dan BlackBerry, juga sempat dihebohkan oleh temuan konten berbaru asusila. Telegram memiliki masalah dengan stikernya, sementara BlackBerry Messenger dengan webcomics.
Kementerian, lanjut Samuel, akan terus memonitor keberadaan konten asusila di platform lain dan mengambil tindakan serupa bila menemukannya karena bertentangan dengan undang-undang di Indonesia. Dia mengakui, secara teknis memblokir konten asusila berupa gambar yang dicari melalui mesin pencari lebih sulit ketimbang memblokir situs.
Karena itu, dalam waktu dekat pemerintah akan memanggil perwakilan Google, Telegram dan Facebook Messenger karena semua platform tersebut juga terhubung dengan Tenor.
Sementara itu, WhatsApp mengaku telah berkoordinasi dengan pemerintah Indonesia untuk menangani persoalan ini. Namun, mereka tidak bisa memonitor gambar-gambar GIF karena konten di WhatsApp memiliki enkripsi end-to-end.
"Kami telah berkoordinasi dengan pemerintah Indonesia untuk secara langsung bekerja sama dengan pihak ketiga tersebut dalam memonitor konten mereka," sebut pihak WhatsApp dalam keterangan persnya, kemarin.
Direktur Eksekutif Komunikonten, Institut Media Sosial dan Diplomasi, Hariqo Wibawa Satria mendukung langkah pemerintah untuk bersikap tegas kepada WhatsApp. Dia juga mengingatkan agar kejadian ini tidak terulang.
Bagaimana dengan pemblokiran? “Opsi ini bisa, tapi bikin ramai. Indonesia belum punya aplikasi perpesanan karya anak bangsa sehebat WA. Selain itu, ketergantungan pemerintah dan masyarakat terhadap WA begitu besar,” jawabnya.
Di sisi lain, Hariqo menekankan, WhatsApp tetap harus mengikuti peraturan, undang-undang dan norma yang ada di Indonesia. Alasan bahwa konten GIF yang sekarang menjadi persoalan bukan produksi WhatsApp tidak bisa diterima.
“Ibarat warung, pemiliknya harus mengecek apakah makanan yang dititipkan seseorang mengandung racun atau aman,” papar Hariqo memberi ilustrasi.
Pengamat keamanan siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya mengingatkan agar pemerintah tidak tebang pilih saat memutuskan untuk memblokir satu layanan yang dianggap tidak mampu memblokir konten berbahaya. "Lampiran GIF berkonten asusila di WhatsApp tidak sampai 1% dari seluruh konten asusila yang ada di internet," sebutnya.
Menurut dia, aplikasi WhatsApp menjadi perhatian publik karena merupakan salah satu yang paling populer dan banyak digunakan di Indonesia. Padahal, menurut Alfons, konten asusila berformat GIF juga banyak digunakan di sejumlah aplikasi lain seperti Facebook, Telegram, dan Twitter.
Terkait hal ini, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi meminta para orang tua agar lebih ketat memantau penggunaan smartphone oleh anak-anak mereka. “Penyebaran konten asusila perlu diwaspadai. Jangan sampai anak-anak kita terpapar dan membahayakan masa depan mereka,” kata Tulus.
YLKI menerima laporan adanya konten asusila di aplikasi WhatsApp dari masyarakat. Setelah melakukan pemeriksaan, YLKI menemukan konten tersebut dengan beraneka ilustrasi mulai manusia, binatang, boneka teletubbies, kartun dan lainnya.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon mendorong peran provider dalam menangkal penyebaran konten asusila. “Jangan jadi virus karena bisa disebarkan berulang kali dan jangkauannya semakin luas,” kata Fadli. Menurut dia, aplikasi WhatsApp masih sangat bermanfaat bagi masyarakat sehingga tidak perlu ditutup. “Yang penting itu antisipasinya. Jangan reaksi sesaat,” pungkas Fadli. (Heru Febrianto/Kiswondari/Mula Akmal/Ant)
Dalam gambar GIF tersebut terdapat juga konten lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT).
Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah melayangkan tiga surat kepada Facebook, induk perusahaan WhatsApp, terkait persoalan ini. Dua surat dikirim pada Minggu (5/11) malam dan surat terakhir dikirim pagi kemarin.
"WhatsApp tidak boleh lepas tangan. Kami terpaksa blokir kalau tidak ada tindakan serius," tegas Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kemenkominfo Samuel Abrijani Pangerapan di Kantor Kemenkominfo, Jakarta, kemarin.
Kementerian memberi batas waktu 2x24 jam kepada WhatsApp untuk mematuhi instruksi tersebut. Ultimatum berlaku mulai Senin (6/11/2017) pagi.
WhatsApp telah memberi respons cepat. Namun anak perusahaan Facebook Inc itu berkilah mereka tidak bisa berbuat banyak lantaran layanan gambar bergerak berformat GIF disediakan oleh beberapa mitra sebagai pihak ketiga.
WhatsApp menyarankan Kemenkominfo berkomunikasi langsung dengan Tenor, pihak ketiga yang dimaksud.
Saran tersebut ditolak mentah-mentah oleh pemerintah. “Layanan GIF itu kan muncul dalam aplikasi WhatsApp. Kenapa kami yang harus berbicara dengan pihak ketiga? Mereka harus aktif take down. Paling tidak konten itu tidak bisa lagi diakses di Indonesia,” ujar Samuel.
Meski begitu, dia mengklaim telah mengirimkan surat pemberitahuan ke operator internet service provider (ISP) untuk memblokir enam domain name system (DNS) Tenor yaitu tenor.com,api.tenor.com, blog.tenor.com, qa.tenor.com, media.tenor.com dan media1.tenor.com. Surat dikirim pagi kemarin.
Hingga berita ini diturunkan pukul 21.30 WIB tadi malam, gambar-gambar asusila berformat GIF dari Tenor masih bisa diakses dari WhatsApp.
Keberadaan konten asusila pada layanan gambar berformat GIF di fitur emoticon WhatsApp ramai dibicarakan di grup-grup perpesanan instan dan media sosial sejak Minggu (5/11/2017). Pesan berantai pun menyebar dengan cepat. Isinya mengingatkan para orang tua agar anak-anak tidak sampai mengakses konten asusila tersebut.
"Assalamualaikum...
Mulai perketat pengawasan HP ke putra putri tercinta kita.
Terutama penggunaan Whatsapp. Yg sdh di perbaharui. Orang tua harus tau itu...
Buktikan sendiri. Buka emoticon gif kemudian ketik sex maka muncul lah gambar asusila,"demikian isi salah satu pesan.
Layanan gambar GIF di WhatsApp diperkirakan telah ada sejak 2016. Meski demikian baru kali ini ada laporan soal penemuan konten asusila di dalamnya.
Kejadian ini tak hanya menimpa WhatsApp. Kompetitornya, Telegram dan BlackBerry, juga sempat dihebohkan oleh temuan konten berbaru asusila. Telegram memiliki masalah dengan stikernya, sementara BlackBerry Messenger dengan webcomics.
Kementerian, lanjut Samuel, akan terus memonitor keberadaan konten asusila di platform lain dan mengambil tindakan serupa bila menemukannya karena bertentangan dengan undang-undang di Indonesia. Dia mengakui, secara teknis memblokir konten asusila berupa gambar yang dicari melalui mesin pencari lebih sulit ketimbang memblokir situs.
Karena itu, dalam waktu dekat pemerintah akan memanggil perwakilan Google, Telegram dan Facebook Messenger karena semua platform tersebut juga terhubung dengan Tenor.
Sementara itu, WhatsApp mengaku telah berkoordinasi dengan pemerintah Indonesia untuk menangani persoalan ini. Namun, mereka tidak bisa memonitor gambar-gambar GIF karena konten di WhatsApp memiliki enkripsi end-to-end.
"Kami telah berkoordinasi dengan pemerintah Indonesia untuk secara langsung bekerja sama dengan pihak ketiga tersebut dalam memonitor konten mereka," sebut pihak WhatsApp dalam keterangan persnya, kemarin.
Direktur Eksekutif Komunikonten, Institut Media Sosial dan Diplomasi, Hariqo Wibawa Satria mendukung langkah pemerintah untuk bersikap tegas kepada WhatsApp. Dia juga mengingatkan agar kejadian ini tidak terulang.
Bagaimana dengan pemblokiran? “Opsi ini bisa, tapi bikin ramai. Indonesia belum punya aplikasi perpesanan karya anak bangsa sehebat WA. Selain itu, ketergantungan pemerintah dan masyarakat terhadap WA begitu besar,” jawabnya.
Di sisi lain, Hariqo menekankan, WhatsApp tetap harus mengikuti peraturan, undang-undang dan norma yang ada di Indonesia. Alasan bahwa konten GIF yang sekarang menjadi persoalan bukan produksi WhatsApp tidak bisa diterima.
“Ibarat warung, pemiliknya harus mengecek apakah makanan yang dititipkan seseorang mengandung racun atau aman,” papar Hariqo memberi ilustrasi.
Pengamat keamanan siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya mengingatkan agar pemerintah tidak tebang pilih saat memutuskan untuk memblokir satu layanan yang dianggap tidak mampu memblokir konten berbahaya. "Lampiran GIF berkonten asusila di WhatsApp tidak sampai 1% dari seluruh konten asusila yang ada di internet," sebutnya.
Menurut dia, aplikasi WhatsApp menjadi perhatian publik karena merupakan salah satu yang paling populer dan banyak digunakan di Indonesia. Padahal, menurut Alfons, konten asusila berformat GIF juga banyak digunakan di sejumlah aplikasi lain seperti Facebook, Telegram, dan Twitter.
Terkait hal ini, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi meminta para orang tua agar lebih ketat memantau penggunaan smartphone oleh anak-anak mereka. “Penyebaran konten asusila perlu diwaspadai. Jangan sampai anak-anak kita terpapar dan membahayakan masa depan mereka,” kata Tulus.
YLKI menerima laporan adanya konten asusila di aplikasi WhatsApp dari masyarakat. Setelah melakukan pemeriksaan, YLKI menemukan konten tersebut dengan beraneka ilustrasi mulai manusia, binatang, boneka teletubbies, kartun dan lainnya.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon mendorong peran provider dalam menangkal penyebaran konten asusila. “Jangan jadi virus karena bisa disebarkan berulang kali dan jangkauannya semakin luas,” kata Fadli. Menurut dia, aplikasi WhatsApp masih sangat bermanfaat bagi masyarakat sehingga tidak perlu ditutup. “Yang penting itu antisipasinya. Jangan reaksi sesaat,” pungkas Fadli. (Heru Febrianto/Kiswondari/Mula Akmal/Ant)
(nfl)