Perang Harga Grab, Uber dan Taksi Konvensional Makin Panas
A
A
A
JAKARTA - Bagi perusahaan pendatang baru atau startup yang ingin masuk ke pasar transportasi online di Asia Tenggara taruhannya sangat besar. Dua kompetitor, yaitu Grab dan Uber bertarung menguasai pangsa pasar yang diperkirakan akan tumbuh sebesar USD13 miliar atau sekitar Rp176 triliun pada 2025.
Grab, dengan pengalaman selama kurang lebih 4 tahun di pasar Asia Tenggara telah di-back up dana sebesar USD750 juta dari Softbank, pada September 2016. Di sisi lain, Uber yang sudah meninggalkan China dan menjual perusahaan mereka terhadap Didi pada Agustus 2016, saat ini tengah fokus di pasar Asia Tenggara dengan cara menambah sumber daya sebanyak dua kali lipat dan meningkatkan teknologi yang mereka miliki. Walhasil, kompetisi transportasi online di Asia Tenggara akan semakin panas.
"Research ini kami lakukan untuk mengindentifikasi dan membandingkan moda transportasi termurah antara dua aplikasi transportasi paling terkenal dengan taksi konvensional di masing-masing negara Asia Tenggara. Research ini menunjukan bahwa Grab, Uber maupun taksi konvensional memiliki komponen harga yang berbeda dan harga yang juga berbeda," ujar iPrice, dalam rilis hasil studinya kepada SINDOnews, Selasa (29/11/2016).
Di Indonesia, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Makassar dan Bali kondisi jalanan akan padat pada jam pergi dan pulang kerja. Rata-rata masyarakat menghabiskan waktu 1-3 jam di jalanan.
Kondisi jalanan seperti ini mendorong masyarakat memilih moda transportasi yang paling murah, paling cepat dan paling mudah didapat. Setidaknya saat ini ada tiga pilihan transpotasi utama yang dapat dipilih, Taksi konvensional atau tranportasi online, seperti Uber dan Grab.
Walaupun terjadi perdebatan dari sisi regulasi dengan pemerintah dan juga pengendara taksi konvensional, pelanggan akan tetap menjadi raja. Masyarakat Indonesia akan memilih transportasi yang memiliki pelayanan terbaik dan harga termurah. Apakah taksi konvensional lama-kelamaan akan hilang karena kalah bersaing dengan Grab dan Uber? Atau tetap memiliki tempat di hati masyarakat.
Grab, dengan pengalaman selama kurang lebih 4 tahun di pasar Asia Tenggara telah di-back up dana sebesar USD750 juta dari Softbank, pada September 2016. Di sisi lain, Uber yang sudah meninggalkan China dan menjual perusahaan mereka terhadap Didi pada Agustus 2016, saat ini tengah fokus di pasar Asia Tenggara dengan cara menambah sumber daya sebanyak dua kali lipat dan meningkatkan teknologi yang mereka miliki. Walhasil, kompetisi transportasi online di Asia Tenggara akan semakin panas.
"Research ini kami lakukan untuk mengindentifikasi dan membandingkan moda transportasi termurah antara dua aplikasi transportasi paling terkenal dengan taksi konvensional di masing-masing negara Asia Tenggara. Research ini menunjukan bahwa Grab, Uber maupun taksi konvensional memiliki komponen harga yang berbeda dan harga yang juga berbeda," ujar iPrice, dalam rilis hasil studinya kepada SINDOnews, Selasa (29/11/2016).
Di Indonesia, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Makassar dan Bali kondisi jalanan akan padat pada jam pergi dan pulang kerja. Rata-rata masyarakat menghabiskan waktu 1-3 jam di jalanan.
Kondisi jalanan seperti ini mendorong masyarakat memilih moda transportasi yang paling murah, paling cepat dan paling mudah didapat. Setidaknya saat ini ada tiga pilihan transpotasi utama yang dapat dipilih, Taksi konvensional atau tranportasi online, seperti Uber dan Grab.
Walaupun terjadi perdebatan dari sisi regulasi dengan pemerintah dan juga pengendara taksi konvensional, pelanggan akan tetap menjadi raja. Masyarakat Indonesia akan memilih transportasi yang memiliki pelayanan terbaik dan harga termurah. Apakah taksi konvensional lama-kelamaan akan hilang karena kalah bersaing dengan Grab dan Uber? Atau tetap memiliki tempat di hati masyarakat.
(dmd)