Takluk dengan Serangan Smartphone, Olympus Tutup Bisnis Kamera

Jum'at, 26 Juni 2020 - 06:48 WIB
loading...
Takluk dengan Serangan Smartphone, Olympus Tutup Bisnis Kamera
Perusahaan optik dan reprografi, Olympus, menutup bisnis kamera setelah tak mampu memetik keuntungan. Foto/Reuters
A A A
TOKYO - Perusahaan optik dan reprografi, Olympus , menutup bisnis kamera setelah tak mampu memetik keuntungan. Firma asal Jepang itu menyatakan pasar kamera digital menderita kerugian sangat besar dan tak lagi menjadi sektor bisnis yang menjanjikan, sekalipun sudah diantisipasi dengan berbagai strategi.

Olympus memulai bisnis kamera sejak 84 tahun lalu dan dikenal sebagai salah satu merek terkemuka di dunia. Namun, dengan munculnya smartphone, perputaran roda bisnis Olympus secara bertahap melambat. Perusahaan yang andal di bidang mikroskop itu bahkan menelan kerugian dalam tiga tahun terakhir.

Olympus berdiri sejak 1919 sebagai perusahaan mikroskop dan baru mulai menciptakan kamera pada 1936. Saat itu Olympus mengeluarkan kamera Semi- Olympus I dengan banderol di atas rata-rata gaji warga Jepang. Bisnisnya terus berkembang hingga menjadikan Olympus sebagai penguasa pangsa pasar kamera.

“Pada masa lalu memiliki kamera Olympus menjadi sebuah kebanggaan tersendiri. Bentuknya sangat kecil, ringan, cantik, dan kualitas lensanya sangat bagus,” kata Nigel Atherton, redaktur majalah Amateur Photographer, dikutip BBC. Iklan Olympus bahkan dilakoni fotografer terkenal dan mendunia pada 1970. (Baca: Diamuk Massa Saat Bubarkan Pesta, 22 Polisi Inggris Terluka)

Olympus tetap mempertahankan teknologi yang dimiliki, sekalipun perusahaan lain sudah mulai mengadopsi teknologi baru seperti autofocus. Tak lama kemudian Olympus mulai mengubah strategi dengan menargetkan kelas menengah. Mereka pun giat mengeluarkan kamera mirrorless dan kamera digital.

“Mereka yang tidak terlalu serius menggeluti bidang fotografi dan tidak menginginkan kamera DSLR, tetapi ingin memiliki kamera yang lebih baik dibandingkan hanya membidik dan mengambil gambar, mereka memilih Olympus ,” kata Atherton. “Namun, pasar itu menyusut sangat cepat oleh smartphone.”

Pasar kamera menurun secara dramatis, 84%, antara 2010-2018. Menurut Atherton, Olympus sudah tak mampu bersaing. Selain disebabkan kemunculan smartphone, Olympus juga dinilai beberapa kali mengeluarkan keputusan yang keliru, masuk ke jalur yang salah, dan akhirnya harus bangkrut.

Salah satu kemunduran yang dialami Olympus ialah tertinggalnya kualitas video. Kondisi itu diperburuk dengan skandal keuangan yang melibatkan pejabat eksekutif pada 2011. Saat ini Olympus berupaya bertahan dengan menekan kerja sama pembuatan lensa yang dapat digunakan di berbagai produk elektronik.

“Kami yakin ini merupakan langkah yang tepat untuk melestarikan warisan dari para pendahulu kami,” ungkap Olympus dalam keterangan pers. (Baca juga: Komisi III DPR Tegaskan Pemberantasan Narkoba Harus Radikal dan Konkret)

Selain itu, Olympus akan fokus menciptakan dan menjual mikroskop dan siap mentransfer teknologi optik terbaru dalam membantu memajukan dunia ilmu pengetahuan.

Keputusan Olympus menutup bisnis kamera bukan masalah yang dihadapi Olympus sendirian, tapi industri kamera secara keseluruhan. Seperti dilansir LensVid, 2010 merupakan tahun terbaik bagi industri kamera. Jumlah penjualannya mencapai 121 juta unit. Namun, sejak saat itu, pasar kamera menurun.

Hanya berselang dua tahun penjualan kamera hanya mencapai 61 juta unit atau separuh dibandingkan 2010. Penjualan kamera terus menurun menjadi 35 juta pada 2014 dan 23 juta pada 2015. Namun, pada 2017 terdapat kenaikan sekitar 25 juta unit sebelum akhirnya kembali jatuh menjadi 19 juta pada 2019. (Baca juga: Lebih dari 100 Orang tewas tersambar Petir di India)

“Kami bahkan baru kali ini melihat kamera DSLR dan mirrorless lebih laku di dunia dibandingkan kamera compact,” ungkap LensVid. “Meski demikian, pasar DSLR terus turun sekitar 12%, sedangkan mirrorless hanya naik 2% pada 2017. Perubahan ini sangat signifikan dan sangat jelas disebabkan pasar smartphone.”

Pasar kamera mengalami penurunan paling besar di Asia, yakni mencapai 27% pada 2018, sedangkan di Amerika hanya turun 16%. Secara umum, pasar lensa turun sekitar 6-7% di seluruh dunia atau hanya terjual 18 juta unit pada 2018. Hanya di Amerika pasar lensa mengalami kenaikan. Tapi, itu pun hanya 1%.

“Pengembangan teknologi baru yang dikeluarkan Canon dan Nikon juga tidak mampu memengaruhi pasar secara berarti,” ungkap LensVid. “Sejujurnya, penjualan kamera kini kurang gemilang. Jika tren ini terus berlanjut, pasar fotografi akan semakin sempit dan mahal. Risiko yang dihadapi perusahaan juga kian besar.”

Di bawah penjualan 20 juta unit per tahun, LensVid menyatakan beberapa perusahaan kamera tidak akan mampu bertahan secara ekonomi karena biaya penelitian dan pengembangan sangat tinggi. Dengan tingkat penjualan rendah, perusahaan kamera bukan tidak mungkin menghadapi kebangkrutan. (Lihat videonya: Karena tersinggung, Seorang Siswi SMP Dianiaya Rekannya di Palembang)

Beberapa perusahaan kamera terkemuka dunia yang bangkrut ialah Eastman Kodak Company dan Polaroid Corporation. Kodak merupakan merek kamera yang sangat populer karena harganya lebih murah. Namun, Kodak gagal mengembangkan inovasi selama era digital dan akhirnya bangkrut pada 2012.

Seperti Kodak, Polaroid juga bangkrut selama era digital. Sebelumnya, kamera Polaroid sangat populer karena pengguna dapat memperoleh lembaran foto secara instan. Bagaimanapun, Polaroid tidak mampu bersaing dengan perusahaan lain yang mampu mengembangkan teknologi baru yang serbadigital. (Muh Shamil)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2639 seconds (0.1#10.140)