Riset Entrust Sebut Dompet Digital Banyak Digunakan di Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Transformasi global dalam dunia perbankan dan pembayaran mengalami akselerasi dalam beberapa tahun belakangan, dan di antara tren online dan pandemi yang melanda dunia, industri ini mengalami disrupsi dari semua sisi.
Sebuah survei yang dilakukan Entrust menunjukan para nasabah di Indonesia lebih memilih untuk melakukan aktivitas perbankan secara digital (online). Namun dalam survei tersebut juga terungkap jika sebagian di antara nasabah masih khawatir dengan sistem keamanan yang ditawarkan perbankan.
Entrust melakukan survei bertajuk 'The Great Payments Disruption' kepada 1.350 nasabah di sembilan negara, yakni Indonesia, Australia, Kanada, Jerman, Arab Saudi, Singapura, Uni Emirat Arab, Inggris, dan Amerika Serikat, yang telah melakukan atau menerima pembayaran digital dalam 12 bulan terakhir.
Survei Entrust menggambarkan kecenderungan nasabah perbankan modern, yang mengindikasikan kebutuhan akan kemampuan perbankan online, kartu yang aman dengan chip dan keamanan pembayaran yang ditingkatkan.
“Penelitian ini menyoroti bahwa jauh dari sebelumnya saat ini nasabah perbankan mendahulukan interaksi digital dan kemudian menciptakan pengalaman digital dengan keamanan sebagai fondasinya,” ujar Angus McDougall, Regional Vice President, Asia Pacific & Japan, Entrust, dalam webinar yang digelar Kamis (17/3).
Disampaikan Angus, hasil survei menunjukkan ada preferensi sangat kuat untuk memilih perbankan online, bersamaan dengan kekhawatiran yang signifikan mengenai penipuan dimana lebih dari dua pertiga nasabah yang terlibat dalam survei memilih pindah ke bank lain setelah menerima peringatan (notifikasi) mengenai terjadinya penipuan atau kebocoran privasi.
Menurut hasil survei tersebut, sebanyak 83 persen responden dari Indonesia mengatakan mereka khawatir dengan kemungkinan penipuan bank karena perbankan yang semakin digital.
Banyak responden juga memiliki pengalaman pribadi dengan risiko penipuan, dengan 70 persen responden mengatakan pernah menerima pemberitahuan mengenai penipuan perbankan pribadi dalam 12 bulan terakhir.
“Insiden ini jelas merusak loyalitas nasabah, karena responden yang menerima pemberitahuan penipuan akhirnya pindah ke bank yang lain,” jelas Angus.
Padahal dalam survei tersebut sebanyak 80 persen responden dari Indonesia mengatakan jika mereka lebih memilih untuk melakukan aktivitas perbankan secara online. Ini adalah bukti bahwa saat ini terutama di masa pandemi perbankan digital adalah sebuah kenormalan baru.
“Jelaslah bahwa lembaga keuangan harus memperkaya pengalaman digital dengan keamanan yang sudah terbukti, seperti solusi keamanan biometrik untuk meningkatkan kepercayaan dan loyalitas nasabah mereka,” pungkas Angus
Hasil survei ini membantu memberikan gambaran di mana posisi industri perbankan di tahun 2022 dan bagaimana masa depan seiring dengan berlanjutnya The Great Payments Disruption.
Sebuah survei yang dilakukan Entrust menunjukan para nasabah di Indonesia lebih memilih untuk melakukan aktivitas perbankan secara digital (online). Namun dalam survei tersebut juga terungkap jika sebagian di antara nasabah masih khawatir dengan sistem keamanan yang ditawarkan perbankan.
Entrust melakukan survei bertajuk 'The Great Payments Disruption' kepada 1.350 nasabah di sembilan negara, yakni Indonesia, Australia, Kanada, Jerman, Arab Saudi, Singapura, Uni Emirat Arab, Inggris, dan Amerika Serikat, yang telah melakukan atau menerima pembayaran digital dalam 12 bulan terakhir.
Survei Entrust menggambarkan kecenderungan nasabah perbankan modern, yang mengindikasikan kebutuhan akan kemampuan perbankan online, kartu yang aman dengan chip dan keamanan pembayaran yang ditingkatkan.
“Penelitian ini menyoroti bahwa jauh dari sebelumnya saat ini nasabah perbankan mendahulukan interaksi digital dan kemudian menciptakan pengalaman digital dengan keamanan sebagai fondasinya,” ujar Angus McDougall, Regional Vice President, Asia Pacific & Japan, Entrust, dalam webinar yang digelar Kamis (17/3).
Disampaikan Angus, hasil survei menunjukkan ada preferensi sangat kuat untuk memilih perbankan online, bersamaan dengan kekhawatiran yang signifikan mengenai penipuan dimana lebih dari dua pertiga nasabah yang terlibat dalam survei memilih pindah ke bank lain setelah menerima peringatan (notifikasi) mengenai terjadinya penipuan atau kebocoran privasi.
Menurut hasil survei tersebut, sebanyak 83 persen responden dari Indonesia mengatakan mereka khawatir dengan kemungkinan penipuan bank karena perbankan yang semakin digital.
Banyak responden juga memiliki pengalaman pribadi dengan risiko penipuan, dengan 70 persen responden mengatakan pernah menerima pemberitahuan mengenai penipuan perbankan pribadi dalam 12 bulan terakhir.
“Insiden ini jelas merusak loyalitas nasabah, karena responden yang menerima pemberitahuan penipuan akhirnya pindah ke bank yang lain,” jelas Angus.
Padahal dalam survei tersebut sebanyak 80 persen responden dari Indonesia mengatakan jika mereka lebih memilih untuk melakukan aktivitas perbankan secara online. Ini adalah bukti bahwa saat ini terutama di masa pandemi perbankan digital adalah sebuah kenormalan baru.
“Jelaslah bahwa lembaga keuangan harus memperkaya pengalaman digital dengan keamanan yang sudah terbukti, seperti solusi keamanan biometrik untuk meningkatkan kepercayaan dan loyalitas nasabah mereka,” pungkas Angus
Hasil survei ini membantu memberikan gambaran di mana posisi industri perbankan di tahun 2022 dan bagaimana masa depan seiring dengan berlanjutnya The Great Payments Disruption.
(wbs)