Mengulik Ketersediaan Spektrum Hingga Potensi Frekuensi 5G di Tanah Air
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika hingga saat ini belum menentukan frekuensi khusus yang dialokasikan untuk jaringan 5G . Operator seluler pun terpaksa menyelenggarakan 5G menggunakan spektrum eksisting alias yang tersedia.
Sekjen Pusat Kajian Kebijakan & Regulasi Telekomunikasi ITB, Ridwan Effendi mengatakan, di Indonesia ketersediaan pita potensial untuk 5G cukup banyak. Misalnya di 700 MHz yang saat ini berada tahap Analog Switch Off (ASO), yang akan beralih dari siaran analog ke digital pada November 2022.
Migrasi merupakan upaya mengalokasikan digital dividen untuk kebutuhan mobile broadband sebesar 2x45 MHz, dengan potensi bandwidth yang diberikan mencapai 90 Mhz.
“Lalu juga ada di 2600 MHz, frekuensi ini masih menunggu lisensi dari operator TV satelit berakhir dan memiliki potensi bandwidth sebesar 190 MHz,” papar Ridwan dalam webinar Indonesia 5G Conference, yang mengangkat tema ‘Ketersediaan Spektrum 5G Sebagai Upaya Memaksimalkan Layanan 5G', Jumat (29/10/2021).
Kemudian ada frekuensi potensial 3300 MHz yang bakal digunakan melalui alih fungsi Broadband Wireless Access (BWA). Selanjutnya yang tidak kalah potensial ada di 3400-3600 MHz.
Frekuensi ini tentunya masih digunakan satelit, Ridwan dalam hal ini menilai untuk mendapatkan frekuensi tersebut perlu dihitung nilai bisnisnya kedepan dari layanan tersebut, untuk kemudian diambil frekuensinya sebagai kebutuhan layanan seluler.
“Tentu ini juga sebagai kompensasi para pemain satelit karena akan dilakukan cut off lebih awal. Jadi hemat saya harus win-win solution. Frekuensi ini mainstream, Indonesia bisa melakukan hal tersebut dan melakukan relokasi demi kepentingan 5G,” tambahnya.
Selanjutnya di frekuensi 4400 MHz masih di gunakan oleh satelit non-geostationary satellite orbit (NGSO) dan wireless backhaul. Dari area ini ada potensi bandwidth sebesar 100 MHz.
Sementara frekuensi 40000 MHz masih digunakan untuk kepentingan microwave link, tepatnya di pita 37000-39500 MHz, dan preferensi industri pada pita 37000-43500 Mhz untuk keperluan 5G .
Dalam pemaparannya, Ridwan mencatat dari potensi ketersediaan pita untuk mobile broadband, potensi bandwidth yang dihasilkan mencapai 6.561 MHz. Sedangkan total mobil broadband eksisting jika di kalkulasikan baru menyentuh angka 437 MHz.
"Melalui membandingkan potensi spektrum yang dapat diperoleh untuk keperluan mobile broadband, potensi spektrum yang ada dapat memenuhi kebutuhan spektrum mobile broadband hingga 5 tahun mendatang,” katanya lagi.
Sementara itu, Denny Setiawan, Direktur Penataan Sumber Daya Kementerian Kominfo, saat menjadi pembicara, menegaskan, bukan tidak hanya isu spektrum yang perlu diangkat. "Tanpa gelaran fiber optic 5G yang digadang-gadang menghadirkan kecepatan luar biasa, bisa terasa seperti 4G," sebutnya.
Denny menjelaskan, pihaknya juga sedang berupaya untuk mengimplementasikan millimeter wave. Meskipun hingga saat ini upaya tersebut masih menjadi opsi dan belum diputuskan sampai sekarang.
"Kami berjuang bersama untuk mengimplementasikanya. Kami juga sedang mempertimbangkan bagaimana millimeter wave itu bisa diterapkan dengan jaringan lokal, ini salah satu opsi karena kami belum memutuskan," katanya.
"Ini salah satu isu yang terpenting dalam sektor millimeter wave, karena tanpa fiberisasi akan susah untuk mengoptimalkan layanan 5G ,” ujar Denny.
Sekjen Pusat Kajian Kebijakan & Regulasi Telekomunikasi ITB, Ridwan Effendi mengatakan, di Indonesia ketersediaan pita potensial untuk 5G cukup banyak. Misalnya di 700 MHz yang saat ini berada tahap Analog Switch Off (ASO), yang akan beralih dari siaran analog ke digital pada November 2022.
Migrasi merupakan upaya mengalokasikan digital dividen untuk kebutuhan mobile broadband sebesar 2x45 MHz, dengan potensi bandwidth yang diberikan mencapai 90 Mhz.
“Lalu juga ada di 2600 MHz, frekuensi ini masih menunggu lisensi dari operator TV satelit berakhir dan memiliki potensi bandwidth sebesar 190 MHz,” papar Ridwan dalam webinar Indonesia 5G Conference, yang mengangkat tema ‘Ketersediaan Spektrum 5G Sebagai Upaya Memaksimalkan Layanan 5G', Jumat (29/10/2021).
Kemudian ada frekuensi potensial 3300 MHz yang bakal digunakan melalui alih fungsi Broadband Wireless Access (BWA). Selanjutnya yang tidak kalah potensial ada di 3400-3600 MHz.
Frekuensi ini tentunya masih digunakan satelit, Ridwan dalam hal ini menilai untuk mendapatkan frekuensi tersebut perlu dihitung nilai bisnisnya kedepan dari layanan tersebut, untuk kemudian diambil frekuensinya sebagai kebutuhan layanan seluler.
“Tentu ini juga sebagai kompensasi para pemain satelit karena akan dilakukan cut off lebih awal. Jadi hemat saya harus win-win solution. Frekuensi ini mainstream, Indonesia bisa melakukan hal tersebut dan melakukan relokasi demi kepentingan 5G,” tambahnya.
Selanjutnya di frekuensi 4400 MHz masih di gunakan oleh satelit non-geostationary satellite orbit (NGSO) dan wireless backhaul. Dari area ini ada potensi bandwidth sebesar 100 MHz.
Sementara frekuensi 40000 MHz masih digunakan untuk kepentingan microwave link, tepatnya di pita 37000-39500 MHz, dan preferensi industri pada pita 37000-43500 Mhz untuk keperluan 5G .
Dalam pemaparannya, Ridwan mencatat dari potensi ketersediaan pita untuk mobile broadband, potensi bandwidth yang dihasilkan mencapai 6.561 MHz. Sedangkan total mobil broadband eksisting jika di kalkulasikan baru menyentuh angka 437 MHz.
"Melalui membandingkan potensi spektrum yang dapat diperoleh untuk keperluan mobile broadband, potensi spektrum yang ada dapat memenuhi kebutuhan spektrum mobile broadband hingga 5 tahun mendatang,” katanya lagi.
Sementara itu, Denny Setiawan, Direktur Penataan Sumber Daya Kementerian Kominfo, saat menjadi pembicara, menegaskan, bukan tidak hanya isu spektrum yang perlu diangkat. "Tanpa gelaran fiber optic 5G yang digadang-gadang menghadirkan kecepatan luar biasa, bisa terasa seperti 4G," sebutnya.
Denny menjelaskan, pihaknya juga sedang berupaya untuk mengimplementasikan millimeter wave. Meskipun hingga saat ini upaya tersebut masih menjadi opsi dan belum diputuskan sampai sekarang.
"Kami berjuang bersama untuk mengimplementasikanya. Kami juga sedang mempertimbangkan bagaimana millimeter wave itu bisa diterapkan dengan jaringan lokal, ini salah satu opsi karena kami belum memutuskan," katanya.
"Ini salah satu isu yang terpenting dalam sektor millimeter wave, karena tanpa fiberisasi akan susah untuk mengoptimalkan layanan 5G ,” ujar Denny.
(ysw)