Fenomena UMKM Mendadak Digital, Tidak Serta Merta Produknya Langsung Laris
loading...
A
A
A
JAKARTA - Beralih ke digital digembar-gemborkan sebagai solusi bagi UMKM untuk bisa bertahan di masa pandemi. Hal itu memang tidak salah, hanya saja terlalu disederhanakan.
Teorinya, UMKM yang memiliki kanal digital dinilai lebih tangguh menghadapi pandemi. Sudah banyak riset yang mendukung hal itu.
Meski demikian, tidak serta merta dengan ”mendadak digital” maka UMKM otomatis bisa bertahan dan bisa berjualan. Sebaliknya, platform digital adalah medan perang baru dan amat menyulitkan para UMKM yang baru saja beralih dari offline ke online.
Kiagus Adit, pemilik Songket PaSH asal Palembang yang sukses meningkatkan omzet lewat berjualan online. Foto: dok Tokopedia
”Faktanya memang bukan berarti setelah UMKM membuka toko online di marketplace maka produknya langsung laku,” ujar Kiagus Adit, produsen Songket PaSH asal Palembang.
Adit—sapaan akrabnya—mengakui bahwa di platform digital ada banyak hal yang harus dipelajari oleh UMKM. Mulai dari hal-hal mendasar seperti membuat foto dan video tentang produk yang bagus, hingga mempelajari seluk beluk marketplace.
Belum tuntutan beriklan dan berpromosi lewat konten, baik melalui media sosial ataupun menggunakan layanan iklan yang sudah disediakan oleh marketplace.
Menurutnya, hal tersebut memang menajdi satu rangkaian yang harus dipelajari oleh seller (penjual online) agar bisa bertahan di ranah digital. ”Harus diingat bahwa sekarang banyak UMKM yang juga sama-sama go digital. Sehingga ranah digital ini menjadi ramai sekali. Jika ingin bertahan, harus menggunakan strategi,” ujar Adit yang mengaku belajar berjualan digital secara autodidak.
Pemilik Ikan Asin Medan Tanoto Frans mengatakan, UMKM yang baru beralih ke digital mau tidak mau harus banyak belajar, memahami, serta berinovasi. ”Kita harus tahu bagaimana menggunakan fitur Ads (iklan) di marketplace dan bagaimana dampaknya ke penjualan. Selain itu, kita juga harus terus mencari peluang-peluang usaha baru. Tidak boleh berdiam diri,” ujarnya.
Teorinya, UMKM yang memiliki kanal digital dinilai lebih tangguh menghadapi pandemi. Sudah banyak riset yang mendukung hal itu.
Meski demikian, tidak serta merta dengan ”mendadak digital” maka UMKM otomatis bisa bertahan dan bisa berjualan. Sebaliknya, platform digital adalah medan perang baru dan amat menyulitkan para UMKM yang baru saja beralih dari offline ke online.
Kiagus Adit, pemilik Songket PaSH asal Palembang yang sukses meningkatkan omzet lewat berjualan online. Foto: dok Tokopedia
”Faktanya memang bukan berarti setelah UMKM membuka toko online di marketplace maka produknya langsung laku,” ujar Kiagus Adit, produsen Songket PaSH asal Palembang.
Adit—sapaan akrabnya—mengakui bahwa di platform digital ada banyak hal yang harus dipelajari oleh UMKM. Mulai dari hal-hal mendasar seperti membuat foto dan video tentang produk yang bagus, hingga mempelajari seluk beluk marketplace.
Belum tuntutan beriklan dan berpromosi lewat konten, baik melalui media sosial ataupun menggunakan layanan iklan yang sudah disediakan oleh marketplace.
Menurutnya, hal tersebut memang menajdi satu rangkaian yang harus dipelajari oleh seller (penjual online) agar bisa bertahan di ranah digital. ”Harus diingat bahwa sekarang banyak UMKM yang juga sama-sama go digital. Sehingga ranah digital ini menjadi ramai sekali. Jika ingin bertahan, harus menggunakan strategi,” ujar Adit yang mengaku belajar berjualan digital secara autodidak.
Pemilik Ikan Asin Medan Tanoto Frans mengatakan, UMKM yang baru beralih ke digital mau tidak mau harus banyak belajar, memahami, serta berinovasi. ”Kita harus tahu bagaimana menggunakan fitur Ads (iklan) di marketplace dan bagaimana dampaknya ke penjualan. Selain itu, kita juga harus terus mencari peluang-peluang usaha baru. Tidak boleh berdiam diri,” ujarnya.