Mengenal Cookie dan Imbas Keputusan Google Menghentikannya di Chrome

Selasa, 31 Agustus 2021 - 14:28 WIB
loading...
Mengenal Cookie dan...
Foto/dok
A A A
JAKARTA - Pada 24 Juni 2021, Google mengumumkan bahwa penghentian cookie pada Chrome ditunda sampai akhir 2023. Google menyatakan, penundaan ini dilakukan agar pasar punya lebih banyak waktu untuk mempersiapkan perubahan yang akan datang sehingga publisher dan pengiklan tidak kehilangan peluang untuk mendapat uang.

Google juga mengumumkan proses pengembangan yang menyeluruh, komprehensif, dan terbuka yang melibatkan diskusi dan pengujian mendetail untuk FLoC dan tools lainnya. The Verge melaporkan, penghentian cookie menjadi sebuah pesan bahwa teknologi FLoC akan sangat berubah atau bahkan tersingkirkan.



Director of Engineering Chrome , Vinay Goel, mengatakan penundaan ini memungkinkan munculnya diskusi publik terkait alternatif tools pelacak pengguna (user tracking), sekaligus memberi publisher dan pengiklan cukup waktu agar produk dan solusi mereka sesuai dengan peraturan baru. "Hal ini penting agar tidak membahayakan model bisnis para publisher web yang mendukung keberadaan konten gratis,” ujar Goel.

Keputusan Google untuk berhenti mendukung cookie pihak ketiga di peramban Chrome telah dirilis resmi pada Januari 2020. Dua bulan kemudian, Google menyatakan mereka tidak akan membuat atau mendukung alternatif solusi berbasis ID Pengguna. Keputusan ini tentu sangat mengejutkan pasar, mengingat cookie menjadi instrumen penargetan paling populer, dan Google Chrome menyumbang 64% dari pasar peramban global.

Para pakar Google Ads dan Google Ad Manager telah melakukan eksperimen dengan menonaktifkan sementara cookies untuk 500 publisher global. Eksperimen ini menemukan bahwa pendapatan rata-rata publisher setelah memutuskan cookie pihak ketiga akan turun sebesar 52%.

Publisher MGID menjelaskan, cookie pihak ketiga adalah fragmen teks yang disimpan di peramban oleh pihak ketiga, bukan merupakan situs web yang kunjungi, tetapi sistem lain misalnya berbagai sistem iklan. "Publisher, pengiklan, dan perantara bisa menggunakan data ini untuk menyasar dan membuat profil pengguna web," jelas MGID, dalam keterangannya, Selasa (31/8/2021).

Tanpa cookie pihak ketiga, hadirnya iklan khusus atas barang atau jasa dari situs web yang baru saja dikunjungi di platform lain tidak akan terjadi. Artinya, pengiklan akan kehilangan data tentang produk yang dilihat orang, kategori usia, smartphone yang digunakan, dan lain-lain.



Masalah utama cookie sepenuhnya adalah karena definisinya. Cookie memungkinkan pengiklan, publisher, dan berbagai perantara lain untuk mengumpulkan terlalu banyak informasi penggun. Kemudian tidak selalu ditentukan kapan, di mana, dan bagaimana mereka akan menggunakan data ini, dan berapa lama mereka akan menyimpannya.

Amerika Serikat dan Uni Eropa terus menekan raksasa teknologi untuk memberi solusi terkait privasi web, dan mereka terus berupaya melindungi data pribadi warga negaranya. Inilah dasar hadirnya GDPR dan CCPA, undang-undang yang melindungi hak pengguna untuk mengontrol pengumpulan dan penggunaan lebih lanjut data pribadi mereka.

Kekhawatiran para pengguna terkait bagaimana aplikasi dan situs web menggunakan data mereka sudah ada jauh sebelum datangnya leputusan untuk menghentikan cookie, tepatnya sejak 1993.

Menurut The Guardian, 66% pengguna smartphone menjadi lebih peduli tentang seberapa terlindunginya informasi pribadi mereka, dan 79% pengguna menolak menggunakan aplikasi jika tidak yakin aplikasi tersebut mampu melindungi informasi pribadi mereka secara efektif.

Selama ini, kekhawatiran di atas terus tumbuh, bersama dengan tuduhan terhadap Google dan raksasa teknologi lainnya terkait penyalahgunaan data yang dikumpulkan.



Pada Maret 2021, Google menghadapi gugatan senilai USD5 miliar karena dituduh memata-matai pengguna bahkan ketika mereka dalam mode tersembunyi (incognito mode). Dan ini bukan satu-satunya gugatan terkait privasi terhadap Google dalam beberapa tahun terakhir.

Dapat dikatakan bahwa tren perlindungan data pribadi pengguna akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang. Selain itu, pesaing utama Chrome, Safari dan Firefox, sangat lebih agresif dalam memblokir pelacakan dibanding peramban Google.
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1962 seconds (0.1#10.140)