Wajah Baru Net1, Siap Penuhi Kebutuhan Internet hingga Daerah Pelosok
loading...
A
A
A
JAKARTA - Meskipun pengguna internet di Indonesia terus naik mencapai 196,7 juta, ketimpangan akses internet antara perdesaan dan perkotaan masih menjadi persoalan mendasar. Wilayah perkotaan yang mayoritas berada di Pulau Jawa menyumbang kontribusi impresif terhadap pertumbuhan tersebut, berbeda dengan akses internet untuk daerah perdesaan, apalagi berkategori daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
PT Net1 Indonesia (“Net1”), yang hadir sebagai entitas baru pemain telekomunikasi di Indonesia rupanya tidak tergiur dengan ceruk pasar telekomunikasi di perkotaan dan lebih memilih melayani kebutuhan internet untuk masyarakat di perdesaan dan daerah tertinggal.
Wilayah perdesaan dan daerah tertinggal memang sudah merupakan area nyaman yang menjadi fokus perusahaan sejak 2008. Melalui PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia (“ PT STI”), perusahaan sebelumnya, produk utamanya adalah Ceria berbasis CDMA.
Namun, karena persaingan berbasis GSM dan kemudian layanan 3G, perusahaan akhirnya tidak dapat menghindar dari nasib sama yang menimpa operator GSM lainnya, yang kehilangan banyak pelanggan.
Waktu bergulir, sebuah perusahaan asal Skandinavia, terbilang sebagai operator ketiga terbesar di Norwegia, yang sudah berpengalaman di bisnis internet berbasis frekuensi 450Mhz, tengah gencar memperluas jaringan bisnisnya dengan sasaran pertama di Asia.
Gayung bersambut, Net1 Group pada akhirnya masuk ke pasar Indonesia dengan melakukan investasi di PT STI pada 2015, dan bahkan menjadi pemegang saham mayoritas pada 2017. Selain di Indonesia, Net1 Group juga berinvestasi pada frekuensi rendah yang sama di Filipina.
Pada keterbukaan informasi Desember 2015 lalu, CEO AINMT Holdings AB JD Fouchard mengatakan, dengan perjanjian dan transaksi yang baru saja diselesaikan di Philipina, AINMT memiliki jejak di Asia Tenggara yang mencakup 360 juta penduduk. AINMT adalah nama sebelumnya dari Net1 Group.
Di dua negara tersebut, lanjut dia, Net1 fokus memanfaatkan jaringan berfrekuensi rendah untuk melayani kebutuhan internet di wilayah perdesaan dan daerah tertinggal.
Larry Ridwan, yang pernah menjadi Presiden Direktur Net1, ketika dikonfirmasi, membenarkan bahwa Net1 Group sudah menjadi mayoritas sejak 2017. “Tidak mudah menyediakan layanan internet di daerah perdesaan dan pelosok di wilayah Indonesia. Selain tantangan geografis, masyarakat di desa awalnya mengira kami ingin menawarkan pinjaman dan bukan langganan internet,” ungkap dia.
Sementara itu, terkait perubahan entitas perusahaan dari STI kepada PT Net Satu Indonesia, Larry menegaskan, perubahan entitas tersebut sudah menjadi rencana sejak lima tahun lalu, ketika Net1 Internasional Holdings masuk sebagai investor. Proses perubahan nama tersebut membutuhkan waktu dan persetujuan dari berbagai stakeholder.
PT Net1 Indonesia (“Net1”), yang hadir sebagai entitas baru pemain telekomunikasi di Indonesia rupanya tidak tergiur dengan ceruk pasar telekomunikasi di perkotaan dan lebih memilih melayani kebutuhan internet untuk masyarakat di perdesaan dan daerah tertinggal.
Wilayah perdesaan dan daerah tertinggal memang sudah merupakan area nyaman yang menjadi fokus perusahaan sejak 2008. Melalui PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia (“ PT STI”), perusahaan sebelumnya, produk utamanya adalah Ceria berbasis CDMA.
Namun, karena persaingan berbasis GSM dan kemudian layanan 3G, perusahaan akhirnya tidak dapat menghindar dari nasib sama yang menimpa operator GSM lainnya, yang kehilangan banyak pelanggan.
Waktu bergulir, sebuah perusahaan asal Skandinavia, terbilang sebagai operator ketiga terbesar di Norwegia, yang sudah berpengalaman di bisnis internet berbasis frekuensi 450Mhz, tengah gencar memperluas jaringan bisnisnya dengan sasaran pertama di Asia.
Gayung bersambut, Net1 Group pada akhirnya masuk ke pasar Indonesia dengan melakukan investasi di PT STI pada 2015, dan bahkan menjadi pemegang saham mayoritas pada 2017. Selain di Indonesia, Net1 Group juga berinvestasi pada frekuensi rendah yang sama di Filipina.
Pada keterbukaan informasi Desember 2015 lalu, CEO AINMT Holdings AB JD Fouchard mengatakan, dengan perjanjian dan transaksi yang baru saja diselesaikan di Philipina, AINMT memiliki jejak di Asia Tenggara yang mencakup 360 juta penduduk. AINMT adalah nama sebelumnya dari Net1 Group.
Di dua negara tersebut, lanjut dia, Net1 fokus memanfaatkan jaringan berfrekuensi rendah untuk melayani kebutuhan internet di wilayah perdesaan dan daerah tertinggal.
Larry Ridwan, yang pernah menjadi Presiden Direktur Net1, ketika dikonfirmasi, membenarkan bahwa Net1 Group sudah menjadi mayoritas sejak 2017. “Tidak mudah menyediakan layanan internet di daerah perdesaan dan pelosok di wilayah Indonesia. Selain tantangan geografis, masyarakat di desa awalnya mengira kami ingin menawarkan pinjaman dan bukan langganan internet,” ungkap dia.
Sementara itu, terkait perubahan entitas perusahaan dari STI kepada PT Net Satu Indonesia, Larry menegaskan, perubahan entitas tersebut sudah menjadi rencana sejak lima tahun lalu, ketika Net1 Internasional Holdings masuk sebagai investor. Proses perubahan nama tersebut membutuhkan waktu dan persetujuan dari berbagai stakeholder.