Pakar: 90% Masalah Keamanan Cyber Karena Faktor Manusia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ternyata 90 persen masalah keamanan cyber terjadi karena faktor manusia. Walaupun sistem keamanan sudah sangat kuat dan aman, tapi jika manusianya sendiri tidak diproteksi maka hasilnya sama saja.
Hal itu disampaikan oleh Senior Enginering Manager Xendit Theo Mitsutama. ”Karena itu, penting untuk membangun budaya keamanan yang kuat,” ujar Theo.
Xendit sendiri merupakan penyedia layanan payment gateway di Indonesia, Filipina, serta Asia Tenggara. Mereka memproses jutaan transaksi setiap bulan, sehingga menaruh perhatian besar pada sisi keamanan.
Menurut Theo, untuk bisa men-tackle sisi manusia yang berperan penting dalam faktor keamanan, memang sangat sulit.
”Latihan keamanan tidak dianggap penting bagi karyawan perusahaan karena dianggap membosankan,” ujar Theo. ”Keamanan sendiri bukan hal mudah dicerna, karena itu penting membuat kemananan lebih mudah dicerna bagi konsumen,” bebernya.
Di Xendit, mereka memiliki program/solusi yang disebut Xendit School of Security.
”Kami menggunakan sistem gamifikasi dalam melakukan pelatihan keamanan kepada karyawan. Misalnya melakukan simulasi phising. Nah, pemenangnya mendapat hadiah menarik seperti voucher. Cara ini kami anggap efektif untuk meningkatkan kesadaran terhadap keamanan siber,” beber Theo.
Selain Xendit School of Security untuk menyamakan pemahaman keamanan di semua karyawan perusahaan, mereka juga memiliki tiga sistem untuk menjaga keamanan transaksi di konsumen mereka.
Pertama adalah XenShield, yakni fitur gratis yang berfungsi melindungi penipuan kartu kredit.
Kedua, pemblokiran transaksi yang mencurigakan. ”Dilihat dari alamat IP pengguna, negara penerbit kartu, serta nomor kartu,” beber Theo.
Ketiga adalah menerapkan berbagai fitur keamanan. Antara lain otentifikasi dengan Multi-factor Authentication (MFA), sidik jari perangkat, PIN, dan IP Whitelist Otorisasi dengan pembatasan akses per user dan per kunci API.
Hal itu disampaikan oleh Senior Enginering Manager Xendit Theo Mitsutama. ”Karena itu, penting untuk membangun budaya keamanan yang kuat,” ujar Theo.
Xendit sendiri merupakan penyedia layanan payment gateway di Indonesia, Filipina, serta Asia Tenggara. Mereka memproses jutaan transaksi setiap bulan, sehingga menaruh perhatian besar pada sisi keamanan.
Menurut Theo, untuk bisa men-tackle sisi manusia yang berperan penting dalam faktor keamanan, memang sangat sulit.
”Latihan keamanan tidak dianggap penting bagi karyawan perusahaan karena dianggap membosankan,” ujar Theo. ”Keamanan sendiri bukan hal mudah dicerna, karena itu penting membuat kemananan lebih mudah dicerna bagi konsumen,” bebernya.
Di Xendit, mereka memiliki program/solusi yang disebut Xendit School of Security.
”Kami menggunakan sistem gamifikasi dalam melakukan pelatihan keamanan kepada karyawan. Misalnya melakukan simulasi phising. Nah, pemenangnya mendapat hadiah menarik seperti voucher. Cara ini kami anggap efektif untuk meningkatkan kesadaran terhadap keamanan siber,” beber Theo.
Selain Xendit School of Security untuk menyamakan pemahaman keamanan di semua karyawan perusahaan, mereka juga memiliki tiga sistem untuk menjaga keamanan transaksi di konsumen mereka.
Pertama adalah XenShield, yakni fitur gratis yang berfungsi melindungi penipuan kartu kredit.
Kedua, pemblokiran transaksi yang mencurigakan. ”Dilihat dari alamat IP pengguna, negara penerbit kartu, serta nomor kartu,” beber Theo.
Ketiga adalah menerapkan berbagai fitur keamanan. Antara lain otentifikasi dengan Multi-factor Authentication (MFA), sidik jari perangkat, PIN, dan IP Whitelist Otorisasi dengan pembatasan akses per user dan per kunci API.
(dan)