Krisis Pangan Dunia Menghadang, Perlu Pembaruan Teknologi Pertanian
loading...
A
A
A
JEMBER - Krisis pangan di masa depan bakal memengaruhi kualitas penduduk dunia. Sejumlah antisipasi pencegahan dilakukan termasuk di bidang teknologi pertanian .
“Dunia saat ini mengalami permasalahan pangan yang miris. Terdapat beberapa data yang diperoleh, Indonesia saat ini menjadi salah satu negara yang mengalami permasalahan pangan," kata Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Kementan RI (BPPSDMP) Dr. Idha Widhi Arsanti, SP., MP., sebagai narasumber International Conferences on Agriculture and Life Sciences (ICALS) 2024 ke-6 di Gedung Auditorium UNEJ, Selasa 30 Juli 2024.
Sebanyak 59 negara mengalami tingkat kelaparan serius dan terdapat 900 juta penduduk di dunia mengalami kelaparan. Di Indonesia, sebut Idha, tecatat 8,5 persen penduduk Indonesia kurang gizi dan lebih dari 30 persen anak mengalami stunting.
Kondisi tersebut, menurutnya, memerlukan sebuah kebijakan tentang peningkatan produksi pangan. Bentuk kebijakan tadi terutama dalam upaya antisipasi darurat pangan untuk mengatasi beberapa masalah pangan yang terjadi di dunia saat ini.
Jika tidak diantisipasi secara dini, maka permasalahan tadi akan berdampak pada konflik sosial dan politik. “Krisis pangan ini merupakan kasus yang sangat penting dan serius. Tidak hanya itu, krisis pangan juga akan berdampak kepada permasalahan sosial dan politik. Kasus ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun telah terjadi juga di luar negeri seperti Amerika,” kata Idha.
Krisis pasokan pangan akan menyebabkan warga pengalami kelaparan. Dampak lanjutannya menimbulkan kerusuhan, serta harga pangan akan menjadi lebih mahal yang berdampak juga pada perekonomian bangsa.
Oleh karena itu Kementerian Pertanian RI merancang program strategis untuk meminimalisasi kasus yang terjadi. Program tersebut di antaranya optimalisasi lahan rawa 400 ribu hektare, pompanisasi sawah tadah hujan 1 juta hektare, transformasi pertanian tradisional menuju modern, pengembangan pertanian modern, peningkatan kompetensi SDM pertanian, penguatan pendampingan penyuluh pertanian serta regenerasi petani.
Program pemerintah tadi memerlukan dukungan penuh dari para akademisi. Bentuknya berupa komitmen kerja sama dengan Fakultas Pertanian dari berbagai universitas di Indonesia untuk menciptakan ide inovatif.
“Dengan adanya konferensi dalam forum seperti ini pasti ada banyak update secara keilmuan scientific, dalam bidang ilmu yang relatif linier. Sehingga kolaborasi ini kedepan agar lebih jauh direalisasikan dalam bentuk kerja real misal dalam bentuk penelitian, produk pertanian, maupun realisasi untuk MBKM bagi adik-adik mahasiswa kita,” kata Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Dr. Fendi Setyawan, S.H., M.H.
Riset bersama di bidang pertanian menjadi investasi jangka panjang bagi negara. Hal tersebut diwujudkan melalui kolaborasi antarkampus, salah satunya tergabung dalam Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian Indonesia (FKPTPI).
Chairman of FKPTPI Eastern Region Ir. Lily Ishak menjelaskan, FKPTPI sebagai forum dengan cakupan wilayah timur, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah bergabung dengan Sulawesi, separuh Kalimantan, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara, Bali dan Papua. Forum ini sebagai wadah untuk bisa mengomunikasikan segala hal terkait kurikulum, program pendidikan pembelajaran, riset, dan kerja sama.
“Saya mengapresiasi kemajuan bidang pertanian. Kami akan melanjutkan konferensi dengan pertemuan forum Dekan dan Wakil Dekan untuk membahas bentuk signifikan kerja sama yang telah dituangkan tadi,” ujar Dekan Fakultas Pertanian Universitas Khairun ini.
Konferensi bidang pertanian ini sekaligus untuk ajang pembaruan keilmuan saintifik atau ilmiah yang relatif linier. Realisasi ke program pertanian pemerintah kemudian diwujudkan dalam bentuk penelitian, produk pertanian,maupun kurikulum ajar bagi mahasiswa fakultas pertanian.
“Dunia saat ini mengalami permasalahan pangan yang miris. Terdapat beberapa data yang diperoleh, Indonesia saat ini menjadi salah satu negara yang mengalami permasalahan pangan," kata Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Kementan RI (BPPSDMP) Dr. Idha Widhi Arsanti, SP., MP., sebagai narasumber International Conferences on Agriculture and Life Sciences (ICALS) 2024 ke-6 di Gedung Auditorium UNEJ, Selasa 30 Juli 2024.
Sebanyak 59 negara mengalami tingkat kelaparan serius dan terdapat 900 juta penduduk di dunia mengalami kelaparan. Di Indonesia, sebut Idha, tecatat 8,5 persen penduduk Indonesia kurang gizi dan lebih dari 30 persen anak mengalami stunting.
Kondisi tersebut, menurutnya, memerlukan sebuah kebijakan tentang peningkatan produksi pangan. Bentuk kebijakan tadi terutama dalam upaya antisipasi darurat pangan untuk mengatasi beberapa masalah pangan yang terjadi di dunia saat ini.
Jika tidak diantisipasi secara dini, maka permasalahan tadi akan berdampak pada konflik sosial dan politik. “Krisis pangan ini merupakan kasus yang sangat penting dan serius. Tidak hanya itu, krisis pangan juga akan berdampak kepada permasalahan sosial dan politik. Kasus ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun telah terjadi juga di luar negeri seperti Amerika,” kata Idha.
Krisis pasokan pangan akan menyebabkan warga pengalami kelaparan. Dampak lanjutannya menimbulkan kerusuhan, serta harga pangan akan menjadi lebih mahal yang berdampak juga pada perekonomian bangsa.
Oleh karena itu Kementerian Pertanian RI merancang program strategis untuk meminimalisasi kasus yang terjadi. Program tersebut di antaranya optimalisasi lahan rawa 400 ribu hektare, pompanisasi sawah tadah hujan 1 juta hektare, transformasi pertanian tradisional menuju modern, pengembangan pertanian modern, peningkatan kompetensi SDM pertanian, penguatan pendampingan penyuluh pertanian serta regenerasi petani.
Program pemerintah tadi memerlukan dukungan penuh dari para akademisi. Bentuknya berupa komitmen kerja sama dengan Fakultas Pertanian dari berbagai universitas di Indonesia untuk menciptakan ide inovatif.
“Dengan adanya konferensi dalam forum seperti ini pasti ada banyak update secara keilmuan scientific, dalam bidang ilmu yang relatif linier. Sehingga kolaborasi ini kedepan agar lebih jauh direalisasikan dalam bentuk kerja real misal dalam bentuk penelitian, produk pertanian, maupun realisasi untuk MBKM bagi adik-adik mahasiswa kita,” kata Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Dr. Fendi Setyawan, S.H., M.H.
Riset bersama di bidang pertanian menjadi investasi jangka panjang bagi negara. Hal tersebut diwujudkan melalui kolaborasi antarkampus, salah satunya tergabung dalam Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian Indonesia (FKPTPI).
Chairman of FKPTPI Eastern Region Ir. Lily Ishak menjelaskan, FKPTPI sebagai forum dengan cakupan wilayah timur, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah bergabung dengan Sulawesi, separuh Kalimantan, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara, Bali dan Papua. Forum ini sebagai wadah untuk bisa mengomunikasikan segala hal terkait kurikulum, program pendidikan pembelajaran, riset, dan kerja sama.
“Saya mengapresiasi kemajuan bidang pertanian. Kami akan melanjutkan konferensi dengan pertemuan forum Dekan dan Wakil Dekan untuk membahas bentuk signifikan kerja sama yang telah dituangkan tadi,” ujar Dekan Fakultas Pertanian Universitas Khairun ini.
Konferensi bidang pertanian ini sekaligus untuk ajang pembaruan keilmuan saintifik atau ilmiah yang relatif linier. Realisasi ke program pertanian pemerintah kemudian diwujudkan dalam bentuk penelitian, produk pertanian,maupun kurikulum ajar bagi mahasiswa fakultas pertanian.
(msf)