Pusat Data Nasional Indonesia Diserang Ransomware, Pelaku Minta Tebusan Rp131 Miliar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 di Surabaya, Jawa Timur, menjadi korban serangan ransomware jenis Branchiper. Pelaku serangan meminta tebusan fantastis sebesar USD8 juta atau setara Rp131,3 miliar untuk memulihkan data yang dienkripsi. Serangan ini berdampak luas, mengganggu layanan ratusan instansi pemerintah di tingkat pusat dan daerah.
Salah satu instansi yang paling terdampak adalah Direktorat Jenderal Imigrasi, yang mengalami gangguan pada layanan keimigrasian seperti izin tinggal, pengurusan visa, dan lainnya.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kementerian Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, mengungkapkan bahwa serangan ini merupakan varian baru ransomware yang memerlukan koordinasi dengan berbagai pihak, baik di dalam maupun luar negeri, untuk mengatasinya.
“Paling terdampak itu imigrasi, karena itu berkitan server. Serangan berdampak pada 210 instansi, baik pusat maupun daerah," kata Samuel di Kantor Kominfo, Jakarta Pusat, Senin (24/6/2024).
Sebagai informasi, Pusat Data Nasional ini dipakai oleh 43 kementerian dan lembaga, sembilan provinsi, 86 kabupaten, dan 24 kota.
Menurut Semuel, data-data yang tersebar di dark web setelah serangan ini sebagian besar adalah data lama dari beberapa instansi. Namun, penyelidikan lebih lanjut masih dilakukan untuk memastikan tidak ada data sensitif yang bocor.
Sementara itu, Polri sedang melakukan investigasi untuk mengidentifikasi dan menangkap pelaku serangan ransomware ini. BSSN juga terus memantau dark web untuk melacak aktivitas pelaku dan mencegah penyebaran data lebih lanjut.
Kejadian ini juga menyoroti pentingnya memiliki sistem keamanan yang kuat, melakukan backup data secara teratur, dan mengedukasi pengguna tentang praktik keamanan siberyangbaik.
Dampak Luas Serangan Ransomware
Serangan ransomware ini terdeteksi pada 20 Juni 2024 dini hari dan langsung berdampak pada 210 instansi pemerintah, termasuk kementerian, lembaga, provinsi, kabupaten, dan kota.Salah satu instansi yang paling terdampak adalah Direktorat Jenderal Imigrasi, yang mengalami gangguan pada layanan keimigrasian seperti izin tinggal, pengurusan visa, dan lainnya.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kementerian Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, mengungkapkan bahwa serangan ini merupakan varian baru ransomware yang memerlukan koordinasi dengan berbagai pihak, baik di dalam maupun luar negeri, untuk mengatasinya.
“Paling terdampak itu imigrasi, karena itu berkitan server. Serangan berdampak pada 210 instansi, baik pusat maupun daerah," kata Samuel di Kantor Kominfo, Jakarta Pusat, Senin (24/6/2024).
Sebagai informasi, Pusat Data Nasional ini dipakai oleh 43 kementerian dan lembaga, sembilan provinsi, 86 kabupaten, dan 24 kota.
Data Penting Terancam Bocor
Pusat Data Nasional menyimpan banyak data penting dari berbagai instansi pemerintah, menjadikannya target yang menggiurkan bagi para pelaku kejahatan siber. Hal ini menjelaskan mengapa pelaku meminta tebusan dengan jumlah yang sangat besar.Menurut Semuel, data-data yang tersebar di dark web setelah serangan ini sebagian besar adalah data lama dari beberapa instansi. Namun, penyelidikan lebih lanjut masih dilakukan untuk memastikan tidak ada data sensitif yang bocor.
Upaya Pemulihan dan Investigasi
Kementerian Kominfo, bersama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Polri, PT Telkom, dan kementerian/lembaga terkait, sedang bekerja keras untuk memulihkan sistem dan layanan yang terdampak. Prioritas utama adalah mengembalikan layanan imigrasi yang sangat penting bagi masyarakatSementara itu, Polri sedang melakukan investigasi untuk mengidentifikasi dan menangkap pelaku serangan ransomware ini. BSSN juga terus memantau dark web untuk melacak aktivitas pelaku dan mencegah penyebaran data lebih lanjut.
Pelajaran Penting dari Serangan Ransomware
Serangan ransomware terhadap Pusat Data Nasional ini menjadi pengingat penting akan kerentanan sistem informasi pemerintah terhadap ancaman siber.Kejadian ini juga menyoroti pentingnya memiliki sistem keamanan yang kuat, melakukan backup data secara teratur, dan mengedukasi pengguna tentang praktik keamanan siberyangbaik.
(dan)