Kenapa All Eyes on Rafah Viral di Media Sosial? Begini Dampak Positif Penggunaan AI

Kamis, 30 Mei 2024 - 17:25 WIB
loading...
Kenapa All Eyes on Rafah...
Seruan All Eyes on Rafah viral di media sosial setelah dibagikan ulang lebih dari 46 juta kali di tengah serangan militer Israel terhadap Rafah di Gaza. Foto/domusweb/moustique
A A A
RAFAH - Seruan All Eyes on Rafah viral di media sosial setelah dibagikan ulang lebih dari 46 juta kali di tengah serangan militer Israel terhadap Rafah di Gaza.

Sebuah gambar dengan teks All Eyes on Rafah viral ada di setiap Instagram Stories lainnya, mendominasi wacana media sosial mengenai perang Israel di Gaza.

Seruan All Eyes on Rafah viral atau secara umum berarti “Semua mata tertuju pada Rafah” adalah gambar yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dengan slogan meminta perhatian terhadap situasi di Rafah. Kota ini berada paling selatan di Jalur Gaza dekat perbatasan dengan Mesir.

Sebelum 7 Oktober 2023, Kota Rafah yang luasnya hanya 64 km persegi ini sudah kelebihan penduduk. Mereka dilanda kemiskinan dan kondisi kehidupan yang buruk akibat blokade Israel selama 17 tahun.



Namun setelah Israel secara paksa mengusir warga Palestina dari Gaza utara dan tengah ke arah selatan, populasi Rafah meningkat lima kali lipat dalam hitungan bulan menjadi sekitar 1,5 juta jiwa.

Pada Februari 2024, sekitar setengah dari 2,3 juta penduduk Gaza telah dipindahkan ke Rafah ketika Israel mengatakan pihaknya berencana melancarkan operasi darat ke wilayah itu. Pengumuman itu dikecam di seluruh dunia.

Termasuk, Richard “Rik” Peeperkorn, perwakilan WHO untuk Gaza dan Tepi Barat. Dia mengatakan “semua mata” (all eyes) tertuju pada serangan Rafah yang akan datang.

Ameera Kawash, seorang seniman dan peneliti Palestina-Irak-Amerika yang tinggal di Inggris, kepada Al Jazeera mengatakan bahwa slogan All Eyes on Rafah kemungkinan besar berasal dari pernyataan Peeperkorn itu.

Kawash yang karyanya mengeksplorasi dampak AI pada kehidupan dan narasi orang Palestina, menambahkan bahwa sejak itu slogan tersebut muncul di poster protes dan postingan media sosial lainnya.



Gambar yang dihasilkan AI menunjukkan pemandangan udara dari sebuah kamp yang ditata dalam barisan tenda, terletak di antara puncak bersalju. Di tengahnya, beberapa tenda berwarna lebih terang disusun dengan tulisan All eyes on Rafah.

Langit biru cerah dengan awan bola kapas menjadi latar belakangnya. Badan pengecekan fakta Al Jazeera di Sanad mengonfirmasi bahwa gambar tersebut dihasilkan menggunakan alat kecerdasan buatan (AI). Ada tanda-tanda AI, seperti termasuk pengulangan dan susunan tenda yang simetris.
Kenapa All Eyes on Rafah Viral di Media Sosial? Begini Dampak Positif Penggunaan AI


Instagram story pertama yang menggunakan gambar tersebut diposting pada Senin 27 Mei 2024 oleh pengguna akun @shahv4012. Al Jazeera tidak dapat memastikan apakah pengguna ini yang membuat gambar tersebut.

Namun pengguna tersebut berkomentar di Instagram Stories, “bahwa mereka meminta maaf jika banyak orang tidak ‘puas’ dengan gambar tersebut dan terus menyebarkan berita untuk menghentikan apa yang terjadi di Rafah,” kata Kawash.

Selain Instagram, gambar tersebut juga telah dibagikan ulang di X. Gambar tersebut menarik lebih banyak perhatian dibandingkan foto-foto lain tentang Rafah atau Gaza.



Salah satu alasannya, gambar tersebut dibagikan menggunakan fitur "Add Yours" di Instagram, yang memungkinkan pengguna memposting ulang dalam hitungan detik tanpa harus mencari gambar.

Selain itu, gambar tersebut dihasilkan oleh AI, sehingga bisa lolos dari sensor apa pun berdasarkan kata kunci, dan membantu penyebarannya secara eksplosif. “Templat yang dihasilkan AI tampaknya telah lolos deteksi kata kunci atau sensor berbasis teks,” kata Kawash.

Kawash menjelaskan, gambar yang dihasilkan AI ini juga merupakan cara mudah bagi selebriti dan influencer untuk membicarakan perang yang belum pernah suarakan sebelumnya.

Gambar AI dinilai lebih cocok bagi sebagian orang atau pengguna media sosial dibandingkan foto asli Gaza, yang terlihat gamblang dan sering kali menampilkan darah, mayat, dan kekerasan.



“Saya percaya viralnya gambar ini sebagian besar karena kontras dengan gambaran visual perang yang biasa ditampilkan,” Eddy Borges -Rey, profesor di Universitas Northwestern di Qatar, kepada Al Jazeera.

Borges-Rey menuturkan penggunaan gambar hasil AI ini membuat algoritma pada platform seperti Meta (Facebook dan Instagram), yang dirancang untuk memfilter kekerasan grafis, tidak mendeteksi gambar ini.

“(Gambar) Ini tidak seperti gambar perang yang sebenarnya, yang mungkin dibatasi atau dihapus karena kebijakan konten. Jadi gambar yang dihasilkan AI ini dapat menyebar lebih bebas, sehingga berkontribusi terhadap viralitasnya yang cepat,” ujar Borges-Rey.
(wib)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1400 seconds (0.1#10.140)