Selandia Baru Tuduh China Otak di Balik Serangan Siber
loading...
A
A
A
OSLO - Selandia Baru, pada Selasa (26/3) menegaskan operasi peretasan yang disponsori negara China menarget parlemen Selandia Baru pada tahun 2021.
BACA JUGA -Tangkal Serangan Siber, BSSN Bentuk Tim Tanggap Insiden Siber
Tuduhan itu muncul sehari setelah Amerika Serikat dan Inggris mengambil tindakan sebagai tanggapan atas serangan siber oleh kelompok peretas yang didukung China.
Biro Keamanan Komunikasi Pemerintah (Government Communications Security Bureau /GCSB) Selandia Baru mengatakan pihaknya mengaitkan aktivitas siber jahat terhadap parlemen negara itu dengan kelompok Advanced Persistent Threat 40, yang menurut GCSB terkait dengan Kementerian Keamanan Negara China.
“Penggunaan operasi spionase melalui dunia maya untuk mengganggu lembaga dan proses demokrasi di mana pun tidak dapat diterima,” kata Judith Collins, menteri yang bertanggung jawab untuk GCSB dalam sebuah pernyataan seperti dilansir dari Telegraf, Kamis (28/3/2024).
Kedutaan Besar China di Wellington menolak tuduhan Selandia Baru itu dan menyebutnya “tidak berdasar dan tidak bertanggung jawab.”
Pihak berwenang Amerika dan Inggris mengumumkan tuntutan pidana dan sanksi pada hari Senin (25/3) terhadap tujuh peretas yang diyakini tinggal di China dan terkait dengan pemerintah China.
Operasi tersebut dilakukan oleh kelompok peretas yang disebut Advanced Persistent Threat 31, atau APT31, sebuah operasi ekstensif yang didukung negara China yang menarget pejabat AS, jurnalis, perusahaan, aktivis pro-demokrasi, dan pemantau pemilu Inggris.
Kampanye tersebut, yang dimulai pada tahun 2010, berupaya untuk memata-matai dan mengintimidasi tokoh politik tingkat tinggi dan kritikus pemerintah China.
Aksi peretasan ini juga dimaksudkan untuk mengumpulkan rahasia dagang dari perusahaan-perusahaan Amerika.
Lihat Juga: Siapa Hana-Rawhiti Kareariki Maipi-Clarke? Anggota DPR Selandia Baru yang Protes dengan Menari Haka
BACA JUGA -Tangkal Serangan Siber, BSSN Bentuk Tim Tanggap Insiden Siber
Tuduhan itu muncul sehari setelah Amerika Serikat dan Inggris mengambil tindakan sebagai tanggapan atas serangan siber oleh kelompok peretas yang didukung China.
Biro Keamanan Komunikasi Pemerintah (Government Communications Security Bureau /GCSB) Selandia Baru mengatakan pihaknya mengaitkan aktivitas siber jahat terhadap parlemen negara itu dengan kelompok Advanced Persistent Threat 40, yang menurut GCSB terkait dengan Kementerian Keamanan Negara China.
“Penggunaan operasi spionase melalui dunia maya untuk mengganggu lembaga dan proses demokrasi di mana pun tidak dapat diterima,” kata Judith Collins, menteri yang bertanggung jawab untuk GCSB dalam sebuah pernyataan seperti dilansir dari Telegraf, Kamis (28/3/2024).
Kedutaan Besar China di Wellington menolak tuduhan Selandia Baru itu dan menyebutnya “tidak berdasar dan tidak bertanggung jawab.”
Pihak berwenang Amerika dan Inggris mengumumkan tuntutan pidana dan sanksi pada hari Senin (25/3) terhadap tujuh peretas yang diyakini tinggal di China dan terkait dengan pemerintah China.
Operasi tersebut dilakukan oleh kelompok peretas yang disebut Advanced Persistent Threat 31, atau APT31, sebuah operasi ekstensif yang didukung negara China yang menarget pejabat AS, jurnalis, perusahaan, aktivis pro-demokrasi, dan pemantau pemilu Inggris.
Kampanye tersebut, yang dimulai pada tahun 2010, berupaya untuk memata-matai dan mengintimidasi tokoh politik tingkat tinggi dan kritikus pemerintah China.
Aksi peretasan ini juga dimaksudkan untuk mengumpulkan rahasia dagang dari perusahaan-perusahaan Amerika.
Lihat Juga: Siapa Hana-Rawhiti Kareariki Maipi-Clarke? Anggota DPR Selandia Baru yang Protes dengan Menari Haka
(wbs)