Mengenal Fenomena Otak Popcorn, Imbas Media Sosial yang Berbahaya

Sabtu, 17 Februari 2024 - 08:29 WIB
loading...
Mengenal Fenomena Otak Popcorn, Imbas Media Sosial yang Berbahaya
Fenomena otak popcorn belakangan banyak terjadi terutama di kalangan anak muda. (Foto: AP)
A A A
JAKARTA - Fenomena otak popcorn belakangan banyak terjadi terutama di kalangan anak muda yang lekat dengan media sosial dalam kesehariannya. Otak popcorn merujuk pada kecenderungan perhatian untuk berpindah dan melompat dari satu hal ke hal lain dengan cepat, seperti biji jagung yang meletup-letup di dalam kantong popcorn.

Para ahli memperingatkan tentang masalah medis baru ini yang disebabkan oleh terlalu sering menggulir di media sosial.

Sebuah studi yang diterbitkan di Nature Communications pada tahun 2019 mengungkapkan ketahanan perhatian kolektif orang semakin pendek, karena konsumsi cepat media sosial. Fenomena dalam dunia psikologi ini pertama kali dirumuskan oleh peneliti iSchool David Levy pada tahun 2011.

"Ini mengondisikan otak kita untuk terbiasa dan mengharapkan gangguan yang sering dan pemenuhan keinginan yang segera. Sebagai hasilnya, aktivitas yang membutuhkan konsentrasi berkelanjutan seperti membaca, proyek kerja, atau percakapan tatap muka menjadi lebih sulit," kata Dr. Daniel Glazer dilansir dari Standard.co.uk, Sabtu (17/2/2024).



Meskipun bukan kondisi medis resmi, otak popcorn menggambarkan pola perilaku yang memicu dopamin di otak. Otak popcorn mengacu pada sejumlah gejala, di antaranya:

- Ketahanan perhatian yang berkurang
- Kesulitan berkonsentrasi pada tugas-tugas untuk jangka waktu yang lama
- Kebutuhan konstan akan stimulasi
- Gelisah saat tidak terlibat dengan media digital
- Tantangan dalam mengelola waktu secara efektif karena gangguan yang sering

Sejumlah pihak telah menyatakan kekhawatiran bahwa kondisi ini semakin sering muncul pada orang saat media sosial menjadi lebih cepat, dengan aliran informasi konstan dan algoritma yang disesuaikan untuk membuat pengguna terus menggulir.



Platform seperti TikTok , yang menyampaikan informasi dalam bentuk video klip pendek, dilaporkan menyebabkan masalah retensi perhatian, membuat sulit untuk fokus. Menurut penelitian oleh psikolog, Gloria Mark, selama dua dekade terakhir, ketahanan perhatian rata-rata menurun menjadi sekitar 47 detik.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini dan membantu mengembalikan ketahanan perhatian menjadi normal. Yaitu, membatasi penggunaan media sosial dan menggantinya dengan tugas yang kurang merangsang, meditasi atau berolahraga, istirahat secara teratur, dan berhenti melakukan banyak tugas sehingga dapat fokus pada satu hal pada satu waktu.
(msf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.9744 seconds (0.1#10.140)