Penanganan Bencana Dadakan Butuh Solusi Teknologi Terintegrasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ada satu pelajaran yang dapat ditarik dari pandemik COVID-19 di dunia, bahkan di Indonesia. Pelajaran itu adalah, musibah ini menjadi pengingat bahwa masih ada krisis kesehatan masyarakat yang tidak dapat diprediksi atau dikendalikan oleh manusia. (Baca juga: Jika Uji Klinis Vaksin Sinovac Gagal, Ini Langkah Bio Farma )
"Bencana itu (virus Corona) datang tanpa aba-aba. COVID-19 bukan yang pertama, juga bukan yang terakhir. Ini membutuhkan komitmen sumber daya dan perawatan kesehatan skala besar dan jangka panjang," kata James Woo APAC Healthcare Practice Lead untuk Zebra saat menjelaskan solusi berteknologi tinggi untuk mengantisipasi musibah, khususnya kesehatan, yang bisa datang secara tiba-tiba.
Woo mengingatkan, COVID-19 bukan satu-satunya kejadian luar biasa yang menantang sistem healthcare dunia atau rantai pasokan di seluruh dunia saat ini. Indonesia sendiri tercatat sebagai negara besar dengan ribuan pulau yang masih banyak ditutupi hutan hujan. "Ini mengindikasikan masih ada berbagai penyakit seperti malaria, dengue, termasuk bencana alam karena posisi geografisnya. Lalu Maret lalu, COVID-19 terjadi di sini dan angka confirmed case-nya terus bertambah," ujarnya.
Di sinilah pentingnya kecukupan critical care space atau tempat tidur di ICU. Sebab, pasien COVID-19 itu sangat membutuhkan penanganan, khususnya ketika mereka mengalami gangguan pernafasan. Jadi kalau sebuah negara tidak siap dan tiba-tiba banyak pasien merangsek ke rumah sakit, tak peduli itu confirmed atau belum confirmed, itu akan menyulitkan dan merepotkan para dokter dan perawat.
Penggunaan teknologi adalah multiplier pertama yang membuat penanganan medis menjadi lebih efisien dan lebih baik. Teknologi bisa mempermudah komunikasi antara dokter maupun antara dokter dan perawat tanpa harus berpindah tempat dari poin A ke poin B lalu ke poin C dan sebagainya.
Dijelaskan Woo, COVID-19 dan berbagai bencana alam memaksa kita mengadopsi teknologi dengan lebih cepat, terutama teknologi seperti telemedicine. Saat pandemik, banyak pasien datang, jumlahnya tiga kali lipat, empat kali lipat dari biasanya. Imbasnya terjadi kekurangan peralatan ICU, kekurangan ventilator.
"Padahal ada banyak pasien yang mesti ditenangkan, diselamatkan, tapi medical supply kurang karena memang jumlahnya tak cukup. Kalau inventory alat-alat dan medical supply tak dikelola dengan baik, bisa membahayakan nyawa pasien. Pada masa pandemik ini keterbatasan suplai telah mengguncang seluruh dunia sehingga ada negara yang harus memproduksinya di negara lain," paapr Woo.
Di status pandemik ini, Indonesia juga bisa kekurangan tenaga medis karena jumlah pasien melonjak. Satu dua hari mungkin masih bisa ditangani oleh tenaga medis yang terbatas. "Tapi lebih dari tiga hari, empat hari, mereka akan kelelahan, mereka bekerja terlalu berlebihan. Sehingga bisa saja melakukan kesalahan dalam pengobatan karena terlalu lelah," ujarnya mengingarkan.
Nah dengan teknologi sebagai force multiplier, kita bisa membantu para perawat, dokter, dan para garda terakhir dalam melawan COVID-19 ini untuk mengelola arus/aliran pasien. "Di sinilah teknologi Zebra Technologies berperan. Zebra memiliki Barcode scanners, Thermal dan mobile printers, Wristbands, Clinical smartphones dengan built-in barcode scanners, dan Real Time Location System (RTLS) atau solusi sejenis seperti RFID, BLE, dan sebagainya," beber Woo.
Dia mengingatkan, industri kesehatan perlu mulai berinvestasi dalam solusi teknologi yang memungkinkan mereka mendigitalisasi alur kerja, menyesuaikan proses, menerapkan kebijakan baru, meningkatkan aksesibilitas data, dan dengan cepat meningkatkan atau menurunkan skala operasi sesuai kebutuhan.
Sebab, kilah dia, teknologi dapat membantu untuk mengidentifikasi pasien melalui wristband yang berfungsi sebagai landasan penting untuk keselamatan pasien selama tinggal di rumah sakit.
Teknologi juga menciptakan kolaborasi dengan mobile device yang cerdas berkemampuan komunikasi suara, teks, dan email untuk memfasilitasi pendekatan kolaboratif multi-disiplin untuk pengobatan kasus-kasus rumit serta pasien yang menua, menghasilkan perawatan yang lebih baik bagi pasien selama situasi darurat.
"Teknologi perlu untuk melacak aset penting: RTLS yang menggunakan teknologi RFID, dikombinasikan dengan mobile computer dan pemindai, memungkinkan staf untuk segera menemukan dan menggunakan kembali peralatan dan persediaan terbatas secara real time," tandasnya.
Kemampuan seperti itu terbukti sangat berharga dalam situasi hidup atau mati atau dalam fasilitas yang penuh sesak. Lalu teknologi akan membantu manajemen inventaris untuk identifikasi dan pelaporan kekurangan pasokan secara otomatis.
"Bencana itu (virus Corona) datang tanpa aba-aba. COVID-19 bukan yang pertama, juga bukan yang terakhir. Ini membutuhkan komitmen sumber daya dan perawatan kesehatan skala besar dan jangka panjang," kata James Woo APAC Healthcare Practice Lead untuk Zebra saat menjelaskan solusi berteknologi tinggi untuk mengantisipasi musibah, khususnya kesehatan, yang bisa datang secara tiba-tiba.
Woo mengingatkan, COVID-19 bukan satu-satunya kejadian luar biasa yang menantang sistem healthcare dunia atau rantai pasokan di seluruh dunia saat ini. Indonesia sendiri tercatat sebagai negara besar dengan ribuan pulau yang masih banyak ditutupi hutan hujan. "Ini mengindikasikan masih ada berbagai penyakit seperti malaria, dengue, termasuk bencana alam karena posisi geografisnya. Lalu Maret lalu, COVID-19 terjadi di sini dan angka confirmed case-nya terus bertambah," ujarnya.
Di sinilah pentingnya kecukupan critical care space atau tempat tidur di ICU. Sebab, pasien COVID-19 itu sangat membutuhkan penanganan, khususnya ketika mereka mengalami gangguan pernafasan. Jadi kalau sebuah negara tidak siap dan tiba-tiba banyak pasien merangsek ke rumah sakit, tak peduli itu confirmed atau belum confirmed, itu akan menyulitkan dan merepotkan para dokter dan perawat.
Penggunaan teknologi adalah multiplier pertama yang membuat penanganan medis menjadi lebih efisien dan lebih baik. Teknologi bisa mempermudah komunikasi antara dokter maupun antara dokter dan perawat tanpa harus berpindah tempat dari poin A ke poin B lalu ke poin C dan sebagainya.
Dijelaskan Woo, COVID-19 dan berbagai bencana alam memaksa kita mengadopsi teknologi dengan lebih cepat, terutama teknologi seperti telemedicine. Saat pandemik, banyak pasien datang, jumlahnya tiga kali lipat, empat kali lipat dari biasanya. Imbasnya terjadi kekurangan peralatan ICU, kekurangan ventilator.
"Padahal ada banyak pasien yang mesti ditenangkan, diselamatkan, tapi medical supply kurang karena memang jumlahnya tak cukup. Kalau inventory alat-alat dan medical supply tak dikelola dengan baik, bisa membahayakan nyawa pasien. Pada masa pandemik ini keterbatasan suplai telah mengguncang seluruh dunia sehingga ada negara yang harus memproduksinya di negara lain," paapr Woo.
Di status pandemik ini, Indonesia juga bisa kekurangan tenaga medis karena jumlah pasien melonjak. Satu dua hari mungkin masih bisa ditangani oleh tenaga medis yang terbatas. "Tapi lebih dari tiga hari, empat hari, mereka akan kelelahan, mereka bekerja terlalu berlebihan. Sehingga bisa saja melakukan kesalahan dalam pengobatan karena terlalu lelah," ujarnya mengingarkan.
Nah dengan teknologi sebagai force multiplier, kita bisa membantu para perawat, dokter, dan para garda terakhir dalam melawan COVID-19 ini untuk mengelola arus/aliran pasien. "Di sinilah teknologi Zebra Technologies berperan. Zebra memiliki Barcode scanners, Thermal dan mobile printers, Wristbands, Clinical smartphones dengan built-in barcode scanners, dan Real Time Location System (RTLS) atau solusi sejenis seperti RFID, BLE, dan sebagainya," beber Woo.
Dia mengingatkan, industri kesehatan perlu mulai berinvestasi dalam solusi teknologi yang memungkinkan mereka mendigitalisasi alur kerja, menyesuaikan proses, menerapkan kebijakan baru, meningkatkan aksesibilitas data, dan dengan cepat meningkatkan atau menurunkan skala operasi sesuai kebutuhan.
Sebab, kilah dia, teknologi dapat membantu untuk mengidentifikasi pasien melalui wristband yang berfungsi sebagai landasan penting untuk keselamatan pasien selama tinggal di rumah sakit.
Teknologi juga menciptakan kolaborasi dengan mobile device yang cerdas berkemampuan komunikasi suara, teks, dan email untuk memfasilitasi pendekatan kolaboratif multi-disiplin untuk pengobatan kasus-kasus rumit serta pasien yang menua, menghasilkan perawatan yang lebih baik bagi pasien selama situasi darurat.
"Teknologi perlu untuk melacak aset penting: RTLS yang menggunakan teknologi RFID, dikombinasikan dengan mobile computer dan pemindai, memungkinkan staf untuk segera menemukan dan menggunakan kembali peralatan dan persediaan terbatas secara real time," tandasnya.
Kemampuan seperti itu terbukti sangat berharga dalam situasi hidup atau mati atau dalam fasilitas yang penuh sesak. Lalu teknologi akan membantu manajemen inventaris untuk identifikasi dan pelaporan kekurangan pasokan secara otomatis.