Apakah Instagram Mendukung Israel? Cek Deretan Faktanya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pertanyaan sederhana apakah Instagram mendukung Israel belakangan mengemuka di tengah masyarakat, terutama yang bersimpati atas perjuangan Palestina membebaskan diri dari penjajahan serta krisis kemanusiaan di Gaza.
Pertanyaan ini bermula dari konflik Israel dan Palestina yang tak hanya terjadi di dunia nyata, tapi juga meluas ke sosial media, sebagai bagian pertarungan informasi memperebutkan simpati publik. Platform sosial media seperti X, Instagram, Meta, TikTok banjir konten-konten terkait Israel, Hamas dan Palestina.
Belakangan, atas nama pemberangusan hoaks, keamanan, pembersihan konten-konten bernuansa kekerasan serta alasan lain, banyak akun-akun pro perjuangan Palestina tak bisa diakses, kena shadow banned, disensor, serta pembatasan-pembatasan serupa. Pemilik platform sosial media, termasuk Meta, ramai-ramai membantah melakukan hal itu, namun ada sederet fakta lain.
Peristiwa ini bermula dari laporan salah seorang pengguna Instagram @khanman1996. Dia keberatan lantaran akun bio-nya yang mencantumkan kata Palestina, bendera Palestina dan kata Alhamdulillah, diterjemahkan otomatis sebagai teroris Palestina oleh Instagram.
Meta pun meminta maaf atas insiden ini. “Kami sungguh-sungguh meminta maaf atas kejadian ini,” kata juru bicara Meta kepada Gizmodo, Sabtu (21/10/2023). Meta pun berjanji memperbaiki masalah terjemahan bahasa Arab yang tidak pantas tadi.
Kepada Aljazeera, seorang manajer pemasaran dari Brussels, beberapa waktu lalu, curiga umpan postingannya tentang Palestina di Instagram Stories turun tajam. "Saya memiliki sekitar 800 pengikut, dan biasanya saya mendapatkan 200 tayangan untuk satu cerita. Tapi ketika saya mulai memposting tentang Palestina, saya perhatikan tayangan saya menurun." Padahal, kata dia, ceritanya tidak mengandung gambar grafis atau mengandung ujaran kebencian.
Pengguna Instagram lainnya, seorang insinyur mesin berusia 29 tahun dari India yang juga meminta anonimitas, melihat cerita Instagram-nya tentang protes di Los Angeles dan San Francisco tidak mendapatkan satu tayangan pun bahkan setelah satu jam. "Itu tidak biasa," katanya. Lalu dia memposting foto selfie, yang mendapatkan keterlibatan biasa seperti yang biasa dia dapatkan.
Pengguna lain mengalami pengalaman serupa dan mengeluh di platform media sosial itu sendiri. "Setelah memposting cerita Instagram tentang perang di Gaza kemarin, akun saya di-sensor," kata jurnalis pemenang Pulitzer Azmat Khan di X.
Penulis Pakistan Fatima Bhutto juga mengatakan Instagram menyensornya dan membatasi komentar serta tayangan cerita. "Saya belajar begitu banyak tentang bagaimana demokrasi dan teknologi besar bekerja sama untuk menekan informasi selama perang ilegal yang tidak dapat mereka buat persetujuan untuk," katanya di X.
Dalam sebuah video yang diunggah ke Instagram, dia mengatakan kiriman-kirimannya tidak muncul di umpan pengikutnya di platform itu.
Ameer Al-Khatahtbeg, pendiri dan editor-in-chief dari Muslim, situs berita yang fokus pada isu-isu Muslim, melihat kiriman dari publikasi tersebut mencapai jauh lebih sedikit orang di Instagram dalam beberapa hari terakhir, turun dari 1,2 juta sebelum dimulainya perang, menjadi sedikit lebih dari 160.000 seminggu setelah perang dimulai.
"Bentuk sensor terbesar yang diimplementasikan adalah terhadap akun apa pun yang menyebutkan kata kunci seperti ' Palestina ', 'Gaza', 'Hamas', bahkan 'Al Quds' & 'Jerusalem' dalam cerita dan kiriman Instagram bersama dengan hashtag seperti #FreePalestine, dan #IStandWithPalestine," kata Al-Khatahtbeg kepada Al Jazeera.
Muslim bukan satu-satunya publikasi yang menuduh platform media sosial melakukan sensor. Jaringan Berita Quds berbasis di Palestina memposting di X bahwa halaman Facebook-nya ditangguhkan oleh Meta.
Dalam unggahan di X pada 15 Oktober, juru bicara Meta, Andy Stone, menyalahkan penurunan jangkauan kiriman pada bug. "Bug ini mempengaruhi akun secara merata di seluruh dunia dan tidak ada hubungannya dengan materi konten - dan kami memperbaikinya sesegera mungkin," tulis Stone.
Ketika ditanya tentang tuduhan shadowbanning, Stone mengarahkan Al Jazeera ke pos blog yang dipublikasikan oleh Meta yang menyoroti upaya menangani informasi yang salah terkait perang Israel-Hamas. Postingan itu mengatakan pengguna yang tidak setuju dengan keputusan moderasi perusahaan dapat mengajukan banding.
Instagram menghapus unggahan tentang Masjid al-Aqsa, setelah secara keliru menandainya sebagai terkait dengan organisasi teroris, menurut laporan BuzzFeed News. Bahkan beberapa postingan dengan tagar #alAqsa yang merujuk pada masjid di Yerusalem tersebut juga terkena kebijakan perusahaan untuk memoderasi konten berbahaya.
Instagram memberi tahu beberapa pengguna yang postingannya dengan tagar tersebut diblokir karena kontennya terkait dengan kekerasan atau organisasi berbahaya. Salah satu postingan tersebut adalah infografis yang menjelaskan kekerasan yang sedang terjadi di Israel dan wilayah Palestina.
Instagram telah meminta maaf kepada supermodel Bella Hadid, setelah dia mengkritik platform media sosial tersebut karena menghapus postingan yang memperlihatkan foto paspor ayahnya dengan tempat lahirnya tertulis Palestina.
Menurut Page Six, sebuah outlet berita berbasis di Amerika Serikat, juru bicara perusahaan induk Instagram, Facebook, mengatakan foto tersebut seharusnya tidak dihapus. "Untuk melindungi privasi komunitas kami, kami tidak memperbolehkan orang memposting informasi pribadi, seperti nomor paspor, di Instagram. Dalam kasus ini, nomor paspor sudah diberi blur, sehingga konten ini seharusnya tidak dihapus," kata juru bicara tersebut. "Kami telah mengembalikan kontennya dan meminta maaf kepada Bella atas kesalahan tersebut."
Akun Eye on Palestine (@eye.on.palestine), yang memiliki lebih dari 6 juta pengikut dan populer di kalangan pendukung Palestina, tidak dapat diakses pada Kamis 26 Oktober 2023. Akun cadangan resmi, @eye.on.palestine2, yang belakangan dibuat untuk menghindari shadowbanning juga menjadi gelap. Kedua akun tersebut juga tidak dapat diakses di Facebook dan Threads.
Awalnya, Meta melalui juru bicaranya, Andy Stone, mengatakan sengaja menonaktifkan akun-akun tersebut karena kekhawatiran keamanan. Kemudian Meta mengaku telah berhasil menghubungi administrator akun dan menyatakan akun-akun tersebut dapat diaktifkan kembali. "Kami tidak menonaktifkan akun-akun ini karena konten apa pun yang mereka bagikan," kilahnya dikutip dari The Guardian.
Dalam kesempatan berbeda, Meta juga menyatakan telah menghapus lebih dari 150 akun Facebook dan Instagram yang diyakini terkait dengan kelompok militan Palestina , Hamas .
"Kami menghapus 141 akun Facebook, 79 Halaman, 13 Grup, dan 21 akun Instagram dari Jalur Gaza di Palestina yang terutama menargetkan orang-orang di Palestina, dan pada tingkat yang jauh lebih rendah di Mesir dan Israel," tulis Meta dalam Adversarial Threat Report bulanannya, dikutip dari i24news.tv, Jumat (3/12/2021).
CEO Meta Mark Zuckerberg mengutuk serangan Badai Al Aqsha oleh Hamas. ''Serangan teroris oleh Hamas adalah kejahatan murni. Tidak pernah ada pembenaran untuk melakukan tindakan terorisme terhadap orang-orang yang tidak bersalah,'' ujarnya dalam Instagram Story, beberapa waktu lalu.
Menanggapi postingannya, akun resmi Israel di X berterima kasih kepadanya sambil membagikan tangkapan layar dari pesannya. ''Terima kasih @Meta.''
The Guardian melaporkan bahwa fungsi WhatsApp, yang menghasilkan gambar berdasarkan permintaan pengguna, menampilkan gambar pistol atau anak laki-laki memegang senjata ketika pencarian menggunakan istilah "Palestina", "Palestina", atau "Anak Muslim Palestina" dimasukkan.
Secara keseluruhan, Koalisi Hak Digital Palestina menyatakan konten Palestina masih “dimoderasi secara berlebihan” di platform Meta.
Mereka pun menyerukan Meta untuk merilis audit komprehensif terhadap semua kumpulan data yang digunakan untuk pelatihan AI dalam moderasi konten. Mereka juga menuntut penyelidikan atas kejadian terkini terkait model AI Meta. “Perusahaan berisiko tidak hanya kehilangan kepercayaan masyarakat Palestina, namun juga merusak kredibilitasnya di dunia Arab.”
Pertanyaan ini bermula dari konflik Israel dan Palestina yang tak hanya terjadi di dunia nyata, tapi juga meluas ke sosial media, sebagai bagian pertarungan informasi memperebutkan simpati publik. Platform sosial media seperti X, Instagram, Meta, TikTok banjir konten-konten terkait Israel, Hamas dan Palestina.
Belakangan, atas nama pemberangusan hoaks, keamanan, pembersihan konten-konten bernuansa kekerasan serta alasan lain, banyak akun-akun pro perjuangan Palestina tak bisa diakses, kena shadow banned, disensor, serta pembatasan-pembatasan serupa. Pemilik platform sosial media, termasuk Meta, ramai-ramai membantah melakukan hal itu, namun ada sederet fakta lain.
Berikut deretan peristiwa yang memunculkan pertanyaan apakah Instagram mendukung Israel?
1. Instagram Sebut orang Palestina teroris
Peristiwa ini bermula dari laporan salah seorang pengguna Instagram @khanman1996. Dia keberatan lantaran akun bio-nya yang mencantumkan kata Palestina, bendera Palestina dan kata Alhamdulillah, diterjemahkan otomatis sebagai teroris Palestina oleh Instagram.
Meta pun meminta maaf atas insiden ini. “Kami sungguh-sungguh meminta maaf atas kejadian ini,” kata juru bicara Meta kepada Gizmodo, Sabtu (21/10/2023). Meta pun berjanji memperbaiki masalah terjemahan bahasa Arab yang tidak pantas tadi.
2. Banyak Unggahan Pro Palestina Disensor
Kepada Aljazeera, seorang manajer pemasaran dari Brussels, beberapa waktu lalu, curiga umpan postingannya tentang Palestina di Instagram Stories turun tajam. "Saya memiliki sekitar 800 pengikut, dan biasanya saya mendapatkan 200 tayangan untuk satu cerita. Tapi ketika saya mulai memposting tentang Palestina, saya perhatikan tayangan saya menurun." Padahal, kata dia, ceritanya tidak mengandung gambar grafis atau mengandung ujaran kebencian.
Pengguna Instagram lainnya, seorang insinyur mesin berusia 29 tahun dari India yang juga meminta anonimitas, melihat cerita Instagram-nya tentang protes di Los Angeles dan San Francisco tidak mendapatkan satu tayangan pun bahkan setelah satu jam. "Itu tidak biasa," katanya. Lalu dia memposting foto selfie, yang mendapatkan keterlibatan biasa seperti yang biasa dia dapatkan.
Pengguna lain mengalami pengalaman serupa dan mengeluh di platform media sosial itu sendiri. "Setelah memposting cerita Instagram tentang perang di Gaza kemarin, akun saya di-sensor," kata jurnalis pemenang Pulitzer Azmat Khan di X.
Penulis Pakistan Fatima Bhutto juga mengatakan Instagram menyensornya dan membatasi komentar serta tayangan cerita. "Saya belajar begitu banyak tentang bagaimana demokrasi dan teknologi besar bekerja sama untuk menekan informasi selama perang ilegal yang tidak dapat mereka buat persetujuan untuk," katanya di X.
Dalam sebuah video yang diunggah ke Instagram, dia mengatakan kiriman-kirimannya tidak muncul di umpan pengikutnya di platform itu.
Ameer Al-Khatahtbeg, pendiri dan editor-in-chief dari Muslim, situs berita yang fokus pada isu-isu Muslim, melihat kiriman dari publikasi tersebut mencapai jauh lebih sedikit orang di Instagram dalam beberapa hari terakhir, turun dari 1,2 juta sebelum dimulainya perang, menjadi sedikit lebih dari 160.000 seminggu setelah perang dimulai.
"Bentuk sensor terbesar yang diimplementasikan adalah terhadap akun apa pun yang menyebutkan kata kunci seperti ' Palestina ', 'Gaza', 'Hamas', bahkan 'Al Quds' & 'Jerusalem' dalam cerita dan kiriman Instagram bersama dengan hashtag seperti #FreePalestine, dan #IStandWithPalestine," kata Al-Khatahtbeg kepada Al Jazeera.
Muslim bukan satu-satunya publikasi yang menuduh platform media sosial melakukan sensor. Jaringan Berita Quds berbasis di Palestina memposting di X bahwa halaman Facebook-nya ditangguhkan oleh Meta.
Dalam unggahan di X pada 15 Oktober, juru bicara Meta, Andy Stone, menyalahkan penurunan jangkauan kiriman pada bug. "Bug ini mempengaruhi akun secara merata di seluruh dunia dan tidak ada hubungannya dengan materi konten - dan kami memperbaikinya sesegera mungkin," tulis Stone.
Ketika ditanya tentang tuduhan shadowbanning, Stone mengarahkan Al Jazeera ke pos blog yang dipublikasikan oleh Meta yang menyoroti upaya menangani informasi yang salah terkait perang Israel-Hamas. Postingan itu mengatakan pengguna yang tidak setuju dengan keputusan moderasi perusahaan dapat mengajukan banding.
3. Instagram Hapus Unggahan tengang Masjid Al Aqsha
Instagram menghapus unggahan tentang Masjid al-Aqsa, setelah secara keliru menandainya sebagai terkait dengan organisasi teroris, menurut laporan BuzzFeed News. Bahkan beberapa postingan dengan tagar #alAqsa yang merujuk pada masjid di Yerusalem tersebut juga terkena kebijakan perusahaan untuk memoderasi konten berbahaya.
Instagram memberi tahu beberapa pengguna yang postingannya dengan tagar tersebut diblokir karena kontennya terkait dengan kekerasan atau organisasi berbahaya. Salah satu postingan tersebut adalah infografis yang menjelaskan kekerasan yang sedang terjadi di Israel dan wilayah Palestina.
4. Instagram Hapus Unggahan Bella Hadid tentang Palestina
Instagram telah meminta maaf kepada supermodel Bella Hadid, setelah dia mengkritik platform media sosial tersebut karena menghapus postingan yang memperlihatkan foto paspor ayahnya dengan tempat lahirnya tertulis Palestina.
Menurut Page Six, sebuah outlet berita berbasis di Amerika Serikat, juru bicara perusahaan induk Instagram, Facebook, mengatakan foto tersebut seharusnya tidak dihapus. "Untuk melindungi privasi komunitas kami, kami tidak memperbolehkan orang memposting informasi pribadi, seperti nomor paspor, di Instagram. Dalam kasus ini, nomor paspor sudah diberi blur, sehingga konten ini seharusnya tidak dihapus," kata juru bicara tersebut. "Kami telah mengembalikan kontennya dan meminta maaf kepada Bella atas kesalahan tersebut."
5. Instagram Blokir akun pro-Palestina dan hapus ratusan akun Hamas
Akun Eye on Palestine (@eye.on.palestine), yang memiliki lebih dari 6 juta pengikut dan populer di kalangan pendukung Palestina, tidak dapat diakses pada Kamis 26 Oktober 2023. Akun cadangan resmi, @eye.on.palestine2, yang belakangan dibuat untuk menghindari shadowbanning juga menjadi gelap. Kedua akun tersebut juga tidak dapat diakses di Facebook dan Threads.
Awalnya, Meta melalui juru bicaranya, Andy Stone, mengatakan sengaja menonaktifkan akun-akun tersebut karena kekhawatiran keamanan. Kemudian Meta mengaku telah berhasil menghubungi administrator akun dan menyatakan akun-akun tersebut dapat diaktifkan kembali. "Kami tidak menonaktifkan akun-akun ini karena konten apa pun yang mereka bagikan," kilahnya dikutip dari The Guardian.
Dalam kesempatan berbeda, Meta juga menyatakan telah menghapus lebih dari 150 akun Facebook dan Instagram yang diyakini terkait dengan kelompok militan Palestina , Hamas .
"Kami menghapus 141 akun Facebook, 79 Halaman, 13 Grup, dan 21 akun Instagram dari Jalur Gaza di Palestina yang terutama menargetkan orang-orang di Palestina, dan pada tingkat yang jauh lebih rendah di Mesir dan Israel," tulis Meta dalam Adversarial Threat Report bulanannya, dikutip dari i24news.tv, Jumat (3/12/2021).
6. Mark Zuckerberg sebut Hamas penjahat
CEO Meta Mark Zuckerberg mengutuk serangan Badai Al Aqsha oleh Hamas. ''Serangan teroris oleh Hamas adalah kejahatan murni. Tidak pernah ada pembenaran untuk melakukan tindakan terorisme terhadap orang-orang yang tidak bersalah,'' ujarnya dalam Instagram Story, beberapa waktu lalu.
Menanggapi postingannya, akun resmi Israel di X berterima kasih kepadanya sambil membagikan tangkapan layar dari pesannya. ''Terima kasih @Meta.''
7. Foto Anak Palestina Pegang Senjata
The Guardian melaporkan bahwa fungsi WhatsApp, yang menghasilkan gambar berdasarkan permintaan pengguna, menampilkan gambar pistol atau anak laki-laki memegang senjata ketika pencarian menggunakan istilah "Palestina", "Palestina", atau "Anak Muslim Palestina" dimasukkan.
Secara keseluruhan, Koalisi Hak Digital Palestina menyatakan konten Palestina masih “dimoderasi secara berlebihan” di platform Meta.
Mereka pun menyerukan Meta untuk merilis audit komprehensif terhadap semua kumpulan data yang digunakan untuk pelatihan AI dalam moderasi konten. Mereka juga menuntut penyelidikan atas kejadian terkini terkait model AI Meta. “Perusahaan berisiko tidak hanya kehilangan kepercayaan masyarakat Palestina, namun juga merusak kredibilitasnya di dunia Arab.”
(msf)