Pemimpin Industri Dunia Sebut Ancaman Bahaya AI Setara Perang Nuklir
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Sekelompok pemimpin industri terkenal mengeluarkan pernyataan bahwa ancaman bahaya kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) setara dengan perang nuklir. Pernyataan itu disampaikan melalui Pusat Keamanan AI atau Center for AI Safety, sebuah organisasi dengan misi untuk mengurangi risiko skala sosial dari kecerdasan buatan.
“Mitigasi risiko kepunahan AI harus menjadi prioritas global bersama dengan risiko skala sosial lainnya seperti pandemi dan perang nuklir,” keterangan situs web Center for AI Safety dilansir dari laman engadget, Selasa (30/5/2023).
Pernyataan yang dirilis Center for AI Safety ini ditandatangani kepala eksekutif OpenAI Sam Altman dan kepala Google DeepMind Demis Hassabis. Peneliti pemenang Penghargaan Turing Geoffrey Hinton dan Yoshua Bengio, yang dianggap sebagai bapak AI modern, juga ikut serta di dalamnya.
Mereka menilai munculnya ChatGPT, Bard, model bahasa besar (large language models/LLM), dan lainnya, harus diantisipasi risiko yang ditimbulkan oleh kecerdasan buatan (AI). Ini adalah pernyataan kedua selama beberapa bulan terakhir.
Pada bulan Maret, Elon Musk, Steve Wozniak, dan lebih dari 1.000 lainnya menyerukan jeda selama enam bulan pada AI untuk memungkinkan industri dan publik mengejar teknologi secara efektif. Tanpa disadari AI sudah menimbulkan risiko penyalahgunaan dan bahaya melalui deepfake, disinformasi otomatis, dan banyak lagi.
“Beberapa bulan terakhir telah melihat laboratorium AI terkunci dalam perlombaan di luar kendali untuk mengembangkan dan menyebarkan pikiran digital yang semakin kuat. Bahkan tidak seorang pun, bahkan pembuatnya, dapat memahami, memprediksi, atau mengontrol dengan andal,” keterangan Center for AI Safety.
LLM juga dapat mengubah cara produksi konten, seni, dan sastra, yang berpotensi memengaruhi banyak pekerjaan. Dengan banyaknya pendapat yang beredar, pernyataan baru dan singkat ini dimaksudkan untuk menunjukkan keprihatinan bersama seputar risiko AI.
"Pakar AI, jurnalis, pembuat kebijakan, dan masyarakat semakin banyak membahas spektrum luas tentang risiko dari AI," bunyi pembukaan pernyataan itu.
Presiden AS Joe Biden baru-baru ini menyatakan bahwa masih harus dilihat apakah AI berbahaya. Dia menambahkan perusahaan teknologi memiliki tanggung jawab, untuk memastikan produk mereka aman sebelum dipublikasikan.
Potensi ancaman kecerdasan buatan (AI) pernah disampaikan Rand Corporation dalam sebuah sebuah makalah penelitian oleh think tank AS pada April 2018. Dalam makalah itu disebutkan dapat memicu perang nuklir pada tahun 2040.
Para peneliti, melakukan serangkaian lokakarya dengan para ahli, mengatakan bahwa AI di masa depan dapat mendorong manusia untuk membuat keputusan yang menimbulkan bencana. Peningkatan teknologi sensorik, misalnya, dapat mengakibatkan penghancuran pasukan seperti kapal selam dan rudal bergerak.
"Beberapa ahli khawatir bahwa ketergantungan yang meningkat pada kecerdasan buatan dapat menyebabkan kesalahan bencana jenis baru," kata Andrew Lohn, salah satu penulis makalah dan insinyur rekanan di Rand dikutip dari laman cnbc, 25 April 2018.
“Mitigasi risiko kepunahan AI harus menjadi prioritas global bersama dengan risiko skala sosial lainnya seperti pandemi dan perang nuklir,” keterangan situs web Center for AI Safety dilansir dari laman engadget, Selasa (30/5/2023).
Pernyataan yang dirilis Center for AI Safety ini ditandatangani kepala eksekutif OpenAI Sam Altman dan kepala Google DeepMind Demis Hassabis. Peneliti pemenang Penghargaan Turing Geoffrey Hinton dan Yoshua Bengio, yang dianggap sebagai bapak AI modern, juga ikut serta di dalamnya.
Mereka menilai munculnya ChatGPT, Bard, model bahasa besar (large language models/LLM), dan lainnya, harus diantisipasi risiko yang ditimbulkan oleh kecerdasan buatan (AI). Ini adalah pernyataan kedua selama beberapa bulan terakhir.
Pada bulan Maret, Elon Musk, Steve Wozniak, dan lebih dari 1.000 lainnya menyerukan jeda selama enam bulan pada AI untuk memungkinkan industri dan publik mengejar teknologi secara efektif. Tanpa disadari AI sudah menimbulkan risiko penyalahgunaan dan bahaya melalui deepfake, disinformasi otomatis, dan banyak lagi.
“Beberapa bulan terakhir telah melihat laboratorium AI terkunci dalam perlombaan di luar kendali untuk mengembangkan dan menyebarkan pikiran digital yang semakin kuat. Bahkan tidak seorang pun, bahkan pembuatnya, dapat memahami, memprediksi, atau mengontrol dengan andal,” keterangan Center for AI Safety.
LLM juga dapat mengubah cara produksi konten, seni, dan sastra, yang berpotensi memengaruhi banyak pekerjaan. Dengan banyaknya pendapat yang beredar, pernyataan baru dan singkat ini dimaksudkan untuk menunjukkan keprihatinan bersama seputar risiko AI.
"Pakar AI, jurnalis, pembuat kebijakan, dan masyarakat semakin banyak membahas spektrum luas tentang risiko dari AI," bunyi pembukaan pernyataan itu.
Presiden AS Joe Biden baru-baru ini menyatakan bahwa masih harus dilihat apakah AI berbahaya. Dia menambahkan perusahaan teknologi memiliki tanggung jawab, untuk memastikan produk mereka aman sebelum dipublikasikan.
Potensi ancaman kecerdasan buatan (AI) pernah disampaikan Rand Corporation dalam sebuah sebuah makalah penelitian oleh think tank AS pada April 2018. Dalam makalah itu disebutkan dapat memicu perang nuklir pada tahun 2040.
Para peneliti, melakukan serangkaian lokakarya dengan para ahli, mengatakan bahwa AI di masa depan dapat mendorong manusia untuk membuat keputusan yang menimbulkan bencana. Peningkatan teknologi sensorik, misalnya, dapat mengakibatkan penghancuran pasukan seperti kapal selam dan rudal bergerak.
"Beberapa ahli khawatir bahwa ketergantungan yang meningkat pada kecerdasan buatan dapat menyebabkan kesalahan bencana jenis baru," kata Andrew Lohn, salah satu penulis makalah dan insinyur rekanan di Rand dikutip dari laman cnbc, 25 April 2018.
(wib)