GIPA Ajak Pelajar Indonesia Meniti Karir di Perusahaan Teknologi Global

Kamis, 23 Juli 2020 - 15:56 WIB
loading...
GIPA Ajak Pelajar Indonesia Meniti Karir di Perusahaan Teknologi Global
Global Indonesia Professionals’ Association (GIPA ajak anak muda di Indonesia berkerja di Perushaan teknologi seperti Google dan Facebook di A.S.
A A A
NEW YORK - Pandemi COVID-19 telah menyebabkan melejitnya angka pengangguran di Amerika Serikat (A.S.), Uni Eropa maupun di Indonesia. International Labour Organization (ILO) memprediksikan 1,6 Milyar perkerjaan beresiko dikarenakan pandemi atau 53% dari global workforce.

Untungnya industri teknologi cukup imun terhadap dampak pandemi karena banyaknya aktivitas dan permintaan yang beralih secara digital. Global Indonesia Professionals’ Association (GIPA), yang merupakan asosiasi untuk kalangan profesional dan eksekutif di mancanegara, melaksanakan forum Going Global Series dengan dua pembicara inspirasional yang berkerja di Google dan Facebook di A.S.

BACA JUGA- Diusir AS, India dan Inggris, Siap-Siap Indonesia Jadi Sasaran Empuk TikTok

Tercatat lebih dari 570 mahasiswa dari top 100 universitas di luar negeri dan dari top PTN di Indonesia serta kalangan eksekutif muda. “Series ini bertujuan untuk mengobarkan semangat dan membantu mahasiswa maupun profesional muda untuk berkarir di kancah global”, tukas Arcky Meraxa PhD., kepala Professional Development yang sekaligus kepala regional untuk Amerika di GIPA. Para peserta datang dari 110 kota yang tersebar di 20 lebih negara, ditambah sekitar 9.000 yang mengamati tayangannya 24 jam pasca acara. “GIPA kali ini menggandeng PPI Dunia, Good New From Indonesia, serta Indonesian Professionals Association (IPA) di A.S. sebagai rekan strategis dalam acara ini” ujar Hilmi Kartasasmita, Head of Indonesia GIPA selaku MC dalam forum ini.

BACA JUGA - Indonesia Belum Punya Pabrik Mesin, Alasan Pindad Comot Mesin Toyota

Prof. Popy Rufaidah, Atase Pendidikan dan Kebudayaan di KBRI Washington D.C. dalam pembukaanya memaparkan pentingnya pengalaman profesional di luar negeri untuk membentuk SDM mahir dan pemimpin Indonesia di masa depan menimbang pandemi COVID-19 yang sedang melanda dunia. Prof. Popy yang juga pernah memimpin Indonesian Marketing Association menambahkan tren otomatisasi dan industri revolusi 4.0 juga memberikan dampak jangka panjang yang perlu diperhatikan untuk para mahasiswa yang masih menempuh jenjang tinggi atau yang baru saja lulus kuliah. “Di saat-saat seperti ini anda harus bertanya, apakah anda mau menjadi seorang job seeker atau job creator?”, ucap Prof. Popy yang juga guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Padjajaran

Sementara Steven Marcelino, Chairman of GIPA, juga menyampaikan bahwa ini adalah saatnya anak bangsa untuk mengganti gigi untuk melaju cepat karena ‘Future of Workforce’ sudah hadir didepan mata. Hal ini dikarenakan tren digital dan teknologi begitu dipercepat oleh pandemi ini. “Pentingnya untuk melakukan intervensi hari ini untuk melaju dengan membentuk elastisitas yang berupa ketrampilan dan keahlian in the new” tambah Steven yang bekerja di Accenture London.

Panel diskusi dimulai dengan kisah hidup Sofyan Saputra, Technical Account Manager di Google yang pindah ke A.S. pada tahun 1998 dengan latar belakang kurang mampu. “Ketika kecil aku harus memetik blueberry di kebun tetangga untuk mendapat uang saku, sehingga aku menghargai setiap kesempatanku untuk belajar termasuk pergi ke perpustakaan umum” ujarnya ketika ditanya mengenai apa yang memotivasinya hingga bisa mendapat beasiswa dan menyelesaikan pendidikan Master of Business Administration-nya di Indiana University. Tanpa pernah puas dengan ilmunya, Sofyan terus melahap dasar-dasar pemrograman seperti HTML, CSS, dan Javascript yang kemudian hari membawa dia untuk berkarir di bidang teknologi. Sekarang Sofyan memimpin kemitraan Google dengan konglomerasi media global seperti CBS dan Viacom.

GIPA Ajak Pelajar Indonesia Meniti Karir di Perusahaan Teknologi Global


Narasumber kedua Reinardus (Rei) Pradhitya, Senior Software Engineer di Facebook mengingat perjuangannya yang penuh penolakan. “Dulu waktu kuliah setiap tahun aku apply untuk internship di berbagai perusahan teknologi, setiap tahun juga ditolak” ujar Rei yang pernah menjadi asisten riset ketika masih kuliah. Namun dengan sikap yang pantang menyerah, Rei terus mengasah dirinya sehingga akhirnya dia mendapat penawaran untuk bekerja di Facebook di London, San Francisco, dan New York. Pesan yang Rei yang sudah bekerja di Facebook selama 7 tahun ini bahwa tidak ada mimpi yang terlalu besar ketika kita berbicara mengenai karir di bidang teknologi; selama kita terus bekerja dan belajar, lambat laun kita akan bisa meraih mimpi tersebut.

“Keterampilan teknis seperti bahasa pemrograman memang penting, tapi itu bukan segalanya” tukas Sofyan, ketika salah seorang penonton bertanya soal apa yang dicari oleh perusahaan teknologi ini. Sikap dan kemampuan komunikasi yang baik juga sangat penting, mengingat persaingan yang sangat ketat dan lingkungan kerja yang menuntut kecepatan, menurut Rei yang sempat memimpin Badan Eksekutif Mahasiswa di universitasnya. Kompetensi serta kebutuhan tersebut seringkali diuji saat wawancara 3-tahap yang seringkali menjadi bagian keharusan untuk mendapat pekerjaan sebagai seorang tech engineer.

Tahap pertama, Jedi, umumnya berupa pelatihan teknis yang bisa dipersiapkan dengan pertanyaan-pertanyaan dari situs pemrograman seperti Leetcode dan HackerRank. Tahap kedua wawancara biasa melingkupi keterampilan interpersonal, diantaranya: kepemimpinan, persuasif, resolusi konflik, dan ketabahan, dan disebut sebagai Ninja. Tahap terakhir wawancara yaitu Pirate selalu melibatkan tugas mendesain complex systems. “Waktu dulu sempat disuruh mendesain sistem yang mengotomasi proses perdagangan saham, untungnya aku terbiasa berbicara sambil coding”, tukas Sofyan yang mengenyam pendidikan sarjananya di universitas Notre Dame. Walaupun pada waktu itu dia tidak terlalu akrab dengan cara kerja pasar keuangan, kemampuan komunikasinya membuat dia bisa berdiskusi dengan pewawancara sembari mengerjakan soal dan akhirnya mendapatkan tawaran pekerjaan tersebut.

Ketika ditanya mengenai orang macam apa yang akan sukses dalam proses perekrutan di perusahaan teknologi, Sofyan dan Rei sepakat bahwa individu yang sukses beralih karir ke adalah orang yang berani mengambil risiko serta memiliki fokus yang luar biasa. “Saya melihat Mereka menyelesaikan kursus online yang jumlahnya tidak sedikit, bergabung dengan sebuah bootcamp (kursus programming intensif) yang ternama, dan mencari peluang secara proaktif” ujar Rei, yang mengambil jurusan Teknik Informatika dan Bisnis sekaligus untuk gelar sarjananya. Sofyan juga mengungkapkan bahwa dia sering menyayangkan orang-orang yang mendapat kesempatan namun tidak berani untuk mengambil kesempatan tersebut. Hingga di akhir sesi, Sofyan sempat memberikan nasihat kepada seluruh penonton pada saat itu, “jika anda melihat sebuah peluang, say yes first and learn how to do it later”.
(wbs)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1466 seconds (0.1#10.140)