Penelitian Gangguan Psikologis Pengguna TikTok Bikin Kontroversi
Minggu, 14 November 2021 - 08:00 WIB
JAKARTA - Hasil penelitian yang menyebutkan adanya gangguan psikologis berupa sindrom Tourette pada remaja perempuan pengguna TikTok bikin heboh belakangan ini.Diketahui beberapa waktu lalu The Wall Street Journal memuat berita mengenai penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Vanderbilt University Medical Center Neurology yang menemukan adanya peningkatan gangguan psikologis yang dialami remaja perempuan.
Mereka dilaporkan telah melakukan konsultasi dengan psikologis karena merasa adanya gejala sindrom Tourette. Dari penelitian yang dilakukan disimpulkan salah satu faktor yang memicu gejala itu adalah penggunaan TikTok yang berlebihan.
Dalam penelitian itu juga disertakan berbagai video di TikTok, yang rata-rata remaja perempuan, melakukan gejala Tourette saat memakai sosial media itu. Beberapa gejalanya seperti memukul kepala sendiri, kata-kata yang tak terkendali hingga memaki-maki.
"Kami melihat sosial media dan platform seperti TikTok adalah pemicu utama. Sangat rumit memang, banyak individu yang datang sudah mengalami gejala kecemasan yang tinggi dan sudah mengisolasi diri secara sosial," jelas Dr David Isaacs, Assistant Professor & Division of Pediatric Neurology Pediatrics Assistant dari Vanderbilt University Medical Center Neurology.
Hanya saja penelitian itu justru langsung jadi kontroversi. Banyak peneliti lainnya mengatakan kesimpulan itu terlalu gegabah. Mereka mengatakan TikTok tidak menciptakan tekanan yang besar buat anak-anak muda terutama remaja perempuan.
Gejala yang dialami anak-anak perempuan, dalam bentuk sindrom awal Tourette, merupakan bentuk dari kecemasan, depresi dan stress traumatis yang disebabkan oleh konteks sosial yang lebih luas. “Gangguan psikologis itu terbentuk dari banyak komponen sosial. Gejala awal sindrom Tourette yang ada saat ini masih banyak diperdebatkan,” Rebecca Lester, Profesor Antropologi Sosiokultural di Washington University.
Tidak hanya kalangan peneliti yang menyuarakan keraguan mereka. Berbagai kelompok bantuan sosial penderita Tourette juga menyuarakan kekecewaan mereka. Kebanyakan dari mereka kecewa karena penelitian itu justru mengesankan kalau Tourette dilakukan hanya untuk mencari perhatian.
Mereka dilaporkan telah melakukan konsultasi dengan psikologis karena merasa adanya gejala sindrom Tourette. Dari penelitian yang dilakukan disimpulkan salah satu faktor yang memicu gejala itu adalah penggunaan TikTok yang berlebihan.
Dalam penelitian itu juga disertakan berbagai video di TikTok, yang rata-rata remaja perempuan, melakukan gejala Tourette saat memakai sosial media itu. Beberapa gejalanya seperti memukul kepala sendiri, kata-kata yang tak terkendali hingga memaki-maki.
"Kami melihat sosial media dan platform seperti TikTok adalah pemicu utama. Sangat rumit memang, banyak individu yang datang sudah mengalami gejala kecemasan yang tinggi dan sudah mengisolasi diri secara sosial," jelas Dr David Isaacs, Assistant Professor & Division of Pediatric Neurology Pediatrics Assistant dari Vanderbilt University Medical Center Neurology.
Hanya saja penelitian itu justru langsung jadi kontroversi. Banyak peneliti lainnya mengatakan kesimpulan itu terlalu gegabah. Mereka mengatakan TikTok tidak menciptakan tekanan yang besar buat anak-anak muda terutama remaja perempuan.
Gejala yang dialami anak-anak perempuan, dalam bentuk sindrom awal Tourette, merupakan bentuk dari kecemasan, depresi dan stress traumatis yang disebabkan oleh konteks sosial yang lebih luas. “Gangguan psikologis itu terbentuk dari banyak komponen sosial. Gejala awal sindrom Tourette yang ada saat ini masih banyak diperdebatkan,” Rebecca Lester, Profesor Antropologi Sosiokultural di Washington University.
Tidak hanya kalangan peneliti yang menyuarakan keraguan mereka. Berbagai kelompok bantuan sosial penderita Tourette juga menyuarakan kekecewaan mereka. Kebanyakan dari mereka kecewa karena penelitian itu justru mengesankan kalau Tourette dilakukan hanya untuk mencari perhatian.
tulis komentar anda