China Sebut Game Lebih Bahaya dari Narkoba, Industri Esports Kepanasan
Rabu, 08 September 2021 - 00:05 WIB
BEIJING - China memiliki aturan baru soal pembatasan waktu bermain gam e pada anak di 18 tahun, dengan hanya 3 jam seminggu. Dan China menganggap main game lebih bahaya dari Narkoba karena banyak pemain yang alami gangguan mental.
Namun, kebijakan ini dinilai akan berpengaruh pada industri esports di negara Tirai Bambu itu. Pasalnya, kebijakan baru malah akan membuat karier para pemain muda esports terhambat.
China sendiri diketahui menjadi pasar esports terbesar di dunia dengan perkiraan 5.000 lebih tim.
Banyak yang menilai, aturan baru yang dibuat hanya akan membuat talenta berbakat kehilangan kesempatan untuk ditemukan.
Sebab, para emain esports biasanya ditemukan pada usia remaja dan pensiun pada usia pertengahan 20-an. Sebagai contoh, salah satu pemain "League of Legends" Riot Games yang paling terkenal di dunia, Wu Hanwei, juga dikenal sebagai Xiye, mulai bermain pada usia 14 tahun dan bergabung dengan klub pada usia 16 tahun
“Peraturan baru hampir membunuh peluang kaum muda untuk menjadi pemain esports profesional,” kata Chen Jiang, profesor di Peking University’s School of Electronics Engineering and Computer Science, dikutip dari Reuters, Selasa (7/9/2021).
Dengan demikian, aturan tersebut juga merusak bisnis besar esports di China, di mana turnamen sering dimainkan di stadion bernilai miliaran dolar dan disiarkan langsung ke lebih banyak lagi.
Aturan baru yang dibuat bukan berupa undang-undang yang menghukum individu, tapi menempatkan tanggung jawab pada perusahaan game yang akan dipaksa untuk meminta login dengan nama asli dan nomor ID nasional.
Para ahli mencatat bahwa remaja Tiongkok yang gigih masih dapat menghindari aturan jika mereka mendapat dukungan orang tua dan dapat menggunakan login orang dewasa.
Pihak berwenang China belum membahas dampak aturan baru pada industri esports, tetapi menurut Chen, mereka seharusnya memberikan kelonggaran untuk beberapa pemain esports muda .
Lihat Juga: Bongkar Sindikat Internasional, Polda Metro Sita 389 Kg Sabu dari Jaringan Jakarta-Afganistan
Namun, kebijakan ini dinilai akan berpengaruh pada industri esports di negara Tirai Bambu itu. Pasalnya, kebijakan baru malah akan membuat karier para pemain muda esports terhambat.
China sendiri diketahui menjadi pasar esports terbesar di dunia dengan perkiraan 5.000 lebih tim.
Banyak yang menilai, aturan baru yang dibuat hanya akan membuat talenta berbakat kehilangan kesempatan untuk ditemukan.
Sebab, para emain esports biasanya ditemukan pada usia remaja dan pensiun pada usia pertengahan 20-an. Sebagai contoh, salah satu pemain "League of Legends" Riot Games yang paling terkenal di dunia, Wu Hanwei, juga dikenal sebagai Xiye, mulai bermain pada usia 14 tahun dan bergabung dengan klub pada usia 16 tahun
“Peraturan baru hampir membunuh peluang kaum muda untuk menjadi pemain esports profesional,” kata Chen Jiang, profesor di Peking University’s School of Electronics Engineering and Computer Science, dikutip dari Reuters, Selasa (7/9/2021).
Dengan demikian, aturan tersebut juga merusak bisnis besar esports di China, di mana turnamen sering dimainkan di stadion bernilai miliaran dolar dan disiarkan langsung ke lebih banyak lagi.
Aturan baru yang dibuat bukan berupa undang-undang yang menghukum individu, tapi menempatkan tanggung jawab pada perusahaan game yang akan dipaksa untuk meminta login dengan nama asli dan nomor ID nasional.
Para ahli mencatat bahwa remaja Tiongkok yang gigih masih dapat menghindari aturan jika mereka mendapat dukungan orang tua dan dapat menggunakan login orang dewasa.
Pihak berwenang China belum membahas dampak aturan baru pada industri esports, tetapi menurut Chen, mereka seharusnya memberikan kelonggaran untuk beberapa pemain esports muda .
Lihat Juga: Bongkar Sindikat Internasional, Polda Metro Sita 389 Kg Sabu dari Jaringan Jakarta-Afganistan
(wbs)
tulis komentar anda