Industri IT Lokal, Benteng Kedaulatan Informasi
A
A
A
JAKARTA - Kedaulatan informasi menjadi isu penting di 2015. Dalam gelaran IT terbesar dunia, CeBIT 2015, mantan kontraktor intelejen NSA (National Security Agency) Edward Snowden menyampaikan meningkatnya kegiatan pengintaian cyber disebabkan oleh semakin massifnya negara-negara menghimpun informasi dari internet.
Snowden terkenal setelah diburu Amerika Serikat karena membocorkan banyak kegiatan penyadapan terhadap negara lain dan warganya sendiri. Indonesia sendiri mempunyai pemakai internet lebih dari 80 juta orang. Namun aktifnya pemakai internet Indonesia belum bisa diimbangi oleh keamanan yang memadai.
Prasarana yang ada belum fokus pada keamanan para pemakai. Contoh nyata adalah pencurian dana nasabah di tiga bank besar senilai Rp 130 milyar. Menurut Bareskrim POLRI, pelakunya adalah warga asing dari daratan Eropa.
Modus yang dipakai adalah memberikan software palsu yang diinstal di komputer. Sehingga saat korban mentransfer, rekening tujuan dibelokkan ke rekening mereka.
Dalam diskusi “Update Isu IT Security”, di Jakarta, Ketua lembaga riset keamanan cyber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) Pratama Persadha menyampaikan bahwa pemerintah selayaknnya fokus dan serius menghadapi tantangan keamanan cyber yang semakin nyata. Bahkan, pemerintah perlu mengambil sikap ekstrim dalam mewujudkan kedaulatan informasi di dunia cyber.
“Kedaulatan informasi di Indonesia bisa diwujudkan dengan industri IT lokal yang kompetitif. Selanjutnya pembangunan infrastruktur sistem informasi dan komunikasi menggunakan buatan lokal, serta memakai tenaga dalam negeri,” jelasnya.
Menurut Pratama, produk dalam negeri ini bisa lebih dipercaya dibanding produk asing. “Bila sudah masuk pada hal sensitif dan penting, pemerintah sebaiknya memakai produk dalam negeri. Jangan sampai terulang kasus e-KTP,” terang mantan Ketua Tim Pengamanan IT KPU ini.
Kemampuan IT dalam negeri memang tidak bisa dipandang remeh. Pertengahan Maret lalu 12 perusahaan Indonesia dalam wadah Indoglobit yang mengikuti CeBIT 2015 cukup mengagetkan Eropa. Kemampuan membangun teknologi informasi dan komunikasi mereka tidak bisa dipandang remeh. Bahkan beberapa teknologi keamanan sistem informasi dan komunikasi yang dipamerkan mampu menyedot perhatian pengunjung yang hadir.
Hal ini diamini oleh Pratama yang juga hadir di CeBIT Hannover Jerman. Menurutnya pemerintah harus memberi ruang dan mendorong industri IT lokal berkembang. “Jangan sampai gegap gempita dunia cyber Indonesia malah dinikmati asing karena semua layanan dan infrastruktur mereka yang kuasai,” tegasnya.
Snowden terkenal setelah diburu Amerika Serikat karena membocorkan banyak kegiatan penyadapan terhadap negara lain dan warganya sendiri. Indonesia sendiri mempunyai pemakai internet lebih dari 80 juta orang. Namun aktifnya pemakai internet Indonesia belum bisa diimbangi oleh keamanan yang memadai.
Prasarana yang ada belum fokus pada keamanan para pemakai. Contoh nyata adalah pencurian dana nasabah di tiga bank besar senilai Rp 130 milyar. Menurut Bareskrim POLRI, pelakunya adalah warga asing dari daratan Eropa.
Modus yang dipakai adalah memberikan software palsu yang diinstal di komputer. Sehingga saat korban mentransfer, rekening tujuan dibelokkan ke rekening mereka.
Dalam diskusi “Update Isu IT Security”, di Jakarta, Ketua lembaga riset keamanan cyber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) Pratama Persadha menyampaikan bahwa pemerintah selayaknnya fokus dan serius menghadapi tantangan keamanan cyber yang semakin nyata. Bahkan, pemerintah perlu mengambil sikap ekstrim dalam mewujudkan kedaulatan informasi di dunia cyber.
“Kedaulatan informasi di Indonesia bisa diwujudkan dengan industri IT lokal yang kompetitif. Selanjutnya pembangunan infrastruktur sistem informasi dan komunikasi menggunakan buatan lokal, serta memakai tenaga dalam negeri,” jelasnya.
Menurut Pratama, produk dalam negeri ini bisa lebih dipercaya dibanding produk asing. “Bila sudah masuk pada hal sensitif dan penting, pemerintah sebaiknya memakai produk dalam negeri. Jangan sampai terulang kasus e-KTP,” terang mantan Ketua Tim Pengamanan IT KPU ini.
Kemampuan IT dalam negeri memang tidak bisa dipandang remeh. Pertengahan Maret lalu 12 perusahaan Indonesia dalam wadah Indoglobit yang mengikuti CeBIT 2015 cukup mengagetkan Eropa. Kemampuan membangun teknologi informasi dan komunikasi mereka tidak bisa dipandang remeh. Bahkan beberapa teknologi keamanan sistem informasi dan komunikasi yang dipamerkan mampu menyedot perhatian pengunjung yang hadir.
Hal ini diamini oleh Pratama yang juga hadir di CeBIT Hannover Jerman. Menurutnya pemerintah harus memberi ruang dan mendorong industri IT lokal berkembang. “Jangan sampai gegap gempita dunia cyber Indonesia malah dinikmati asing karena semua layanan dan infrastruktur mereka yang kuasai,” tegasnya.
(dyt)