Indar Atmanto Belum Terima Salinan Putusan Kasasi
A
A
A
JAKARTA - Hingga hari ini salinan putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA) belum diterima oleh pihak terpidana kasus IM2 Indar Atmanto. Padahal, mantan Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2) tersebut telah meringkuk di LP Sukamiskin, Bandung sejak 16 September lalu.
Tentu saja, kondisi ini sangat merugikan Indar Atmanto dihukum 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta. Pasalnya, menurut Dodi Abdulkadir, kuasa hukum Indar, salinan putusan itu merupakan upaya maksimal untuk memperjuangkan keadilan bagi kliennya. “Salinan putusan ini sangat penting bagi kami,” ujarnya ketika dihubungi wartawan, Senin (3/11/2014).
Andi Hamzah, mantan jaksa, juga berpendapat sama dengan Dodi. Meski prosesnya sudah benar dimana hakim (Mahkamah Agung) memutus dan jaksa mengeksekusi, namun ada tahapan yang dinilai janggal, yakni salinan putusan belum diterima pihak Indar. “Proses seperti ini sudah sering terjadi,” ujarnya.
Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Trisakti ini menyayangkan proses yang terjadi berulang kali ini.
“Ini bukan masalah kode etik, ini terkait dengan sebuah perilaku yang menjadi sebuah kebiasaan meski itu salah. Yang benar, salinan putusan itu harus tetap diberikan kepada yang bersangkutan. Setelah salinan putusan itu diterima, baru kejaksaan menjalankan kewajibannya untuk mengeksekusinya.”
Memang seperti itu seharusnya tahapan eksekusi sebagaimana dipaparkan dalam KUHAP terutama dalam Pasal 270 yang menjelaskan, “Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya.”
Namun, dalam kasus Indar, tampaknya Pasal 270 KUHAP tersebut diabaikan oleh pihak kejaksaan. Dalam mengeksekusi Indar, tim jaksa eksekutor dari Satuan Tugas Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan hanya berdasarkan petikan amar putusan Mahkamah Agung (MA).
Terkait kasus IM2 yang berlarut-larut ini, Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) Imam Ansori Saleh melihat memang ada tahapan yang tidak dilakukan. “Iya, mestinya eksekusi itu dilakukan setelah yang bersangkutan atau kuasa hukumnya telah menerima salinan putusan,” ujarnya saat dihubungi wartawan beberapa waktu lalu.
“Prosedur seperti ini memang perlu dilakukan, agar hak-hak Indar sebagai terhukum dalam perkara IM2 bisa diberikan,” imbuhnya.
Karena itu, Imam mempersilahkan pihak terpidana Indar untuk menyampaikan pengaduan ke KY jika memang merasa dirugikan.
“Yang mesti diingat pengaduan itu harus terkait dengan adanya dugaan pelanggaran kode etik dari hakim yang memutus perkara IM2. Silahkan sampaikan pengaduan, KY akan siap menindaklanjutinya untuk memastikan adanya pelanggaran etika atau perilaku yang terdapat dalam putusan itu,” ujarnya.
Sikap terbuka KY ini menjadi pintu masuk bagi pihak terpidana Indar melalui kuasa hukumnya untuk mengadukan Hakim Agung yang menangani kasasi yang diajukan Indar. Mereka adalah Ketua Majelis Hakim Artidjo Alkostar dengan hakim anggota yakni MS Lumme dan Mohammad Asikin serta panitera pengganti Linda Simanihuruk.
Imam memastikan begitu pengaduan dari pihak terpidana Indar diajukan, KY akan siap menindak-lanjutinya. Mulai dari pembentukan tim khusus yang bertugas melakukan klarifikasi ke pihak Indar sebagai pelapor, lalu pengadilan, hingga panitera.
“Bisa jadi ini karena persoalan administrasi. Karena itu, KY akan menelusuri apakah tidak sampainya salinan putusan tersebut karena karena kesalahan majelis atau keteledoran panitera atau memang ada unsur kesengajaan. Semua akan kami telusuri hingga tuntas,” tegasnya.
Sebelumnya, langkah serupa telah dilakukan Masyarakat Telekomunikasi Indonesia (Mastel) yang melaporkan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku lima hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta atas vonis terhadap Indar ke Komisi Yudisial pada 17 Juli 2013.
Lima hakim Pengadilan Tipikor yang dilaporkan Mastel yaitu Antonius Widijantono (Hakim Ketua), Aviantara (Hakim Anggota), Annas Mustaqiem (Hakim Anggota), Anwar (Hakim Anggota), dan Ugo (Hakim Anggota).
Sayangnya, putusan KY atas lima hakim pengadilan Tipikor tersebut tidak pernah sampai ke publik. Meski demikian, kondisi ini seharusnya tidak menyurutkan langkah tim kuasa hukum Indar untuk tetap mengadukan perkara IM2 ini ke KY.
Tidak kurang dari 40 ribu lebih netizen memberikan dukungan bagi pembebasan Indar melalui petisi online www.voteia.tk yang digagas oleh Onno W.Purbo, guru internet Indonesia.
(Baca: Masalah IM2 Jadi Perhatian Khusus Pemerintah)
Tentu saja, kondisi ini sangat merugikan Indar Atmanto dihukum 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta. Pasalnya, menurut Dodi Abdulkadir, kuasa hukum Indar, salinan putusan itu merupakan upaya maksimal untuk memperjuangkan keadilan bagi kliennya. “Salinan putusan ini sangat penting bagi kami,” ujarnya ketika dihubungi wartawan, Senin (3/11/2014).
Andi Hamzah, mantan jaksa, juga berpendapat sama dengan Dodi. Meski prosesnya sudah benar dimana hakim (Mahkamah Agung) memutus dan jaksa mengeksekusi, namun ada tahapan yang dinilai janggal, yakni salinan putusan belum diterima pihak Indar. “Proses seperti ini sudah sering terjadi,” ujarnya.
Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Trisakti ini menyayangkan proses yang terjadi berulang kali ini.
“Ini bukan masalah kode etik, ini terkait dengan sebuah perilaku yang menjadi sebuah kebiasaan meski itu salah. Yang benar, salinan putusan itu harus tetap diberikan kepada yang bersangkutan. Setelah salinan putusan itu diterima, baru kejaksaan menjalankan kewajibannya untuk mengeksekusinya.”
Memang seperti itu seharusnya tahapan eksekusi sebagaimana dipaparkan dalam KUHAP terutama dalam Pasal 270 yang menjelaskan, “Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya.”
Namun, dalam kasus Indar, tampaknya Pasal 270 KUHAP tersebut diabaikan oleh pihak kejaksaan. Dalam mengeksekusi Indar, tim jaksa eksekutor dari Satuan Tugas Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan hanya berdasarkan petikan amar putusan Mahkamah Agung (MA).
Terkait kasus IM2 yang berlarut-larut ini, Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) Imam Ansori Saleh melihat memang ada tahapan yang tidak dilakukan. “Iya, mestinya eksekusi itu dilakukan setelah yang bersangkutan atau kuasa hukumnya telah menerima salinan putusan,” ujarnya saat dihubungi wartawan beberapa waktu lalu.
“Prosedur seperti ini memang perlu dilakukan, agar hak-hak Indar sebagai terhukum dalam perkara IM2 bisa diberikan,” imbuhnya.
Karena itu, Imam mempersilahkan pihak terpidana Indar untuk menyampaikan pengaduan ke KY jika memang merasa dirugikan.
“Yang mesti diingat pengaduan itu harus terkait dengan adanya dugaan pelanggaran kode etik dari hakim yang memutus perkara IM2. Silahkan sampaikan pengaduan, KY akan siap menindaklanjutinya untuk memastikan adanya pelanggaran etika atau perilaku yang terdapat dalam putusan itu,” ujarnya.
Sikap terbuka KY ini menjadi pintu masuk bagi pihak terpidana Indar melalui kuasa hukumnya untuk mengadukan Hakim Agung yang menangani kasasi yang diajukan Indar. Mereka adalah Ketua Majelis Hakim Artidjo Alkostar dengan hakim anggota yakni MS Lumme dan Mohammad Asikin serta panitera pengganti Linda Simanihuruk.
Imam memastikan begitu pengaduan dari pihak terpidana Indar diajukan, KY akan siap menindak-lanjutinya. Mulai dari pembentukan tim khusus yang bertugas melakukan klarifikasi ke pihak Indar sebagai pelapor, lalu pengadilan, hingga panitera.
“Bisa jadi ini karena persoalan administrasi. Karena itu, KY akan menelusuri apakah tidak sampainya salinan putusan tersebut karena karena kesalahan majelis atau keteledoran panitera atau memang ada unsur kesengajaan. Semua akan kami telusuri hingga tuntas,” tegasnya.
Sebelumnya, langkah serupa telah dilakukan Masyarakat Telekomunikasi Indonesia (Mastel) yang melaporkan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku lima hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta atas vonis terhadap Indar ke Komisi Yudisial pada 17 Juli 2013.
Lima hakim Pengadilan Tipikor yang dilaporkan Mastel yaitu Antonius Widijantono (Hakim Ketua), Aviantara (Hakim Anggota), Annas Mustaqiem (Hakim Anggota), Anwar (Hakim Anggota), dan Ugo (Hakim Anggota).
Sayangnya, putusan KY atas lima hakim pengadilan Tipikor tersebut tidak pernah sampai ke publik. Meski demikian, kondisi ini seharusnya tidak menyurutkan langkah tim kuasa hukum Indar untuk tetap mengadukan perkara IM2 ini ke KY.
Tidak kurang dari 40 ribu lebih netizen memberikan dukungan bagi pembebasan Indar melalui petisi online www.voteia.tk yang digagas oleh Onno W.Purbo, guru internet Indonesia.
(Baca: Masalah IM2 Jadi Perhatian Khusus Pemerintah)
(gpr)