ATSI: Repeater Ilegal Melawan Hukum
A
A
A
JAKARTA - Pengoperasian penguat sinyal seluler (repeater) tanpa izin dikategorikan sebagai praktek melawan hukum. Perilaku ini dianggap melanggar beberapa ketentuan dalam UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi.
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Alexander Rusli menjelaskan, perbuatan yang menimbulkan gangguan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi, masuk dalam pelanggaran pada Pasal 38.
"Perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit, dimasukan, atau digunakan di wilayah Negara RI, tidak memperhatikan persyaratan teknis dan tidak berdasarkan izin yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku diatur pada Pasal 32," terangnya saat Diskusi Panel Penyalahgunaan Penguat Sinyal Seluler: Dapatkah Ditertibkan? di Jakarta, Rabu (3/6/2014).
Alex kemudian memaparkan, penggunaan spektrum frekuensi radio tidak berizin dari Pemerintah, merupakan pelanggaran pada Pasal 33 Ayat 1 dan 2. "Ketentuan-ketentuan tersebut memiliki konsekuensi pidana bila dilanggar sebagaimana diatur dalam UU Telekomunikasi," tegasnya.
ATSI bersama pihak Kepolisian sebagai aparat penegak hukum, mendukung upaya pemerintah yang telah melakukan berbagai upaya penertiban repeater ilegal tersebut.
"Dengan berbagai upaya penertiban repeater ilegal, diharapkan hak masyarakat untuk memperoleh layanan telekomunikasi berkualitas dapat tercapai," tutupnya.
Dirjen SDPPI Kementerian Kominfo, Muhammad Budi Setiawan, menambahkan, bagi pelaku yang melanggar aturan pemberlakukan repeater atau penguat sinyal ilegal akan mendapat hukuman dan sanksi pidana dengan maksimal penjara 6 bulan dan denda Rp 600juta, sesuai aturan berlaku.
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Alexander Rusli menjelaskan, perbuatan yang menimbulkan gangguan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi, masuk dalam pelanggaran pada Pasal 38.
"Perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit, dimasukan, atau digunakan di wilayah Negara RI, tidak memperhatikan persyaratan teknis dan tidak berdasarkan izin yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku diatur pada Pasal 32," terangnya saat Diskusi Panel Penyalahgunaan Penguat Sinyal Seluler: Dapatkah Ditertibkan? di Jakarta, Rabu (3/6/2014).
Alex kemudian memaparkan, penggunaan spektrum frekuensi radio tidak berizin dari Pemerintah, merupakan pelanggaran pada Pasal 33 Ayat 1 dan 2. "Ketentuan-ketentuan tersebut memiliki konsekuensi pidana bila dilanggar sebagaimana diatur dalam UU Telekomunikasi," tegasnya.
ATSI bersama pihak Kepolisian sebagai aparat penegak hukum, mendukung upaya pemerintah yang telah melakukan berbagai upaya penertiban repeater ilegal tersebut.
"Dengan berbagai upaya penertiban repeater ilegal, diharapkan hak masyarakat untuk memperoleh layanan telekomunikasi berkualitas dapat tercapai," tutupnya.
Dirjen SDPPI Kementerian Kominfo, Muhammad Budi Setiawan, menambahkan, bagi pelaku yang melanggar aturan pemberlakukan repeater atau penguat sinyal ilegal akan mendapat hukuman dan sanksi pidana dengan maksimal penjara 6 bulan dan denda Rp 600juta, sesuai aturan berlaku.
(dyt)