BPR dan BPRS Tak Canggung Lagi Hadapi Era Revolusi Industri 4.0
A
A
A
LAMPUNG - BPR dan BPRS merupakan industri yang terbukti tangguh dalam menghadapi gelombang perekonomian seperti apapun. Termasuk dalam menghadapi persaingan ketat dengan financial technology (fintech) yang belakangan menjamur. Berdiri sejak 1998, industri BPR telah menghadapi pasang surut industri keuangan di dalam negeri.Hal itu dikatakan Ketua Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), Joko Suyanto, seusai Rakernas Perbarindo di Lampung, Senin (25/11/2019). Rakernas tahun ini mengambil tema Penguatan Sinergi BPR-BPRS untuk Memperluas Akses Layanan Perbankan Menuju Kemandirian Ekonomi. Joko menjelaskan, industri saat ini hidup dalam ekosistem ekonomi dinamis, penuh persaingan usaha, regulasi yang dinamis dan kehadiran disrupsi teknologi.
Hal ini terlihat dari indikator kinerja Industri BPR-BPRS yang masih tumbuh positif. Sampai Agustus 2019, aset industri BPR mencapai Rp143 triliun atau tumbuh 9,47% dibandingkan posisi tahun lalu, kredit yang disalurkan ke UMKM Rp106 triliun atau tumbuh 11,44%.
Fungsi intermediasi juga dapat dengan jalankan baik, hal ini terlihat dari tabungan yang tumbuh sebesar 9,98% dan deposito naik 11,07% dibanding tahun lalu. Selain itu, hal yang menggembirakan adalah Jumlah nasabah yang dilayani mencapai 15,6 juta rekening.
“Nasabah tersebut didominasi oleh penabung sebanyak 11,5 juta rekening dan rata-rata jumlah tabungannya Rp2 juta. Sedangkan nasabah debitur sebanyak 3,6 juta rekening dan rata-rata pinjamannya Rp29 juta. Hal ini mencerminkan BPR-BPRS memang hadir untuk melayani masyarakat kecil dan pelaku UMKM di seluruh Indonesia,” paparnya.
Seperti diketahui bersama, teknologi informasi dan komunikasi, khususnya penetrasi internet dan smartphone telah mengalami perkembangan yang sangat luar biasa. Dalam konteks di Indonesia misalnya, laporan McKinsey 2018 dan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia di tahun yang sama menunjukkan bahwa dari 265 juta penduduk Indonesia, sebanyak 178 juta merupakan pengguna telepon seluler, 171 juta penduduk merupakan pengguna internet, dan 130 juta merupakan pengguna media sosial aktif.Revolusi digital yang terjadi telah menyadarkan pelaku industri bahwa saat ini kita telah berada pada tahap permulaan dari Revolusi Industri 4.0, yakni revolusi yang mentransformasi proses bisnis dengan lebih memanfaatkan teknologi informasi, otomasi, termasuk artificial intelligence, internet of things, dan digital economy.
“Revolusi digital tersebut kemudian secara signifikan telah mengubah cara pandang dalam melakukan aktivitas ekonomi di berbagai belahan dunia seperti penggunaan e-commerce yang masif dan telah melahirkan model-model bisnis baru. Di antaranya berupa layanan peer-to-peerlending dan sharing economy,” katanya.
Melihat kenyataan tersebut, industri BPR-BPRS harus melakukan inovasi dan adaptif terhadap perkembangan teknologi yang ada. Walaupun keunggulan komparatif yang dimiliki oleh mereka tidak akan pernah tersaingi, yakni fokus melayani UMKM, pendekatan personal, pelayanan mudah dan cepat, BPR sebagai community Bank dan keberadaannya menyebar merata di seluruh Indonesia.
“Untuk itu, pilihan industri BPR-BPRS dalam merespons revolusi digital adalah melakukan strategic partnership dan kolaborasi. Tentunya dengan model bisnis saling melengkapi, menguntungkan, mendorong tumbuh bersama.
Dalam acara seminar nasional nanti, akan dihadiri oleh narasumber dari berbagai industri yang dalam waktu dekat ini tidak tertutup kemungkinan akan bersinergi dan berkolaborasi dengan BPR-BPRS. Antara lain KEIN RI, Koinwork, OVO, Investree, Bukalapak dan GETI (Authorized Global Channer Partner Alibaba.com).
Menggunakan momentum rakernas ini, Perbarindo akan melakukan penandatangan MoU dengan PT Geti (ATT Group Alibaba.com, Authorized Global Channer Patner). Adapun bentuk kerja samanya adalah Program Mentoring UMKM.
Ini menjadi upaya akselerasi pemasaran e-commerce dari Pasar Lokal menuju pasar global. Selain itu, dalam rakernas juga di launching aplikasi GCG dan MR BPR yang dinamakan BPRudent Platform.
BPRPrudent adalah aplikasi yang dapat membantu BPR-BPRS mengimplementasikan tata kelola perusahaan dan manajemen risiko sesuai ketentuan regulasi yang ada. Sebelumnya Perbarindo sudah meluncurkan Sistem Informasi Perbarindo, Rumah Lelang Perbarindo dan Jaringan Bersama (sharing bandwith).
Hal ini terlihat dari indikator kinerja Industri BPR-BPRS yang masih tumbuh positif. Sampai Agustus 2019, aset industri BPR mencapai Rp143 triliun atau tumbuh 9,47% dibandingkan posisi tahun lalu, kredit yang disalurkan ke UMKM Rp106 triliun atau tumbuh 11,44%.
Fungsi intermediasi juga dapat dengan jalankan baik, hal ini terlihat dari tabungan yang tumbuh sebesar 9,98% dan deposito naik 11,07% dibanding tahun lalu. Selain itu, hal yang menggembirakan adalah Jumlah nasabah yang dilayani mencapai 15,6 juta rekening.
“Nasabah tersebut didominasi oleh penabung sebanyak 11,5 juta rekening dan rata-rata jumlah tabungannya Rp2 juta. Sedangkan nasabah debitur sebanyak 3,6 juta rekening dan rata-rata pinjamannya Rp29 juta. Hal ini mencerminkan BPR-BPRS memang hadir untuk melayani masyarakat kecil dan pelaku UMKM di seluruh Indonesia,” paparnya.
Seperti diketahui bersama, teknologi informasi dan komunikasi, khususnya penetrasi internet dan smartphone telah mengalami perkembangan yang sangat luar biasa. Dalam konteks di Indonesia misalnya, laporan McKinsey 2018 dan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia di tahun yang sama menunjukkan bahwa dari 265 juta penduduk Indonesia, sebanyak 178 juta merupakan pengguna telepon seluler, 171 juta penduduk merupakan pengguna internet, dan 130 juta merupakan pengguna media sosial aktif.Revolusi digital yang terjadi telah menyadarkan pelaku industri bahwa saat ini kita telah berada pada tahap permulaan dari Revolusi Industri 4.0, yakni revolusi yang mentransformasi proses bisnis dengan lebih memanfaatkan teknologi informasi, otomasi, termasuk artificial intelligence, internet of things, dan digital economy.
“Revolusi digital tersebut kemudian secara signifikan telah mengubah cara pandang dalam melakukan aktivitas ekonomi di berbagai belahan dunia seperti penggunaan e-commerce yang masif dan telah melahirkan model-model bisnis baru. Di antaranya berupa layanan peer-to-peerlending dan sharing economy,” katanya.
Melihat kenyataan tersebut, industri BPR-BPRS harus melakukan inovasi dan adaptif terhadap perkembangan teknologi yang ada. Walaupun keunggulan komparatif yang dimiliki oleh mereka tidak akan pernah tersaingi, yakni fokus melayani UMKM, pendekatan personal, pelayanan mudah dan cepat, BPR sebagai community Bank dan keberadaannya menyebar merata di seluruh Indonesia.
“Untuk itu, pilihan industri BPR-BPRS dalam merespons revolusi digital adalah melakukan strategic partnership dan kolaborasi. Tentunya dengan model bisnis saling melengkapi, menguntungkan, mendorong tumbuh bersama.
Dalam acara seminar nasional nanti, akan dihadiri oleh narasumber dari berbagai industri yang dalam waktu dekat ini tidak tertutup kemungkinan akan bersinergi dan berkolaborasi dengan BPR-BPRS. Antara lain KEIN RI, Koinwork, OVO, Investree, Bukalapak dan GETI (Authorized Global Channer Partner Alibaba.com).
Menggunakan momentum rakernas ini, Perbarindo akan melakukan penandatangan MoU dengan PT Geti (ATT Group Alibaba.com, Authorized Global Channer Patner). Adapun bentuk kerja samanya adalah Program Mentoring UMKM.
Ini menjadi upaya akselerasi pemasaran e-commerce dari Pasar Lokal menuju pasar global. Selain itu, dalam rakernas juga di launching aplikasi GCG dan MR BPR yang dinamakan BPRudent Platform.
BPRPrudent adalah aplikasi yang dapat membantu BPR-BPRS mengimplementasikan tata kelola perusahaan dan manajemen risiko sesuai ketentuan regulasi yang ada. Sebelumnya Perbarindo sudah meluncurkan Sistem Informasi Perbarindo, Rumah Lelang Perbarindo dan Jaringan Bersama (sharing bandwith).
(mim)