Banyak Pihak Masih Sepelekan Bahaya Serangan Siber
A
A
A
JAKARTA - Sebanyak 95% pelanggaran keamanan siber disebabkan oleh kesalahan manusia. Fatalnya hanya 30% dari organisasi global menyatakan mereka siap untukmenangani serangan siber.
“Lebih buruk lagi, ada 54% dari perusahaan mengatakan mereka telah mengalami satu atau lebih serangan siber dalam 12 bulan terakhir dan jumlah ini meningkat setiap bulannya,” ungkap Eva Noor, CEO PT Xynexis International di Jakarta, Jumat (26/4/2019).
Dalam bidang usaha, kata Eva, karyawan adalah garis pertahanan pertama dan utama terhadap kejahatan online. Di situlah pelatihan kesadaran keamanan siber dibutuhkan untuk membekali karyawan dengan pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan.
XCE dibawah merek dagang IGNITE akan mendesain program awareness perusahaan sesuai dengan level dan tujuan yang ingin di capai. Pentingnya keamanan dalam usaha mendukung proteksi ancaman siber, untuk itu Xynexis menggandeng EC Council, Straits Interactive, P1 dalammeluncurkan (XCE) yakni pusat keunggulan dan inovasi yang fokus untuk keamanan informasi dan siber.
“EC Council adalah education provider yang membantu Xynexis dalam strategy partner untuk membangun capacity building human atau SDMnya khususnya pada dunia keamanan siber,” timpal Tintin Hardijanto, Country Manager EC-Council Indonesia.
Training XCE telah dilakukan selama tiga hari di bulan Maret, yakni 24-27 Maret, denganmateri terkait insiden respons. Feedback-nya, lanjut dia, dari beberapa perusahaan yang ikut cukup bagus dari sisi konten, sisi sertifikasi, sisi deliverypesertanya serta dari sisi penyelenggara training yang dilakukan olehXynexis maupun EC Council. Dan yang paling basic membuat mereka tertarik adalah tentang technical sertified hacker.
Program ini di wujud kan dalam bentuk pelatihan dan workshop yang diselenggarakan secara komprehensif. Lalu dilanjutkan dengan pelaksanaan ujian sertifikasi bagi peserta pelatihan tersebut.
”Pelatihan ini sangat penting untuk menangani dan merespons insiden keamanan siber dan untuk melindungi organisasi dari ancaman atau serangan siber terhadap aset informasi yang dimilikinya di masa depan,” tutur Tintin Hardijanto.
EC Council dalam pelatihan hanya memberikan guidence dalam konten materiyang diberikan ke peserta dengancara membuat sebuahpaket. Mulai dari acces orangnya dengan memberikan sebuah training yang sudah di acceptable di dunia Industri.
Menurut Tintin, kenapa EC Council menggandeng Xynexis, alasannya ialah Xynexis merupakan perusahaan cukup unik. Namun memiliki berbagai macam expertis di bidangnya masing-masing, khususnya di dunia siber sekuriti.
XCE memiliki tiga program pengembangan kompetensi, yaitu Program Pelatihan, Program Pengembangan Kapasitas. Program Awareness. Dalam penyelenggaraan trainingnya, XCE bekerja sama dengan tujuh universitas di Indonesia dan mitra internasional lainnya dalam implementasi pengembangan kompetensi. Di antaranya, EC-Council dan Straits Interactive, serta mitradomestik lain.
Sementara itu, peluncuran program XCE diisi pula dengan penyelenggaraan seminar bertema “One Day seminar of Security Insident Management” dengan pembicara Ardi Sutedja, Ketua ICSF (Indonesia Cyber Security Forum) yang membahas tentang “Cyber Incident Crisis Management. Ada pula Inu Baskoro, Direktur Penanggulangan dan Pemulihan Ekonomi Digital, Deputi Penanggulangan dan Pemulihan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Ardi mencatat, pada 2007 masalah siber belum banyak dibicarakan orang di Indonesia. Itu dibahas hanya terbatas pada kalangan tertentu. Wacana membangun potensi ancaman siberdi Indonesia terbilang masih baru dan program itu baru muncul pada 2013 di Wantanas (Dewan Ketahanan Nasional).
Menurut Ardi, saat ini pemerintah baru melakukan sebatas tahapan awareness saja. Danitu pun baru dilakukan sebatas di kota besar pada 10 bidang sektor dan 4 sektor yang menjadi prioritas. Masing-masing bidang keuangan, transportasi, telko serta sektorenergi atau listrik negara.
Inu Baskara menambahkan, bila ada insiden yang terjadi di lapangan maka BSSNdapat membantumenangani pengaduan resmi dari sebuah organisasi atau lembaga yang menunjuk perwakilannya untuk melapor ke BSSN.“Untuk saat ini BSSN baru bisa menangani pengaduan masyarakat yang bersifat organisasi/perusahaan bukan pengaduan masalah perorangan. Pengaduan yang datang ke BSSN akan diberikan First Aid (pertolongan pertama ) yang kemudian dipilah atau diidentifikasi pada jenis permasalahannya, apakah sektor pemerintah,IKN atau sektor digital,” kata Inu Baskoro.
“Permasalahan dalam sektor dunia usaha pada dasarnya banyak terjadi, tapi terkait reputasi perusahaan atau organisasi kadang kadang akhirnya kejadian dalam permasalahan tersebut tidak jadi dilaporkan. Di sektor pemerintah sendiri telah terjadi permasalahan dunia siber hingga 50 kasus yang tertangani BSSN,” sebut Inu.
“Lebih buruk lagi, ada 54% dari perusahaan mengatakan mereka telah mengalami satu atau lebih serangan siber dalam 12 bulan terakhir dan jumlah ini meningkat setiap bulannya,” ungkap Eva Noor, CEO PT Xynexis International di Jakarta, Jumat (26/4/2019).
Dalam bidang usaha, kata Eva, karyawan adalah garis pertahanan pertama dan utama terhadap kejahatan online. Di situlah pelatihan kesadaran keamanan siber dibutuhkan untuk membekali karyawan dengan pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan.
XCE dibawah merek dagang IGNITE akan mendesain program awareness perusahaan sesuai dengan level dan tujuan yang ingin di capai. Pentingnya keamanan dalam usaha mendukung proteksi ancaman siber, untuk itu Xynexis menggandeng EC Council, Straits Interactive, P1 dalammeluncurkan (XCE) yakni pusat keunggulan dan inovasi yang fokus untuk keamanan informasi dan siber.
“EC Council adalah education provider yang membantu Xynexis dalam strategy partner untuk membangun capacity building human atau SDMnya khususnya pada dunia keamanan siber,” timpal Tintin Hardijanto, Country Manager EC-Council Indonesia.
Training XCE telah dilakukan selama tiga hari di bulan Maret, yakni 24-27 Maret, denganmateri terkait insiden respons. Feedback-nya, lanjut dia, dari beberapa perusahaan yang ikut cukup bagus dari sisi konten, sisi sertifikasi, sisi deliverypesertanya serta dari sisi penyelenggara training yang dilakukan olehXynexis maupun EC Council. Dan yang paling basic membuat mereka tertarik adalah tentang technical sertified hacker.
Program ini di wujud kan dalam bentuk pelatihan dan workshop yang diselenggarakan secara komprehensif. Lalu dilanjutkan dengan pelaksanaan ujian sertifikasi bagi peserta pelatihan tersebut.
”Pelatihan ini sangat penting untuk menangani dan merespons insiden keamanan siber dan untuk melindungi organisasi dari ancaman atau serangan siber terhadap aset informasi yang dimilikinya di masa depan,” tutur Tintin Hardijanto.
EC Council dalam pelatihan hanya memberikan guidence dalam konten materiyang diberikan ke peserta dengancara membuat sebuahpaket. Mulai dari acces orangnya dengan memberikan sebuah training yang sudah di acceptable di dunia Industri.
Menurut Tintin, kenapa EC Council menggandeng Xynexis, alasannya ialah Xynexis merupakan perusahaan cukup unik. Namun memiliki berbagai macam expertis di bidangnya masing-masing, khususnya di dunia siber sekuriti.
XCE memiliki tiga program pengembangan kompetensi, yaitu Program Pelatihan, Program Pengembangan Kapasitas. Program Awareness. Dalam penyelenggaraan trainingnya, XCE bekerja sama dengan tujuh universitas di Indonesia dan mitra internasional lainnya dalam implementasi pengembangan kompetensi. Di antaranya, EC-Council dan Straits Interactive, serta mitradomestik lain.
Sementara itu, peluncuran program XCE diisi pula dengan penyelenggaraan seminar bertema “One Day seminar of Security Insident Management” dengan pembicara Ardi Sutedja, Ketua ICSF (Indonesia Cyber Security Forum) yang membahas tentang “Cyber Incident Crisis Management. Ada pula Inu Baskoro, Direktur Penanggulangan dan Pemulihan Ekonomi Digital, Deputi Penanggulangan dan Pemulihan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Ardi mencatat, pada 2007 masalah siber belum banyak dibicarakan orang di Indonesia. Itu dibahas hanya terbatas pada kalangan tertentu. Wacana membangun potensi ancaman siberdi Indonesia terbilang masih baru dan program itu baru muncul pada 2013 di Wantanas (Dewan Ketahanan Nasional).
Menurut Ardi, saat ini pemerintah baru melakukan sebatas tahapan awareness saja. Danitu pun baru dilakukan sebatas di kota besar pada 10 bidang sektor dan 4 sektor yang menjadi prioritas. Masing-masing bidang keuangan, transportasi, telko serta sektorenergi atau listrik negara.
Inu Baskara menambahkan, bila ada insiden yang terjadi di lapangan maka BSSNdapat membantumenangani pengaduan resmi dari sebuah organisasi atau lembaga yang menunjuk perwakilannya untuk melapor ke BSSN.“Untuk saat ini BSSN baru bisa menangani pengaduan masyarakat yang bersifat organisasi/perusahaan bukan pengaduan masalah perorangan. Pengaduan yang datang ke BSSN akan diberikan First Aid (pertolongan pertama ) yang kemudian dipilah atau diidentifikasi pada jenis permasalahannya, apakah sektor pemerintah,IKN atau sektor digital,” kata Inu Baskoro.
“Permasalahan dalam sektor dunia usaha pada dasarnya banyak terjadi, tapi terkait reputasi perusahaan atau organisasi kadang kadang akhirnya kejadian dalam permasalahan tersebut tidak jadi dilaporkan. Di sektor pemerintah sendiri telah terjadi permasalahan dunia siber hingga 50 kasus yang tertangani BSSN,” sebut Inu.
(mim)