Pengamat Sebut Ada Dua Faktor Penting Pendorong 5G di Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Pengamat telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Ridwan Effendi mengatakan negara-negara maju memang saat ini sudah siap dengan 5G, seperti Amerika Serikat (AS), Korea Selatan, dan Jepang. Sementara kebanyakan negara di dunia baru dapat mengakses jaringan 5G pada 2020. Sementara Indonesia sendiri diprediki baru akan merasakan komersialisasi 5G pada 2025 mendatang.
Menurut Ridwan, ada beberapa faktor yang menjadi driver atau acuan 5G di Indonesia. Pertama, yang menjadi driver adalah vendor. Kesiapan vendor dalam melakukan pengembangan, trial, dan implementasi perangkat-perangkat pendukung 5G akan memberikan opsi selebar-lebarnya kepada operator mengenai waktu dan metode implementasi 5G komersial.
Lainnya ada aplikasi. Dari faktor aplikasi, dia menilai bahwa setiap generasi teknologi selalu diiringi dengan killer applications. Adapun pada era 5G, aplikasi akan bergerak ke arah Machine to machine (M2M) dengan ragam layanan yang luas dan latency supercepat.
“Device juga penting. Kesiapan ekosistem pada sisi pelanggan juga akan menjadi salah satu faktor pendorong 5G. Tidak hanya handset dengan kemampuan 5G-enabled, tetapi juga device dengan reliability dan daya baterai yang tahan lama menjadi salah satu pemicu utama munculnya the next ‘G’,” terangnya.
Terakhir, faktor penting lainnya dari driver 5G di Indonesia adalah Kebijakan. Kebijakan dari regulator ataupun pemerintah memiliki pengaruh yang sangat besar. Khususnya mengenai pengalokasian spektrum frekuensi dan skenario implementasi 5G nasional.
“Melalui proses pengalokasian dan pemeilihan metode implementasi yang tepat, maka akan memberikan pondasi yang baik bagi industri 5G nasional yang pada akhirnya menguntungkan seluruh pihak,” jelasnya.
Selain itu, Ridwan menambahkan bahwa teknologi 5G tidak hanya soal perangkat smartphone. Teknologi 5G juga akan menjadi katalisator bagi revolusi Industri 4.0, yaitu pengembangan teknologi Intemet of Things (IOT) dengan aplikasinya di sektor yang lebih luas.
“Aplikasi dimaksud seperti industrial remote control, pertanian, kesehatan yang disalurkan dalam sistem real-time, hingga machine to machine (M2M) interaction untuk mendukung automated vehicles dan smart cities,” paparnya.
Sementara bicara kebijakan, di Indonesia sendiri soal 5G memang masih belum siap betul. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara dalam beberapa pertemuan menyebut bahwa di Indonesia, uji coba infastruktur jaringan 5G ditargetkan baru berlangsung 2020 mendatang. Sayangnya, uji coba tersebut untuk sementara pun masih dibatasi pada sektor industri. Belum menyasar konsumen secara luas dalam hal ini pengguna smartphone.
Kendati demikian, pihaknya menyebut saat ini Indonesia telah masuk dalam tahap penyusunan dan sosialisasi draf kebijakan 5G. Di dalam draf tersebut menyangkut spektrum, model bisnis, biaya hak pakai, dan lain-lain.
Tak hanya itu, pemerintah juga mulai mempercepat finalisasi kebijakan yang sebelumnya ditargetkan rampung pada 2020 atau 2021.
“Jika regulasi baru akan dikeluarkan dua tahun lagi, penerapan 5G akan kembali molor lantaran operator butuh waktu sekitar satu tahun untuk bersiap menggelar jaringan 5G ini,” ujarnya.
Di sisi lain, operator-operator telekomunikasi di Indonesia agaknya jauh lebih cepat daripada pemerintah. Pasalnya, tahun lalu saja tiga operator besar seperti Telkomsel, XL Axiata, dan Indosat Ooredoo telah menggelar uji jaringan 5G walaupun masih dalam lingkup terbatas.
Menurut Ridwan, ada beberapa faktor yang menjadi driver atau acuan 5G di Indonesia. Pertama, yang menjadi driver adalah vendor. Kesiapan vendor dalam melakukan pengembangan, trial, dan implementasi perangkat-perangkat pendukung 5G akan memberikan opsi selebar-lebarnya kepada operator mengenai waktu dan metode implementasi 5G komersial.
Lainnya ada aplikasi. Dari faktor aplikasi, dia menilai bahwa setiap generasi teknologi selalu diiringi dengan killer applications. Adapun pada era 5G, aplikasi akan bergerak ke arah Machine to machine (M2M) dengan ragam layanan yang luas dan latency supercepat.
“Device juga penting. Kesiapan ekosistem pada sisi pelanggan juga akan menjadi salah satu faktor pendorong 5G. Tidak hanya handset dengan kemampuan 5G-enabled, tetapi juga device dengan reliability dan daya baterai yang tahan lama menjadi salah satu pemicu utama munculnya the next ‘G’,” terangnya.
Terakhir, faktor penting lainnya dari driver 5G di Indonesia adalah Kebijakan. Kebijakan dari regulator ataupun pemerintah memiliki pengaruh yang sangat besar. Khususnya mengenai pengalokasian spektrum frekuensi dan skenario implementasi 5G nasional.
“Melalui proses pengalokasian dan pemeilihan metode implementasi yang tepat, maka akan memberikan pondasi yang baik bagi industri 5G nasional yang pada akhirnya menguntungkan seluruh pihak,” jelasnya.
Selain itu, Ridwan menambahkan bahwa teknologi 5G tidak hanya soal perangkat smartphone. Teknologi 5G juga akan menjadi katalisator bagi revolusi Industri 4.0, yaitu pengembangan teknologi Intemet of Things (IOT) dengan aplikasinya di sektor yang lebih luas.
“Aplikasi dimaksud seperti industrial remote control, pertanian, kesehatan yang disalurkan dalam sistem real-time, hingga machine to machine (M2M) interaction untuk mendukung automated vehicles dan smart cities,” paparnya.
Sementara bicara kebijakan, di Indonesia sendiri soal 5G memang masih belum siap betul. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara dalam beberapa pertemuan menyebut bahwa di Indonesia, uji coba infastruktur jaringan 5G ditargetkan baru berlangsung 2020 mendatang. Sayangnya, uji coba tersebut untuk sementara pun masih dibatasi pada sektor industri. Belum menyasar konsumen secara luas dalam hal ini pengguna smartphone.
Kendati demikian, pihaknya menyebut saat ini Indonesia telah masuk dalam tahap penyusunan dan sosialisasi draf kebijakan 5G. Di dalam draf tersebut menyangkut spektrum, model bisnis, biaya hak pakai, dan lain-lain.
Tak hanya itu, pemerintah juga mulai mempercepat finalisasi kebijakan yang sebelumnya ditargetkan rampung pada 2020 atau 2021.
“Jika regulasi baru akan dikeluarkan dua tahun lagi, penerapan 5G akan kembali molor lantaran operator butuh waktu sekitar satu tahun untuk bersiap menggelar jaringan 5G ini,” ujarnya.
Di sisi lain, operator-operator telekomunikasi di Indonesia agaknya jauh lebih cepat daripada pemerintah. Pasalnya, tahun lalu saja tiga operator besar seperti Telkomsel, XL Axiata, dan Indosat Ooredoo telah menggelar uji jaringan 5G walaupun masih dalam lingkup terbatas.
(poe)