Sensetime Besar berkat Dukungan Pemerintah
A
A
A
SENSETIME menjadi salah satu startup yang menonjol di bidang AI karena pendekatan mereka yang sangat berbeda. “Tidak mungkin bagi orang untuk memantau semua kamera di China,” kata Xu Li, pendiri Sensetime.
“Tapi dengan memutar video asli menjadi data terstruktur, itu membuatnya lebih mudah untuk menyimpan dan mencari sehingga Anda dapat menemukan, misalnya, seorang wanita dalam t-shirt putih dengan tas biru dan BMW di sampingnya,” ujarnya.
Xu Li mengakui, bertumbuhnya Sensetime sebagai perusahaan kecerdasan buatan yang telah berkembang pesat di China salah satunya karena dukungan pemerintah yang kuat, kumpulan data besar yang dibuat populasi besar, dan minimnya ketakutan akan privasi seperti di Negara-negara Barat.
Industri yang baru lahir ini sedang didorong kombinasi perusahaan AI seperti Sensetime, Face ++ dan perusahaan pengenalan suara iFlytek, serta tiga raksasa internet China (Alibaba, Baidu, dan Tencent). “Sensetime dan pesaingnya dapat tumbuh sangat cepat dibandingkan tempat lain di dunia karena pengawasan video adalah masalah besar di China.Pemerintah mengendalikan anggaran dan ada anggaran besar untuk itu sehingga mereka dapat mengelola masyarakat,” kata Justin Niu, mitra di IDG, salah satu investor awal Sensetime. Xu mengatakan bahwa penduduk China yang besar memberikan perusahaan AI-nya keuntungan besar atas rival mereka di tempat lain.
“Ukuran berarti segalanya. Kami telah memproses 500 juta identitas untuk pengenalan wajah. Perusahaan AS tidak dapat menguji begitu banyak pelanggan,” ujarnya.
Lewat China Mobile saja, Sensetime mampu memverifikasi wajah untuk 300 juta pelanggan. Sensetime juga mengutilisasi kemampuan pencitraan komputernya di sejumlah sektor lain, mulai aplikasi seluler realitas maya hingga toko ritel yang sepenuhnya otomatis, di mana kamera akan merekam produk yang diambil dan mengisi dompet elektronik mereka menggunakan pengenalan wajah.
Xu mengatakan, Sensetime memiliki keuntungan dalam mempekerjakan lebih dari 100 pemegang gelar doktor dalam pencitraan komputer, termasuk dia. Strategi perusahaan adalah mencocokkan kemampuan akademis ini dengan kekuatan mitra bisnisnya.
Partner bisnis mereka mulai departemen kepolisian China seperti di Guangzhou, mengoperasikan laboratorium penelitian bersama, pabrikan seperti Oppo dan Vivo, hingga perusahaan pembayaran seperti UnionPay. Saat ini hanya 13% dari pendapatan Sensetime berasal dari luar China.
Tetapi, Xu ingin memperluas bisnis internasional dengan anak perusahaan di Jepang dan berencana membuka kantor di Singapura serta pusat penelitian dan pengembangan di AS.
Meski demikian, diprediksi adopsi pengenalan wajah akan jauh lebih lambat di luar China karena kekhawatiran tentang privasi dan keamanan data. “Di luar China memang ada kekhawatiran yang dapat dipertanggungjawabkan tentang bagaimana data akan dikumpulkan. Banyak konsumen di Barat akan gugup memiliki wajah, identitas, dan data pribadi mereka yang disimpan bersama di server di China,” ungkap Xu Li. (Danang)
“Tapi dengan memutar video asli menjadi data terstruktur, itu membuatnya lebih mudah untuk menyimpan dan mencari sehingga Anda dapat menemukan, misalnya, seorang wanita dalam t-shirt putih dengan tas biru dan BMW di sampingnya,” ujarnya.
Xu Li mengakui, bertumbuhnya Sensetime sebagai perusahaan kecerdasan buatan yang telah berkembang pesat di China salah satunya karena dukungan pemerintah yang kuat, kumpulan data besar yang dibuat populasi besar, dan minimnya ketakutan akan privasi seperti di Negara-negara Barat.
Industri yang baru lahir ini sedang didorong kombinasi perusahaan AI seperti Sensetime, Face ++ dan perusahaan pengenalan suara iFlytek, serta tiga raksasa internet China (Alibaba, Baidu, dan Tencent). “Sensetime dan pesaingnya dapat tumbuh sangat cepat dibandingkan tempat lain di dunia karena pengawasan video adalah masalah besar di China.Pemerintah mengendalikan anggaran dan ada anggaran besar untuk itu sehingga mereka dapat mengelola masyarakat,” kata Justin Niu, mitra di IDG, salah satu investor awal Sensetime. Xu mengatakan bahwa penduduk China yang besar memberikan perusahaan AI-nya keuntungan besar atas rival mereka di tempat lain.
“Ukuran berarti segalanya. Kami telah memproses 500 juta identitas untuk pengenalan wajah. Perusahaan AS tidak dapat menguji begitu banyak pelanggan,” ujarnya.
Lewat China Mobile saja, Sensetime mampu memverifikasi wajah untuk 300 juta pelanggan. Sensetime juga mengutilisasi kemampuan pencitraan komputernya di sejumlah sektor lain, mulai aplikasi seluler realitas maya hingga toko ritel yang sepenuhnya otomatis, di mana kamera akan merekam produk yang diambil dan mengisi dompet elektronik mereka menggunakan pengenalan wajah.
Xu mengatakan, Sensetime memiliki keuntungan dalam mempekerjakan lebih dari 100 pemegang gelar doktor dalam pencitraan komputer, termasuk dia. Strategi perusahaan adalah mencocokkan kemampuan akademis ini dengan kekuatan mitra bisnisnya.
Partner bisnis mereka mulai departemen kepolisian China seperti di Guangzhou, mengoperasikan laboratorium penelitian bersama, pabrikan seperti Oppo dan Vivo, hingga perusahaan pembayaran seperti UnionPay. Saat ini hanya 13% dari pendapatan Sensetime berasal dari luar China.
Tetapi, Xu ingin memperluas bisnis internasional dengan anak perusahaan di Jepang dan berencana membuka kantor di Singapura serta pusat penelitian dan pengembangan di AS.
Meski demikian, diprediksi adopsi pengenalan wajah akan jauh lebih lambat di luar China karena kekhawatiran tentang privasi dan keamanan data. “Di luar China memang ada kekhawatiran yang dapat dipertanggungjawabkan tentang bagaimana data akan dikumpulkan. Banyak konsumen di Barat akan gugup memiliki wajah, identitas, dan data pribadi mereka yang disimpan bersama di server di China,” ungkap Xu Li. (Danang)
(nfl)