PGSD Hanya Sebagai Program Pelengkap
A
A
A
JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Timur kembali menggelar sidang dugaan penerbitan ijazah palsu oleh STT Setia, dengan menghadirkan 2 terdakwa yakni Rektor Sekolah Tinggi Teologia Injili Arastamar (STT Setia), Matheus Mangentang dan Direktur STT Setia, Ernawaty Simbolon menjalani sidang ke -13, Senin (7/5/2018). Sidang kali ini beragendakan mendengarkan keterangan terdakwa.
Kedua terdakwa dimintai keterangan tentang program pendidikan yang diselenggrakan oleh STT Setia dan status ijazah yang diberikan. Dipertanyakan juga, seputar program Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) yang menjadi permasalahan dan disebut sebagai program pelengkap.
Dalam persidangan ke-13 itu, terdakwa Matheus Mangentang selaku mantan rektor dan Ernawaty Simbolon sebagai direktur masih mengaku bersalah. Di hadapan hakim, Matheus menuturkan, PGSD hanya sebagai pelengkap. Bukan sebuah prodi.
"Kami tidak melaporkan ini karena kami menganggap hanya pelengkap. Saat itu Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) 2003 masih digodok sementara tuntutan sangat mendesak," terang Matheus
Lebih lanjut dia menjelaskan, izin pendirian saat itu hanya berupa keterangan dari kanwil Bimas Kristen. Menurutnya, saat itu prodi PGSD didirikan atas inisiatif sekolah di bawah senat. "Yang kemudian pada 2008 atas permintaan dikti, PGSD akhirnya dihentikan," terangnya.
Setelah Matheus, giliran Ernawaty memberikan keterangan kepada hakim. Dia mengakui bahwa PGSD tidak memiliki izin. Perempuan berambut pendek itu menyatakan, jika pihaknya telah menyampaikan hal tersebut kepada mahasiswa.
"Tidak ada janji-janji apapun kepada mahasiswa. Maka kami sangat menyayangkan kalau mereka mempermasalahkan (izin, red)," ungkap Ernawaty.
Seusai, Tommy Sihotang, SH, kuasa hukum pihak terdakwa seusai persidangan mengatakan "Siapa pun berhak menyelenggarakan pendidikan di Republik ini. Nanti izinnya diurus. Kok, dipidanakan, “
Sementara itu, kuasa hukum para korban Yakob Budiman Kantor Advokat Sabar Ompu Sunggu & Partners menjelaskan apa yang disampaikan oleh Kedua Terdakwa bukanlah suatu alasan pemaaf atau pembenar yang dapat menghapuskan tindak pidana. Apalagi kedua Terdakwa dengan tegas telah mengakui melaksanakan Prodi PGSD tanpa ijin,
" Jadi sudah semakin terbukti. Sehingga seharusnya tidak ada lagi keragu-raguan hakim untuk memvonis bersalah Kedua Terdakwa" tandasnya.
(ven)
Kedua terdakwa dimintai keterangan tentang program pendidikan yang diselenggrakan oleh STT Setia dan status ijazah yang diberikan. Dipertanyakan juga, seputar program Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) yang menjadi permasalahan dan disebut sebagai program pelengkap.
Dalam persidangan ke-13 itu, terdakwa Matheus Mangentang selaku mantan rektor dan Ernawaty Simbolon sebagai direktur masih mengaku bersalah. Di hadapan hakim, Matheus menuturkan, PGSD hanya sebagai pelengkap. Bukan sebuah prodi.
"Kami tidak melaporkan ini karena kami menganggap hanya pelengkap. Saat itu Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) 2003 masih digodok sementara tuntutan sangat mendesak," terang Matheus
Lebih lanjut dia menjelaskan, izin pendirian saat itu hanya berupa keterangan dari kanwil Bimas Kristen. Menurutnya, saat itu prodi PGSD didirikan atas inisiatif sekolah di bawah senat. "Yang kemudian pada 2008 atas permintaan dikti, PGSD akhirnya dihentikan," terangnya.
Setelah Matheus, giliran Ernawaty memberikan keterangan kepada hakim. Dia mengakui bahwa PGSD tidak memiliki izin. Perempuan berambut pendek itu menyatakan, jika pihaknya telah menyampaikan hal tersebut kepada mahasiswa.
"Tidak ada janji-janji apapun kepada mahasiswa. Maka kami sangat menyayangkan kalau mereka mempermasalahkan (izin, red)," ungkap Ernawaty.
Seusai, Tommy Sihotang, SH, kuasa hukum pihak terdakwa seusai persidangan mengatakan "Siapa pun berhak menyelenggarakan pendidikan di Republik ini. Nanti izinnya diurus. Kok, dipidanakan, “
Sementara itu, kuasa hukum para korban Yakob Budiman Kantor Advokat Sabar Ompu Sunggu & Partners menjelaskan apa yang disampaikan oleh Kedua Terdakwa bukanlah suatu alasan pemaaf atau pembenar yang dapat menghapuskan tindak pidana. Apalagi kedua Terdakwa dengan tegas telah mengakui melaksanakan Prodi PGSD tanpa ijin,
" Jadi sudah semakin terbukti. Sehingga seharusnya tidak ada lagi keragu-raguan hakim untuk memvonis bersalah Kedua Terdakwa" tandasnya.
(ven)