Miliki Akun Medsos, Jangan Kaget Jika Data Dicuri
A
A
A
JAKARTA - Chairman Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama D Persadha mengatakan, pencurian data melalui media sosial (medsos) sebenarnya sudah lama terjadi. Bahkan, menurut dia, begitu seseorang menyerahkan datanya ke layanan media sosial, maka data tersebut rentan dicuri karena seluruhnya ditangani oleh pengelola media yang bersangkutan.
Pratama mengatakan, dari kasus kebocoran 87 juta data akun Facebook di seluruh dunia, bisa jadi data riilnya jauh lebih besar dari yang disebutkan pengelola medsos tersebut.
"Kalau kita lihat, dari 87 juta yang diakui Facebook dicuri itu bisa jadi hanya mengaku-aku saja. Mungkin saja semua data sudah dicuri, kita kan enggak tahu? Kita hanya bisa minta infomasi data mana yang kena (curi)," ujarnya dalam talkshow bertajuk "Maling Data Facebook" yang digelar MNC Trijaya FM di Jakarta, Sabtu (7/4/2018).
Menurut Pratama, pemerintah Indonesia tidak punya kekuatan apa-apa untuk tawar-menawar dalam hal ini. "Semua informasi penting untuk iklan politik, bahkan kalau akun tersebut milik pembuat kebijakan di Indonesia seperti pejabat, bahayanya minta ampun. Kesadaran pejabat rendah, bisa kasih informasi apapun ke medsos," katanya.
Karena itu, Pratama menegaskan, perlu ada undang-undang yang melindungi privasi pengguna medsos agar ke depan kejadian seperti pencurian data Facebook bisa dibawa ke ranah hukum. "UU perlindungan privasi harus ada, kita juga bisa tuntut Facebook atas berita hoax di medianya, pemerintah kita mau enggak lakukan itu?" cetusnya.
Di acara yang sama, Direktur Komunikasi dan Informasi Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto mengatakan, penyadapan hingga pencurian data atau informasi saat ini makin mudah terjadi seiring akin berkembangnya teknologi satelit dan lainnya.
"Oleh karenanya misal data kita terlanjur ketarik, kita enggak usah gusar, sebenarnya semua datanya melesat canggih via satelit, bisa dilihat, apa sih yang enggak bisa dilihat," ujarnya.
Karena itu, BIN menyarankan agar pengguna medsos lebih bijak dalam mengunggah informasi, khususnya yang bersifat rahasia agar tidak dimasukkan ke media sosial. Wawan menjelaskan, setiap orang bisa menjaga data pribadinya dengan cara tidak membicarakan hal-hal yang bersifat rahasia melalui media sosial. Media sosial, tegas dia, sebaiknya hanya untuk mempertukarkan informasi biasa atau terbatas saja.
"Jadi begini, selama enggak bicarakan yang rahasia dan sangat rahasia, mereka hanya dapat pepesan kosong, tapi kalau itu dibicarakan bahaya," pungkasnya.
Pratama mengatakan, dari kasus kebocoran 87 juta data akun Facebook di seluruh dunia, bisa jadi data riilnya jauh lebih besar dari yang disebutkan pengelola medsos tersebut.
"Kalau kita lihat, dari 87 juta yang diakui Facebook dicuri itu bisa jadi hanya mengaku-aku saja. Mungkin saja semua data sudah dicuri, kita kan enggak tahu? Kita hanya bisa minta infomasi data mana yang kena (curi)," ujarnya dalam talkshow bertajuk "Maling Data Facebook" yang digelar MNC Trijaya FM di Jakarta, Sabtu (7/4/2018).
Menurut Pratama, pemerintah Indonesia tidak punya kekuatan apa-apa untuk tawar-menawar dalam hal ini. "Semua informasi penting untuk iklan politik, bahkan kalau akun tersebut milik pembuat kebijakan di Indonesia seperti pejabat, bahayanya minta ampun. Kesadaran pejabat rendah, bisa kasih informasi apapun ke medsos," katanya.
Karena itu, Pratama menegaskan, perlu ada undang-undang yang melindungi privasi pengguna medsos agar ke depan kejadian seperti pencurian data Facebook bisa dibawa ke ranah hukum. "UU perlindungan privasi harus ada, kita juga bisa tuntut Facebook atas berita hoax di medianya, pemerintah kita mau enggak lakukan itu?" cetusnya.
Di acara yang sama, Direktur Komunikasi dan Informasi Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto mengatakan, penyadapan hingga pencurian data atau informasi saat ini makin mudah terjadi seiring akin berkembangnya teknologi satelit dan lainnya.
"Oleh karenanya misal data kita terlanjur ketarik, kita enggak usah gusar, sebenarnya semua datanya melesat canggih via satelit, bisa dilihat, apa sih yang enggak bisa dilihat," ujarnya.
Karena itu, BIN menyarankan agar pengguna medsos lebih bijak dalam mengunggah informasi, khususnya yang bersifat rahasia agar tidak dimasukkan ke media sosial. Wawan menjelaskan, setiap orang bisa menjaga data pribadinya dengan cara tidak membicarakan hal-hal yang bersifat rahasia melalui media sosial. Media sosial, tegas dia, sebaiknya hanya untuk mempertukarkan informasi biasa atau terbatas saja.
"Jadi begini, selama enggak bicarakan yang rahasia dan sangat rahasia, mereka hanya dapat pepesan kosong, tapi kalau itu dibicarakan bahaya," pungkasnya.
(fjo)