Pembatasan Kartu Seluler untuk 1 NIK Dinilai Penting
A
A
A
JAKARTA - Komisi l DPR tetap mendukung kebijakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang membatasi setiap Nomor Induk Kependudukan (NIK) hanya memiliki paling banyak tiga nomor kartu SIM atau pelanggan pada setiap operator.
Hal itu sesuai dengan Peraturan Menkominfo No 21 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menkominfo No12 Tahun 2016 tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi.
“Sekali lagi, kebijakan itu sudah benar kita tetap dukung. Ini kan juga bukan hal baru, karena di negara lain juga sudah diberlakukan dengan baik,” kata anggota Komisi I DPR Evita Nursanty terkait aksi unjuk rasa para pedagang atau konter pulsa, yang tergabung dalam Kesatuan Niaga Cellular Indonesia (KNCI), Selasa (3/4/2018)
Menurut Evita, kebijakan ini sudah sangat moderat karena sesuai peraturan menteri di pasal 11 terbuka opsi untuk satu NIK dapat melakukan registrasi untuk tiga nomor pada setiap operator. Artinya jika ada empat operator maka bisa maksimal punya 12 nomor. Bahkan, terbuka juga registrasi tujuan komunikasi Machine to machine (M2M).
"Banyak isu lain yang sangat penting terkait registrasi kartu prabayar yang justru membutuhkan partisipasi publik termasuk para pedagang, operator, DPR maupun pemerintah di dalamnya," katanya.
Misalnya soal perlindungan data pribadi, rekonsiliasi data pelanggan seluler dan operator telekomunikasi. Untuk itu, dia meminta semua pihak untuk fokus menuntaskan agenda penting ini.
Evita mengakui, apa yang menjadi concern para pedagang dan concern secara nasional terkait pengaturan kartu SIM memang sedikit berbeda. Pedagang selalu berpikiran omzet, sedangkan Kemenkominfo dalam hal ini memikirkan kepentingan yang lebih bangsa dan negara, industri dan masyarakat yang lebih besar lagi.
Evita yakin keduanya memiliki temu ketika sudah berbicara kepentingan bangsa dan negara.
“Penurunan omzet bukan alasan untuk mematikan kebijakan yang sudah baik. Disisi lain saya ikut menyayangkan kebiasaan operator yang obral promo sejak dulu sehingga terbuang kartu SIM. Jika ini diteruskan, justru membuat industri tidak efisien dan merugikan kepentingan bangsa kita secara keseluruhan," ujar Fraksi PDI Perjuangan ini.
Evita berharap ada solusi yang bisa ditempuh terhadap persoalan yang dihadapi para pedagang, antara lain mengembangkan pola atau model bisnis baru sesuai perkembangan teknologi yang terus berubah.
“Jadi bukan kebijakan registrasi atau pembatasan kartunya yang dipersoalkan karena kebijakan itu sudah tepat, sudah benar. Kita bahas membangun lingkungan bisnis yang baik untuk semua, tapi karena sekarang semua berubah dengan cepat sehingga pedagang pun harus berubah. Di sinilah penyelenggara jasa telekomunikasi dan Kemenkominfo dan para pedagang bisa melakukan dialog," ujarnya.
Menurut dia, registrasi ulang dan pembatasan kartu SIM yang hanya tiga, sangat perlu demi penciptaan komunikasi yang sehat, mencegah kriminalitas hingga terorisme, membangun lingkungan yang baik bagi ecommerce , kemanfaatan untuk memudahkan penyaluran bantuan, menciptakan industri telekomunikasi lebih positif dan kompetisi yang lebih sehat di masa mendatang, mempermudah administrasi kependudukan, dan banyak manfaat lainnya.
Ketika ditanya kebenaran informasi bahwa pihak Kemenkominfo sudah sepakat dengan para pengunjuk rasa bahwa Kemenkominfo akan memberi izin registrasi tanpa batas kepada pedagang pulsa, Evita Nursanty mengaku belum mengetahuinya.
“Saya belum tahu tapi ada keputusan seperti itu yaitu ke masyarakat bisa registrasi oleh pedagang pulsa atau tanpa harus ke gerai operator kartu SIM. Apakah itu tidak menyalahi peraturan menteri ? Nanti akan saya tanyakan kepada Menkominfo apakah aturanya akan diubah dan bagaimana konsekuensinya. Kalau misalnya registrasi dilakukan di pedagang pulsa bagaimana nanti pertanggung jawabannya,” tanya Evita lagi.
Diingatkan juga bahwa penyelenggara jasa telekomunikasi wajib menonaktifkan nomor pelanggan prabayar yang terbukti menggunakan identitas palsu, tidak benar atau milik orang lain tanpa hak atau tanpa seizin orang yang bersangkutan
Hal itu sesuai dengan Peraturan Menkominfo No 21 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menkominfo No12 Tahun 2016 tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi.
“Sekali lagi, kebijakan itu sudah benar kita tetap dukung. Ini kan juga bukan hal baru, karena di negara lain juga sudah diberlakukan dengan baik,” kata anggota Komisi I DPR Evita Nursanty terkait aksi unjuk rasa para pedagang atau konter pulsa, yang tergabung dalam Kesatuan Niaga Cellular Indonesia (KNCI), Selasa (3/4/2018)
Menurut Evita, kebijakan ini sudah sangat moderat karena sesuai peraturan menteri di pasal 11 terbuka opsi untuk satu NIK dapat melakukan registrasi untuk tiga nomor pada setiap operator. Artinya jika ada empat operator maka bisa maksimal punya 12 nomor. Bahkan, terbuka juga registrasi tujuan komunikasi Machine to machine (M2M).
"Banyak isu lain yang sangat penting terkait registrasi kartu prabayar yang justru membutuhkan partisipasi publik termasuk para pedagang, operator, DPR maupun pemerintah di dalamnya," katanya.
Misalnya soal perlindungan data pribadi, rekonsiliasi data pelanggan seluler dan operator telekomunikasi. Untuk itu, dia meminta semua pihak untuk fokus menuntaskan agenda penting ini.
Evita mengakui, apa yang menjadi concern para pedagang dan concern secara nasional terkait pengaturan kartu SIM memang sedikit berbeda. Pedagang selalu berpikiran omzet, sedangkan Kemenkominfo dalam hal ini memikirkan kepentingan yang lebih bangsa dan negara, industri dan masyarakat yang lebih besar lagi.
Evita yakin keduanya memiliki temu ketika sudah berbicara kepentingan bangsa dan negara.
“Penurunan omzet bukan alasan untuk mematikan kebijakan yang sudah baik. Disisi lain saya ikut menyayangkan kebiasaan operator yang obral promo sejak dulu sehingga terbuang kartu SIM. Jika ini diteruskan, justru membuat industri tidak efisien dan merugikan kepentingan bangsa kita secara keseluruhan," ujar Fraksi PDI Perjuangan ini.
Evita berharap ada solusi yang bisa ditempuh terhadap persoalan yang dihadapi para pedagang, antara lain mengembangkan pola atau model bisnis baru sesuai perkembangan teknologi yang terus berubah.
“Jadi bukan kebijakan registrasi atau pembatasan kartunya yang dipersoalkan karena kebijakan itu sudah tepat, sudah benar. Kita bahas membangun lingkungan bisnis yang baik untuk semua, tapi karena sekarang semua berubah dengan cepat sehingga pedagang pun harus berubah. Di sinilah penyelenggara jasa telekomunikasi dan Kemenkominfo dan para pedagang bisa melakukan dialog," ujarnya.
Menurut dia, registrasi ulang dan pembatasan kartu SIM yang hanya tiga, sangat perlu demi penciptaan komunikasi yang sehat, mencegah kriminalitas hingga terorisme, membangun lingkungan yang baik bagi ecommerce , kemanfaatan untuk memudahkan penyaluran bantuan, menciptakan industri telekomunikasi lebih positif dan kompetisi yang lebih sehat di masa mendatang, mempermudah administrasi kependudukan, dan banyak manfaat lainnya.
Ketika ditanya kebenaran informasi bahwa pihak Kemenkominfo sudah sepakat dengan para pengunjuk rasa bahwa Kemenkominfo akan memberi izin registrasi tanpa batas kepada pedagang pulsa, Evita Nursanty mengaku belum mengetahuinya.
“Saya belum tahu tapi ada keputusan seperti itu yaitu ke masyarakat bisa registrasi oleh pedagang pulsa atau tanpa harus ke gerai operator kartu SIM. Apakah itu tidak menyalahi peraturan menteri ? Nanti akan saya tanyakan kepada Menkominfo apakah aturanya akan diubah dan bagaimana konsekuensinya. Kalau misalnya registrasi dilakukan di pedagang pulsa bagaimana nanti pertanggung jawabannya,” tanya Evita lagi.
Diingatkan juga bahwa penyelenggara jasa telekomunikasi wajib menonaktifkan nomor pelanggan prabayar yang terbukti menggunakan identitas palsu, tidak benar atau milik orang lain tanpa hak atau tanpa seizin orang yang bersangkutan
(wbs)