Pakai Programmer Lokal, Aplikasi DANA Siap Terobos Dominasi Asing
A
A
A
JAKARTA - Financial technology atau fintech di Indonesia terus berkembang. Alasan praktis dalam bertransaksi membuat teknologi ini diterima luas oleh masyarakat.
Hari ini, Rabu (21/3/2018), DANA atau Dompet Digital Indonesia secara resmi menjadi pemain baru dalam industri tersebut. Perusahaan rintisan (startup) ini mengusung misi sebagai platform terbuka yang menjadi solusi bagi semua transaksi digital nontunai, baik online maupun offline.
Dinahkodai Vincent Iswara sebagai CEO, DANA berkomitmen membawa masyarakat Indonesia berdaya saing dengan kemampuan transaksi nontunai yang transparan, aman, dan efisien. Sekaligus mampu berkontribusi optimal dalam mendukung Indonesia bertransformasi menjadi negara maju.
“Kesulitan dalam bertransaksi konvensional dengan menggunakan uang tunai dalam kegiatan sehari-hari seringkali menghalangi peningkatan produktivitas dan daya saing. DANA kami dirikan untuk optimalisasi penggunaan nontunai dan turut mentransformasi masyarakat Indonesia menjadi masyarakat ekonomi digital yang memiliki nilai tambah dan daya saing yang kuat,” kata Vincent Iswara.
Vincent mengutarakan, DANA dibangun berdasarkan teknologi terdepan yang smart dan aman. Para programmer muda Indonesia yang berkompeten dan berdedikasi tinggi saat ini tengah memodifikasi teknologi ini agar lebih cocok bagi masyarakat Indonesia.
Selain itu, Data Center dan Data Recovery Center juga berlokasi di Indonesia. “Dengan mengembangkan teknologi canggih yang memiliki tingkat keandalan tinggi, DANA menjadi wadah bagi para programmer muda Indonesia untuk mengoptimalkan kompetensinya tanpa harus tergantung pada keberadaan programmer-programmer asing. Di sinilah arti pentingnya transfer teknologi untuk anak muda Indonesia yang berguna sebagai landasan bagi kita menuju kemandirian teknologi di masa depan,” ucap Vincent.
Sekadar informasi, penggunaan uang tunai membuat negara harus mengeluarkan sedikitnya Rp3,5 triliun setiap tahun untuk mencetak dan mendistribusikan uang. Gerakan Nasional Non Tunai yang diinisiasi oleh Bank Indonesia sejak 2014 sudah mulai membuahkan hasil, sehingga penghematan negara sudah mulai terlihat.
Meski demikian, berdasarkan survei persepsi publik yang dilakukan Provetic, sebuah lembaga survei digital, 90% dari responden sudah pernah melakukan transaksi nontunai, walaupun dalam bentuk cenderung terbatas. Adapun 78% dari yang menyatakan belum pernah melakukan transaksi nontunai sudah mau beralih ke sistem pembayaran nontunai. Namun belum tahu alasannya.
Rata-rata juga berpersepsi akses dan fasilitas masih belum memadai dan penggunaan uang tunai lebih mudah. Walau faktanya mereka sudah mengeluhkan beberapa ketidaknyamanan dalam bertransaksi tunai.
Iwan Setiawan dari Provetic mengatakan, untuk mengatasi ketidaknyamanan tersebut, dibutuhkan kerja sama antara inventor di sektor fintech, merchants, pengguna, dan pemerintah. "Ini supaya gerakan nontunai dapat bergerak lebih cepat,” harapnya.
Menurut Iwan, keberadaan dompet digital sebagai solusi pendorong terwujudnya gaya hidup nontunai di masa depan adalah keniscayaan melihat tren transaksi nontunai di kalangan milenial Indonesia, terutama di e-commerce, terus menunjukkan peningkatan. Aktivitas transaksi di eCommerce yang menggunakan nontunai tidak hanya digunakan untuk pembelian produk fesyen, tapi juga untuk penunjang produktivitas keseharian, dari beli pulsa telepon (58%) hingga bayar tagihan listrik (35%). Artinya, kebutuhan terhadap dompet digital di kalangan millennial makin menguat.
Hari ini, Rabu (21/3/2018), DANA atau Dompet Digital Indonesia secara resmi menjadi pemain baru dalam industri tersebut. Perusahaan rintisan (startup) ini mengusung misi sebagai platform terbuka yang menjadi solusi bagi semua transaksi digital nontunai, baik online maupun offline.
Dinahkodai Vincent Iswara sebagai CEO, DANA berkomitmen membawa masyarakat Indonesia berdaya saing dengan kemampuan transaksi nontunai yang transparan, aman, dan efisien. Sekaligus mampu berkontribusi optimal dalam mendukung Indonesia bertransformasi menjadi negara maju.
“Kesulitan dalam bertransaksi konvensional dengan menggunakan uang tunai dalam kegiatan sehari-hari seringkali menghalangi peningkatan produktivitas dan daya saing. DANA kami dirikan untuk optimalisasi penggunaan nontunai dan turut mentransformasi masyarakat Indonesia menjadi masyarakat ekonomi digital yang memiliki nilai tambah dan daya saing yang kuat,” kata Vincent Iswara.
Vincent mengutarakan, DANA dibangun berdasarkan teknologi terdepan yang smart dan aman. Para programmer muda Indonesia yang berkompeten dan berdedikasi tinggi saat ini tengah memodifikasi teknologi ini agar lebih cocok bagi masyarakat Indonesia.
Selain itu, Data Center dan Data Recovery Center juga berlokasi di Indonesia. “Dengan mengembangkan teknologi canggih yang memiliki tingkat keandalan tinggi, DANA menjadi wadah bagi para programmer muda Indonesia untuk mengoptimalkan kompetensinya tanpa harus tergantung pada keberadaan programmer-programmer asing. Di sinilah arti pentingnya transfer teknologi untuk anak muda Indonesia yang berguna sebagai landasan bagi kita menuju kemandirian teknologi di masa depan,” ucap Vincent.
Sekadar informasi, penggunaan uang tunai membuat negara harus mengeluarkan sedikitnya Rp3,5 triliun setiap tahun untuk mencetak dan mendistribusikan uang. Gerakan Nasional Non Tunai yang diinisiasi oleh Bank Indonesia sejak 2014 sudah mulai membuahkan hasil, sehingga penghematan negara sudah mulai terlihat.
Meski demikian, berdasarkan survei persepsi publik yang dilakukan Provetic, sebuah lembaga survei digital, 90% dari responden sudah pernah melakukan transaksi nontunai, walaupun dalam bentuk cenderung terbatas. Adapun 78% dari yang menyatakan belum pernah melakukan transaksi nontunai sudah mau beralih ke sistem pembayaran nontunai. Namun belum tahu alasannya.
Rata-rata juga berpersepsi akses dan fasilitas masih belum memadai dan penggunaan uang tunai lebih mudah. Walau faktanya mereka sudah mengeluhkan beberapa ketidaknyamanan dalam bertransaksi tunai.
Iwan Setiawan dari Provetic mengatakan, untuk mengatasi ketidaknyamanan tersebut, dibutuhkan kerja sama antara inventor di sektor fintech, merchants, pengguna, dan pemerintah. "Ini supaya gerakan nontunai dapat bergerak lebih cepat,” harapnya.
Menurut Iwan, keberadaan dompet digital sebagai solusi pendorong terwujudnya gaya hidup nontunai di masa depan adalah keniscayaan melihat tren transaksi nontunai di kalangan milenial Indonesia, terutama di e-commerce, terus menunjukkan peningkatan. Aktivitas transaksi di eCommerce yang menggunakan nontunai tidak hanya digunakan untuk pembelian produk fesyen, tapi juga untuk penunjang produktivitas keseharian, dari beli pulsa telepon (58%) hingga bayar tagihan listrik (35%). Artinya, kebutuhan terhadap dompet digital di kalangan millennial makin menguat.
(mim)