Media Sosial Harus Jadi Modal Positif
A
A
A
JAKARTA - Aktivitas media sosial orang Indonesia kembali menjadi sorotan dunia. Baru-baru ini, sebuah laporan mengungkap posisi Indonesia yang unggul dalam aktivitas di media sosial.
Berdasarkan laporan bertajuk Global Digital 2018 dari We Are Social dan Hootsuite, Indonesia tercatat di peringkat keempat jumlah pengguna Facebook terbanyak di dunia, ranking ketiga untuk pengguna Instagram aktif terbesar dunia, dan peringkat ketiga untuk pengguna Twitter terbesar dunia.
Fakta ini menjadi modal positif bagi dalam upaya mendorong literasi digital sehingga berdampak bagi kebaikan masyarakat. Sayangnya, kondisi ini belum sepenuhnya dimanfaatkan karena justru sering ditemukan akum media sosial untuk menyebarkan konten negatif.
Pada laporan tersebut, para pengguna media sosial di Indonesia juga masuk peringkat 5-10 besar di berbagai kategori lain. Misalnya, untuk kategori waktu yang dihabiskan per hari di internet, Indonesia menempati peringkat keempat yakni selama 8 jam 51 menit. Peringkat pertama untuk kategori ini ditempati Thailand dengan waktu 9 jam 38 menit, kedua Filipina 9 jam 29 menit dan ketiga Brasil 9 Jam 14 menit.
“Indonesia masih di atas Afrika Selatan 8 jam 27 menit, Malaysia 8 jam 27 menit, Meksiko 8 jam 17 menit, Argentina 8 jam 12 menit, Mesir 8 jam 10 menit dan Taiwan 7 jam 49 menit,” papar Simon Kemp dari We Are Social yang menyusun laporan Global Digital.
Secara lebih khusus lagi, Indonesia menempati ranking ketiga untuk waktu yang dihabiskan di media sosial, selama 3 jam 23 menit. Posisi puncak ditempati Filipina 3 jam 57 menit dan Brasil 3 Jam 39 menit. Di bawah Indonesia ada Thailand 3 jam 10 menit, Argentina 3 jam 9 menit dan Mesir 3 jam 9 menit.
Pada laporan tersebut, Indonesia disebut menempati peringkat keempat untuk pengguna Facebook terbanyak di dunia dengan 130 juta orang. Posisi puncak ditempati India dengan 250 juta pengguna, AS 230 juta, Brasil 130 juta.
Untuk penetrasi Instagram per negara, Indonesia menempati posisi ke-25 sebesar 20%. Penetrasi Instagram ialah jumlah pengguna aktif Instagram per bulan, dibandingkan dengan total populasi. Posisi puncak untuk kategori itu ditempati Swedia 47%, diikuti Turki 41%, Singapura 36%, Arab Saudi 36%, Australia 36%, Hong Kong 35%, Uni Emirat Arab 35%, Malaysia 35%, Amerika Serikat 34%.
Yang menarik, Indonesia menempati rangking ketiga untuk negara dengan pengguna Instagram aktif terbesar dunia dengan 53 juta pengguna. Di atas Indonesia ada AS sebanyak 110 juta pengguna dan Brasil 57 juta pengguna.
Indonesia masih lebih unggul dibandingkan India 52 juta pengguna, Turki 33 juta pengguna, Rusia 29 juta pengguna, Iran 24 juta pengguna, Jepang 22 juta pengguna, Inggris 21 juta pengguna, dan Meksiko 20 juta pengguna.
Adapun untuk media sosial Twitter, berdasarkan data Statista.com, Indonesia tercatat memiliki 24,34 juta pengguna pada Mei 2016. Di posisi puncak, AS sebanyak 67,54 juta dan India 41,19 juta. “Setelah Indonesia, Jepang menempati peringkat keempat sebanyak 22,4 juta, China, 19,19 juta dan Brasil 17,97 juta,” ungkap laporan Statista.
Sementara data lembaga riset NMR, untuk kategori negara dengan pengguna aktif bulanan YouTube, Indonesia tidak masuk peringkat 10 besar. “Posisi tertinggi ditempati AS sebanyak 167,4 juta, diikuti Brasil 69,5 juta, Rusia 47,4 juta, Jepang 46,8 juta, India 41,2 juta, Inggris 35,6 juta, Jerman 31,3 juta, Prancis 30,3 juta, Meksiko 29,4 juta,” papar laporan NMR.
Data Global Digital juga menunjukkan, sekarang ada lebih dari 4 miliar orang di penjuru dunia yang menggunakan internet. Itu artinya lebih dari setengah populasi dunia sekarang sudah terpapar daring.
“Sebagian besar pertumbuhan pengguna internet tahun ini didorong oleh smartphone yang harganya lebih terjangkau serta tarif data mobile yang murah,” papar Simon Kemp dari We Are Social.
Harus Menahan Diri
Dari dalam negeri, Plt Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Noor Iza mengatakan, dibandingkan negara lain, Indonesia merupakan pasar yang cukup potensial untuk pengguna media sosial karena didukung besarnya jumlah penduduk.
"Intinya bahwa pengguna internet semakin banyak, jaringan semakin cepat, gadget semakin murah, sehingga level masyarakat manapun bisa menikmati kemajuan internet," kata Noor.
Meski demikian, menurut dia, tingkat literasi digital para pengguna sosial media di Tanah Air terhadap konten internet yang bermuatan negatif masih cukup rendah. Sehingga masih banyak masyarakat yang mudah terprovokasi terhadap arus informasi yang tidak jelas sumber kebenarannya atau hoax.
"Pemerintah terus mendorong adanya konten positif untuk mendukung kesejahteraan dan pengetahuan, sehingga sosial media ini akan memperoleh kebaikan bagi masyarakat," tutupnya.
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat mengatakan, massifnya penggunaan media sosial oleh masyarakat Indonesia tidak bisa dibendung karena tingkat penggunaan internet untuk hal positif dan produktif memang masih rendah. Namun, kegemaran bermedia sosial itu perlu dikelola dan diarahkan agar bisa menjadi hal positif bagi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
“Untuk itulah, mengkreasi konten positif di medsos harus lebih diperbanyak dan massif agar tidak kalah dengan upaya pihak tertentu yang sengaja menjadikan medsos untuk mengembangkan industri hoax yang akan merusak budaya masyarakat dan kehidupan berbangsa,” katanya.
Menurut Komaruddin, masyarakat Indonesia pada umumnya bukan masyarakat pembaca, tetapi mendengarkan. Dia mengungkapkan, ketika tradisi membaca belum kuat, kemudian datang televisi, sehingga masyarakat asyik menonton. Kemudian, sekarang tambah lagi dengan adanya medsos. Padahal, medsos kualitasnya hanyalah seperti obrolan dalam dunia nyata. Berbeda dengan masyarakat di negara lain yang tradisi membacanya kuat seperti Jepang.
Dia menilai, pemerintah kurang aktif mengisi program-program positif di medsos sehingga kalah dengan mereka yang menyalahgunakan medsos untuk hal negatif. “Sekarang orang yang produksi hoax itu jauh lebih kreatif dan aktif dibanding yang meng-counter,” ujarnya.
Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyari mengungkapkan, langkah pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) sangat menentukan bagaimana ke depan medsos digunakan untuk menyebarkan konten positif. Karena itu, dia mendorong Kemenkominfo untuk membuat langkah strategis dalam mengkampanyekan budaya bermedsos yang baik, tidak hanya ketika menjelang pilkada atau hajatan politik.
Rektor Universitas Indonesia (UI) Muhammad Anis menyayangkan meningkatnya penetrasi penggunaan internet di Indonesia membawa dampak lain berupa maraknya kasus ujaran kebencian di ranah publik.
"Jadi pertanyaannya adalah apa yang terjadi? Kenapa seiring dengan penetrasi internet yang tinggi malah membuat tingkat ujaran kebencian dan hoax juga menjadi semakin tinggi? Mungkin kurangnya program literasi media digital ke masyarakat adalah kunci," paparnya.
Untuk itu, dia menyarankan agar masyarakat banyak menahan diri dan menilai ketika ingin mengungkapkan sesuatu di ranah publik terutama di media sosial. Saat menerima informasi yang beredar, maka sebaiknya menilai sumber rujukannya.
(Mula Akmal/Syarifudin/Heru Febrianto/ Rahmat Sahid/ R Ratna Purnama)
Berdasarkan laporan bertajuk Global Digital 2018 dari We Are Social dan Hootsuite, Indonesia tercatat di peringkat keempat jumlah pengguna Facebook terbanyak di dunia, ranking ketiga untuk pengguna Instagram aktif terbesar dunia, dan peringkat ketiga untuk pengguna Twitter terbesar dunia.
Fakta ini menjadi modal positif bagi dalam upaya mendorong literasi digital sehingga berdampak bagi kebaikan masyarakat. Sayangnya, kondisi ini belum sepenuhnya dimanfaatkan karena justru sering ditemukan akum media sosial untuk menyebarkan konten negatif.
Pada laporan tersebut, para pengguna media sosial di Indonesia juga masuk peringkat 5-10 besar di berbagai kategori lain. Misalnya, untuk kategori waktu yang dihabiskan per hari di internet, Indonesia menempati peringkat keempat yakni selama 8 jam 51 menit. Peringkat pertama untuk kategori ini ditempati Thailand dengan waktu 9 jam 38 menit, kedua Filipina 9 jam 29 menit dan ketiga Brasil 9 Jam 14 menit.
“Indonesia masih di atas Afrika Selatan 8 jam 27 menit, Malaysia 8 jam 27 menit, Meksiko 8 jam 17 menit, Argentina 8 jam 12 menit, Mesir 8 jam 10 menit dan Taiwan 7 jam 49 menit,” papar Simon Kemp dari We Are Social yang menyusun laporan Global Digital.
Secara lebih khusus lagi, Indonesia menempati ranking ketiga untuk waktu yang dihabiskan di media sosial, selama 3 jam 23 menit. Posisi puncak ditempati Filipina 3 jam 57 menit dan Brasil 3 Jam 39 menit. Di bawah Indonesia ada Thailand 3 jam 10 menit, Argentina 3 jam 9 menit dan Mesir 3 jam 9 menit.
Pada laporan tersebut, Indonesia disebut menempati peringkat keempat untuk pengguna Facebook terbanyak di dunia dengan 130 juta orang. Posisi puncak ditempati India dengan 250 juta pengguna, AS 230 juta, Brasil 130 juta.
Untuk penetrasi Instagram per negara, Indonesia menempati posisi ke-25 sebesar 20%. Penetrasi Instagram ialah jumlah pengguna aktif Instagram per bulan, dibandingkan dengan total populasi. Posisi puncak untuk kategori itu ditempati Swedia 47%, diikuti Turki 41%, Singapura 36%, Arab Saudi 36%, Australia 36%, Hong Kong 35%, Uni Emirat Arab 35%, Malaysia 35%, Amerika Serikat 34%.
Yang menarik, Indonesia menempati rangking ketiga untuk negara dengan pengguna Instagram aktif terbesar dunia dengan 53 juta pengguna. Di atas Indonesia ada AS sebanyak 110 juta pengguna dan Brasil 57 juta pengguna.
Indonesia masih lebih unggul dibandingkan India 52 juta pengguna, Turki 33 juta pengguna, Rusia 29 juta pengguna, Iran 24 juta pengguna, Jepang 22 juta pengguna, Inggris 21 juta pengguna, dan Meksiko 20 juta pengguna.
Adapun untuk media sosial Twitter, berdasarkan data Statista.com, Indonesia tercatat memiliki 24,34 juta pengguna pada Mei 2016. Di posisi puncak, AS sebanyak 67,54 juta dan India 41,19 juta. “Setelah Indonesia, Jepang menempati peringkat keempat sebanyak 22,4 juta, China, 19,19 juta dan Brasil 17,97 juta,” ungkap laporan Statista.
Sementara data lembaga riset NMR, untuk kategori negara dengan pengguna aktif bulanan YouTube, Indonesia tidak masuk peringkat 10 besar. “Posisi tertinggi ditempati AS sebanyak 167,4 juta, diikuti Brasil 69,5 juta, Rusia 47,4 juta, Jepang 46,8 juta, India 41,2 juta, Inggris 35,6 juta, Jerman 31,3 juta, Prancis 30,3 juta, Meksiko 29,4 juta,” papar laporan NMR.
Data Global Digital juga menunjukkan, sekarang ada lebih dari 4 miliar orang di penjuru dunia yang menggunakan internet. Itu artinya lebih dari setengah populasi dunia sekarang sudah terpapar daring.
“Sebagian besar pertumbuhan pengguna internet tahun ini didorong oleh smartphone yang harganya lebih terjangkau serta tarif data mobile yang murah,” papar Simon Kemp dari We Are Social.
Harus Menahan Diri
Dari dalam negeri, Plt Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Noor Iza mengatakan, dibandingkan negara lain, Indonesia merupakan pasar yang cukup potensial untuk pengguna media sosial karena didukung besarnya jumlah penduduk.
"Intinya bahwa pengguna internet semakin banyak, jaringan semakin cepat, gadget semakin murah, sehingga level masyarakat manapun bisa menikmati kemajuan internet," kata Noor.
Meski demikian, menurut dia, tingkat literasi digital para pengguna sosial media di Tanah Air terhadap konten internet yang bermuatan negatif masih cukup rendah. Sehingga masih banyak masyarakat yang mudah terprovokasi terhadap arus informasi yang tidak jelas sumber kebenarannya atau hoax.
"Pemerintah terus mendorong adanya konten positif untuk mendukung kesejahteraan dan pengetahuan, sehingga sosial media ini akan memperoleh kebaikan bagi masyarakat," tutupnya.
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat mengatakan, massifnya penggunaan media sosial oleh masyarakat Indonesia tidak bisa dibendung karena tingkat penggunaan internet untuk hal positif dan produktif memang masih rendah. Namun, kegemaran bermedia sosial itu perlu dikelola dan diarahkan agar bisa menjadi hal positif bagi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
“Untuk itulah, mengkreasi konten positif di medsos harus lebih diperbanyak dan massif agar tidak kalah dengan upaya pihak tertentu yang sengaja menjadikan medsos untuk mengembangkan industri hoax yang akan merusak budaya masyarakat dan kehidupan berbangsa,” katanya.
Menurut Komaruddin, masyarakat Indonesia pada umumnya bukan masyarakat pembaca, tetapi mendengarkan. Dia mengungkapkan, ketika tradisi membaca belum kuat, kemudian datang televisi, sehingga masyarakat asyik menonton. Kemudian, sekarang tambah lagi dengan adanya medsos. Padahal, medsos kualitasnya hanyalah seperti obrolan dalam dunia nyata. Berbeda dengan masyarakat di negara lain yang tradisi membacanya kuat seperti Jepang.
Dia menilai, pemerintah kurang aktif mengisi program-program positif di medsos sehingga kalah dengan mereka yang menyalahgunakan medsos untuk hal negatif. “Sekarang orang yang produksi hoax itu jauh lebih kreatif dan aktif dibanding yang meng-counter,” ujarnya.
Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyari mengungkapkan, langkah pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) sangat menentukan bagaimana ke depan medsos digunakan untuk menyebarkan konten positif. Karena itu, dia mendorong Kemenkominfo untuk membuat langkah strategis dalam mengkampanyekan budaya bermedsos yang baik, tidak hanya ketika menjelang pilkada atau hajatan politik.
Rektor Universitas Indonesia (UI) Muhammad Anis menyayangkan meningkatnya penetrasi penggunaan internet di Indonesia membawa dampak lain berupa maraknya kasus ujaran kebencian di ranah publik.
"Jadi pertanyaannya adalah apa yang terjadi? Kenapa seiring dengan penetrasi internet yang tinggi malah membuat tingkat ujaran kebencian dan hoax juga menjadi semakin tinggi? Mungkin kurangnya program literasi media digital ke masyarakat adalah kunci," paparnya.
Untuk itu, dia menyarankan agar masyarakat banyak menahan diri dan menilai ketika ingin mengungkapkan sesuatu di ranah publik terutama di media sosial. Saat menerima informasi yang beredar, maka sebaiknya menilai sumber rujukannya.
(Mula Akmal/Syarifudin/Heru Febrianto/ Rahmat Sahid/ R Ratna Purnama)
(nfl)