Berebut Bisnis Sistem Pembayaran

Minggu, 25 Februari 2018 - 08:04 WIB
Berebut Bisnis Sistem Pembayaran
Berebut Bisnis Sistem Pembayaran
A A A
NEW DELHI - Revolusi digital mendorong para inovator untuk terus mencari cara paling efisien dalam aktivitas sehari-hari. Celah ini dimanfaatkan mereka yang punya teknologi, termasuk di sektor komunikasi melalui aplikasi pesan instan. Yang terbaru adalah kemunculan fitur baru WhatsApp Payment di India. Fitur dari aplikasi berkirim pesan WhatsApp ini merupakan gebrakan anyar dari anak usaha Facebook asal Amerika Serikat (AS).

Dengan layanan ini, para penggunanya bisa saling berkirim uang melalui aplikasi WhatsApp. Tak hanya itu, ke depan WhatsApp Payment juga memungkinkan penggunanya bisa melakukan aneka pembayaran secara real time seperti belanja hingga tagihan bulanan. Namun, yang terakhir ini belum terkonfirmasi secara gamblang.

Di India sejauh ini nilai pembayaran digital diperkirakan mencapai USD200 miliar. Dari jumlah tersebut, USD10 miliar di antaranya menggunakan smartphone dengan berbagai aplikasi yang ada.

“Integrasi pembayaran ke dalam aplikasi akan mendorong pasar pembayaran digital menjadi USD1 triliun dalam lima tahun ke depan. Pembayaran digital di India akan melonjak di belakang perusahaan teknologi raksasa global yang bertindak sebagai agregator untuk transaksi ritel,” ungkap Credit Suisse, dikutip businesstoday.

Selain WhatsApp Payment, raksasa internet AS, Google Tez, juga telah lebih dulu memperoleh keuntungan dari transaksi digital, yakni melalui lender keempat terbesar di India, Axis Bank.

Hasilnya, transaksi unified payment interface (UPI) meningkat delapan kali. Dengan kemunculan WhatsApp Payment, pembayaran digital diperkirakan semakin melonjak. Fitur baru WhatsApp Payments yang terpasang di apli kasi WhatsApp sudah mulai di gunakan para pengguna Android sejak diluncurkan dalam versi beta pada awal bulan ini.

India merupakan salah satu pasar yang mendapatkan layan an itu. Fitur pembayaran itu disusun menggunakan UPI dan memiliki jaringan bank yang luas. WhatsApp Payment merupakan fitur pembayaran real time yang membantu transaksi antarpengguna tanpa perlu memasukkan kode NFSC dan rincian akun rekening.

Pengguna hanya perlu memastikan nomor ponsel mereka terhubung dengan akun bank. Sejauh ini bank itu meliputi ICICI, Axis, HDFC Bank, State Bank of India, dan Yes Bank. Misalnya, pengguna WhatsApp berinisial A tertarik untuk membeli tas yang dijual si B. Selain dapat berkomunikasi via WhatsApp, mereka juga dapat membayar transaksi itu melalui WhatsApp Payments.

Caranya sangat mudah. Saat chatting, si A hanya perlu memencet ikon attachment dan memilih WhatsApp Payments. Kelebihan terbesar WhatsApp dalam mengeluarkan WhatsApp Payments ini ialah aplikasi ini memiliki pengguna aktif yang sangat banyak. Hingga akhir 2017 pengguna aktif WhatsApp men capai 1,5 miliar orang.

Menurut PwC, kemampuan untuk menciptakan volume transaksi yang tinggi memegang peranan penting dalam menyukseskan bisnis pembayaran digital meng ingat labanya yang tipis. WhatsApp merupakan aplikasi paling populer kedua di India. Di Negeri Bollywood ini pengguna aktif bulanan WhatsApp mencapai 250 juta nomor.

Hal itu dinilai sudah cukup untuk menyaingi aplikasi Paytm yang dilaporkan memiliki 310 juta pengguna. Selain itu, jumlah sheer WhatsApp juga sangat tinggi dan disikapi secara bijak oleh India. AmrishRau, CEO perusahaan pembayaran PayU India, juga terkesan dengan fitur itu. “Iseng mencoba WhatsApp Pay ment, saya jadi teringat apa itu pengalaman luar biasa,” katanya.

Jika WhatsApp berhasil menjalankan bisnis ini, pembayaran digital di India akan mengalami transformasi ekstrem seperti di China. Tencent yang meluncurkan WeChat Pay pada 2013 dan membuka kran transfer antar pengguna atau peer to peer (P2P) juga mengubah kebiasaan masyarakat dari membawa dompet menjadi membawa WeChat.

Berdasarkan data Credit Suisse, pembayaran nontunai di China mencapai USD5 triliun dalam empat tahun terakhir. Tren ini didukung dengan menjamurnya e-commerce. Di India, WhatsApp akan bersaing langsung dengan Google Tez, Paytm, dan Mobikwik, yang menawarkan lebih banyak layanan seperti pembayaran listrik.

Lalu, bagaimana dengan di Indonesia? Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Indonesia Ajisatria Suleiman, ekspansi WhatsApp ke bisnis pembayaran tidak akan menjadi ancaman bagi perusahaan aplikasi financial technology (fintech) yang telah eksis di Indonesia.

Dia menilai WhatsApp memang diuntungkan karena penggunanya yang besar untuk skala global. Meski begitu, untuk masuk sebagai perusahaan payment gateway di Indonesia, dia harus mengikuti aturan main di dalam negeri.

“Saya kira tidak masalah. Bahkan yang besar-besar seperti kategori chat aplikasi seperti Facebook dan media sosial lainnya ada kemungkinan menyasar sektor ini. Tapi, aturan main nya juga harus dipenuhi,” kata dia kepada KORAN SINDO di Jakarta kemarin.

Aturan main itu, ujar dia, harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia (BI). Menurutnya, ada strategi untuk masuk sebagai aplikasi dengan fungsi pembayaran salah satunya bekerja sama dengan pemegang izin uang elektronik. Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi dari Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira menjelaskan, saat ini perkembangan fintech terbagi oleh dua segmen.

Pertama, segmen menengah ke atas yang literasi keuangannya cukup bagus. Segmen ini sudah mempunyai akses kerekening perbankan dengan memanfaatkan e-money atau e-wallet.

Biasanya segmen ini terdapat di wilayah perkotaan. Dengan masih minim akses jaringan internet di seluruh Indonesia, kata Bhima, fintech yang berkembang di daerah yaitu yang berbasis seluler pesan singkat atau SMS. Hal ini termasuk kedalam fintech segmen menengah kebawah. Sejumlah perusahaan yangfokuspadasegmenini, yaitu Bank BTPN dengan BTPN Wow! dan Telkomsel dengan T-Cash.

“Jadi, bagaimana supaya fintech bisa masuk ke daerah yang tidak ada akses internetnya, jadi mereka bisa transfer uang melalui SMS, ada potensi besar di situ, market-nya di wilayah perdesaan,” urainya. Menurut Bhima, Indonesia bisa mencontoh negara-negara di wilayah Afrika yang memanfaatkan teknologi fintech yang lebih sederhana atau low cost technology.

Di negara tersebut, masyarakat bisa melakukan transfer maupun penarikan uang di sejumlah toko kelontong. Hal ini bisa dilakukan melalui fasilitas SMS. “Tren lainnya, bisnis transportasi online akan berubah menjadi fintech. Dia bisa transfer dan memindahkan uang ke bank, jadi para mitra yang jumlahnya 2 juta orang di seluruh Indonesia bisa menjadi agen dari fintech atau laku pandai,” jelasnya.

Dia menilai bisnis payment gateway melalui fintech akan terus berkembang. Data yang ada saat ini sekitar 34% masyarakat memiliki rekening di bank.

Dengan keberadaan fintech jumlahnya bisa meningkat hingga 50%. Hal tersebut harus didukung dengan penetrasi internet yang lebih luas lagi di seluruh Indonesia. Potensi pasar bisnis pembayaran online di Indonesia memang cukup besar. Hal ini seiring perkiraan nilai transaksi sektor e-commerce yang diprediksi mencapai USD130 miliar pada 2020.

Tak heran bila pertumbuhan bisnis di sektor ini juga cukup menjanjikan. Anistasya Kristina, VP Public Relations PT Nusa Satu Inti Artha yang mengelola perusahaan aplikasi pembayaran DOKU, mengatakan, ke depan untuk memanfaatkan potensi bisnis payment gateway, pelaku usaha harus bersinergi dengan pihak lain.

“Jadi, nanti tidak hanya fokus di payment gateway, tapi ada juga peer to peer lending, DOKU akan menggandeng mitra untuk memberikan pinjaman, sudah ada tiga partner salah satunya Coin Works,” akunya. (Muh Shamil/Ichsan Amin/Heru Febrianto)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5803 seconds (0.1#10.140)