Koleksi 'Mainan' Pesawat Pendiri Microsoft Paul Gardner Allen
A
A
A
PAUL Allen terobsesi dengan pesawat. Waktu kecil, ia memiliki koleksi pesawat mainan Perang Dunia II. Kini, setelah menjadi biliuner, ia membeli dan merestorasi berbagai pesawat kuno di dalam museum miliknya.
Ya, Allen sangat suka dengan barrel atau senjata yang ada di pesawat tempur zaman dulu. Ia memiliki dua hangar bernama Flying Heritage Collection yang berisi berbagai koleksi pesawat tempur. Misalnya 88mm Flak 37, altileri yang paling ditakuti di Perang Dunia II. Allen memiliki dua dari tiga lusin yang tersisa di dunia dan semuanya dalam keadaan prima. "Ketika ayah saya ikut perang di PD II, pesawat inilah yang menembakinya," ungkapnya.
Saat Allen melewati koleksi pesawat, senjata, dan tank terbaiknya di Perang Dunia II, ia lantas menunjuk pesawat monoplane dengan logo swastika di ekornya. "Itu namanya Messerschmitt, terkubur di gunung pasir di Prancis," katanya. Pesawat favoritnya yang lain adalah Ilyushin IL-2M3 Sturmovik, pesawat perang Soviet yang dijuluki Black Death oleh orang-orang Jerman.
Allen secara perlahan membangun koleksi 31 buah kendaraan tempurnya sejak 1990-an. Pada 2004, dia membukanya untuk umum dan empat tahun kemudian memindahkannya ke Paine Field di pinggiran Everett, Washington. Pada 2013 ia membuka hanggar kedua, menambahkan 19 mesin baru. Masing-masing sudah direstorasi penuh, dengan biaya rekonstruksi yang mencapai jutaan dollar per pesawat dan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menyelesaikannya. Tujuannya, katanya, adalah untuk membuat artefak tersebut hidup kembali.
Allen juga dengan piawai dapat menggambarkan cara kerja masing-masing pesawat, seperti pembom B-25 Royal Canadian Air Force yang berada di pusat Hangar One. "Anda bisa menekan tombol jatuhkan bom, dengan sekali klik," katanya.
(Baca Juga: Berburu Harta Karun di Kapal Karam
Ayah Allen, Kenneth, lulus dari University of Washington pada 1951 dan bekerja di perpustakaan kampus. Ia bahkan menemukan jodohnya, Faye, di perpustakaan tersebut dan menjadi guru sekolah. Dari situ juga Paul menjadi sangat suka membaca, terutama hal-hal berbau militer. "Saya akan pergi ke perpustakaan dan membaca buku-buku Fighting Aircraft of World War II ketika saya berumur 12 tahun, dan saya akan menghabiskan berjam-jam membaca tentang mesin di beberapa pesawat itu," kenang Allen.
Ia mencoba memahami bagaimana segala sesuatunya bekerja, bagaimana segala sesuatunya disatukan, mulai dari mesin pesawat terbang hingga roket dan pembangkit listrik tenaga nuklir. "Saya hanya tertarik oleh kompleksitas dan kekuatan dan keanggunan benda-benda ini terbang," ungkapnya.
Allen tidak mau mengungkapkan nilai koleksinya. Dan emang sangat sulit menentukan harga pada setiap artefak, terutama karena biaya yang dikeluarkan selama lokasi, pemulihan dan upaya restorasi. Bahkan, ada proses politik untuk memindahkan pesawat bekas militer, dan ini memerlukan persetujuan pemerintah asing. Butuh waktu bertahun-tahun, apalagi pesawat-pesawat tersebut dipulihkan dari lokasi-lokasi seperti di hutan. Tim Allen bahkan banyak berburu pesawat di Rusia. Karena banyaknya peperangan di lokasi tersebut.
Berburu Harta Karun di Kapal Karam
Banyak yang tahu bahwa Paul Allen memiliki kegilaan terhadap seni dan pesawat. Namun, hanya sedikit yang sadar bahwa Allen memiliki perusahaan yang bergerak mencari dan mengeruk kapal karam. Belum lama ini, Allen dan timnya menemukan kapal perang Jepang yang tenggelam di lepas pantai Filipina. Kapal bernama Musashi tersebut merupakan salah satu yang terbesar pada era Perang Dunia II, ditenggelamkan pesawat Amerika pada 24 Oktober 1944 dengan 1.000 korban.
"Ini seperti menemukan Titanic melihat dari status kapal tersebut," ujar ahli sejarah Manuel Luis Quezon III. Penemuan lainnya dilakukan Allen dan perusahaannya, yakni kapal tempur IT Artigliere yang berada di 12.000 kaki di bawah air di sebelah timur Siciliy.
Baru-baru ini Allen dan timnya juga menemukan sisa-sisa reruntuhan USS Indianapolis di Filipina di kedalaman 18.000 kaki di bawah laut. Kapal tersebut dulunya digunakan untuk mengirim bom atom yang dipakai di Hiroshima.
Bagi Allen, menemukan kapal bukan saja bagian dari hobinya, melainkan juga bisnis. Perusahaan Blue Water Ventures International Inc miliknya adalah pemimpin pasar di perusahaan eksplorasi kapal karam di bawah laut. Perusahaan tersebut di dirikan pada 2005 dan telah menyelesaikan berbagai proyek.
Kapal-kapal karam tersebut banyak yang menyimpan "harta karun" berupa emas, perhiasan, juga peninggalan sejarah. Salah satunya kapal Spanyol Santa Margarita yang kini memiliki koleksi mutiara terbesar di dunia yang berusia 400 tahun. Proyek lainnya adalah mengevakuasi Great Spanish Treasure Fleet pada 1715 yang juga berisi banyak harta karun. Termasuk, misi mengeruk perhiasan dari kapal Almiranta 1631 di Panama yang membawa banyak sekali emas dan perak dari Amerika Selatan.
Alasan utama kenapa perusahaan Allen Blue Water Ventures sangat sukses karena memiliki teknologi terbaru. Kendaraan air perusahaan tersebut, Southern Rose II dan Blue Water Rose, dilengkapi teknologi seperti sonar, cesium magneto meters, software pemetaan GIS, teknologi pemindai logam terbaru, dan masih banyak lagi. Perusahaan Allen sudah memiliki banyak proyek yang mengantre dan kebanyakan berada di lautan Asia. Di seluruh dunia, diperkirakan ada 3 juta kapal karam yang menunggu untuk ditemukan dengan nilai mencapai USD60 miliar.
Ya, Allen sangat suka dengan barrel atau senjata yang ada di pesawat tempur zaman dulu. Ia memiliki dua hangar bernama Flying Heritage Collection yang berisi berbagai koleksi pesawat tempur. Misalnya 88mm Flak 37, altileri yang paling ditakuti di Perang Dunia II. Allen memiliki dua dari tiga lusin yang tersisa di dunia dan semuanya dalam keadaan prima. "Ketika ayah saya ikut perang di PD II, pesawat inilah yang menembakinya," ungkapnya.
Saat Allen melewati koleksi pesawat, senjata, dan tank terbaiknya di Perang Dunia II, ia lantas menunjuk pesawat monoplane dengan logo swastika di ekornya. "Itu namanya Messerschmitt, terkubur di gunung pasir di Prancis," katanya. Pesawat favoritnya yang lain adalah Ilyushin IL-2M3 Sturmovik, pesawat perang Soviet yang dijuluki Black Death oleh orang-orang Jerman.
Allen secara perlahan membangun koleksi 31 buah kendaraan tempurnya sejak 1990-an. Pada 2004, dia membukanya untuk umum dan empat tahun kemudian memindahkannya ke Paine Field di pinggiran Everett, Washington. Pada 2013 ia membuka hanggar kedua, menambahkan 19 mesin baru. Masing-masing sudah direstorasi penuh, dengan biaya rekonstruksi yang mencapai jutaan dollar per pesawat dan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menyelesaikannya. Tujuannya, katanya, adalah untuk membuat artefak tersebut hidup kembali.
Allen juga dengan piawai dapat menggambarkan cara kerja masing-masing pesawat, seperti pembom B-25 Royal Canadian Air Force yang berada di pusat Hangar One. "Anda bisa menekan tombol jatuhkan bom, dengan sekali klik," katanya.
(Baca Juga: Berburu Harta Karun di Kapal Karam
Ayah Allen, Kenneth, lulus dari University of Washington pada 1951 dan bekerja di perpustakaan kampus. Ia bahkan menemukan jodohnya, Faye, di perpustakaan tersebut dan menjadi guru sekolah. Dari situ juga Paul menjadi sangat suka membaca, terutama hal-hal berbau militer. "Saya akan pergi ke perpustakaan dan membaca buku-buku Fighting Aircraft of World War II ketika saya berumur 12 tahun, dan saya akan menghabiskan berjam-jam membaca tentang mesin di beberapa pesawat itu," kenang Allen.
Ia mencoba memahami bagaimana segala sesuatunya bekerja, bagaimana segala sesuatunya disatukan, mulai dari mesin pesawat terbang hingga roket dan pembangkit listrik tenaga nuklir. "Saya hanya tertarik oleh kompleksitas dan kekuatan dan keanggunan benda-benda ini terbang," ungkapnya.
Allen tidak mau mengungkapkan nilai koleksinya. Dan emang sangat sulit menentukan harga pada setiap artefak, terutama karena biaya yang dikeluarkan selama lokasi, pemulihan dan upaya restorasi. Bahkan, ada proses politik untuk memindahkan pesawat bekas militer, dan ini memerlukan persetujuan pemerintah asing. Butuh waktu bertahun-tahun, apalagi pesawat-pesawat tersebut dipulihkan dari lokasi-lokasi seperti di hutan. Tim Allen bahkan banyak berburu pesawat di Rusia. Karena banyaknya peperangan di lokasi tersebut.
Berburu Harta Karun di Kapal Karam
Banyak yang tahu bahwa Paul Allen memiliki kegilaan terhadap seni dan pesawat. Namun, hanya sedikit yang sadar bahwa Allen memiliki perusahaan yang bergerak mencari dan mengeruk kapal karam. Belum lama ini, Allen dan timnya menemukan kapal perang Jepang yang tenggelam di lepas pantai Filipina. Kapal bernama Musashi tersebut merupakan salah satu yang terbesar pada era Perang Dunia II, ditenggelamkan pesawat Amerika pada 24 Oktober 1944 dengan 1.000 korban.
"Ini seperti menemukan Titanic melihat dari status kapal tersebut," ujar ahli sejarah Manuel Luis Quezon III. Penemuan lainnya dilakukan Allen dan perusahaannya, yakni kapal tempur IT Artigliere yang berada di 12.000 kaki di bawah air di sebelah timur Siciliy.
Baru-baru ini Allen dan timnya juga menemukan sisa-sisa reruntuhan USS Indianapolis di Filipina di kedalaman 18.000 kaki di bawah laut. Kapal tersebut dulunya digunakan untuk mengirim bom atom yang dipakai di Hiroshima.
Bagi Allen, menemukan kapal bukan saja bagian dari hobinya, melainkan juga bisnis. Perusahaan Blue Water Ventures International Inc miliknya adalah pemimpin pasar di perusahaan eksplorasi kapal karam di bawah laut. Perusahaan tersebut di dirikan pada 2005 dan telah menyelesaikan berbagai proyek.
Kapal-kapal karam tersebut banyak yang menyimpan "harta karun" berupa emas, perhiasan, juga peninggalan sejarah. Salah satunya kapal Spanyol Santa Margarita yang kini memiliki koleksi mutiara terbesar di dunia yang berusia 400 tahun. Proyek lainnya adalah mengevakuasi Great Spanish Treasure Fleet pada 1715 yang juga berisi banyak harta karun. Termasuk, misi mengeruk perhiasan dari kapal Almiranta 1631 di Panama yang membawa banyak sekali emas dan perak dari Amerika Selatan.
Alasan utama kenapa perusahaan Allen Blue Water Ventures sangat sukses karena memiliki teknologi terbaru. Kendaraan air perusahaan tersebut, Southern Rose II dan Blue Water Rose, dilengkapi teknologi seperti sonar, cesium magneto meters, software pemetaan GIS, teknologi pemindai logam terbaru, dan masih banyak lagi. Perusahaan Allen sudah memiliki banyak proyek yang mengantre dan kebanyakan berada di lautan Asia. Di seluruh dunia, diperkirakan ada 3 juta kapal karam yang menunggu untuk ditemukan dengan nilai mencapai USD60 miliar.
(amm)