Teknologi Baterai Tak Secepat Temuan Komponen Smartphone Lainnya
A
A
A
JAKARTA - Setiap tahun selalu ada langkah besar dalam teknologi smartphone, mulai dari kamera, display hingga prosesornya. Tapi perkembangan teknologi baterai tak bisa secepat komponen ponsel lainnya.
Banyak pabrikan terpaksa menghentikan pengembangan ponsel tipis karena terbentur daya baterai. Begitu juga dengan lama waktu pengisian daya baterai yang dikhawatirkan menimbulkan risiko overheating dan daya baterai terpangkas lebih cepat.
Dilansir dari Phone Arena, berikut ini perkembangan teknologi baterai yang kita gunakan sejak ekosistem smartphone berkembang:
Lithium-Ion
Baterai lithium-ion (Li-ion) sebagian besar digunakan perangkat elektronik saat ini. Material tersebut memiliki banyak nilai positifnya, antara lain harganya murah untuk diproduksi, dapat memiliki kapasitas tinggi, dan bisa mengisi daya dengan cukup cepat.
Namun Li-ion juga menyimpan risiko negatif. Misalnya, degradasi kapasitas yang menyebabkan baterai hanya bertahan sekitar dua tahun dan lebih cepat panas. Artinya usia baterai pendek dan bisa menyebabkan kebakaran.
Temuan Universitas Berkeley
Baterai Li-ion sekarang ini dibuat dengan membuat lapisan atom litium yang rapi dan atom logam transisi. Ilmuwan menyebut ini sebagai "pesan". Memiliki struktur yang teratur memungkinkan lithium melewati lapisan dan menyediakan kapasitas baterai tinggi.
Tapi ini bisa diperbaiki dengan membuat baterai dengan struktur "tidak teratur". Namun temuan ilmuwan Universitas Berkeley, masalahnya adalah tidak ada cara yang pasti untuk menciptakan katoda tidak teratur. Penelitian mereka menunjukkan bahwa beberapa jenis bahan yang tidak teratur dapat menyimpan lebih banyak lithium sehingga menghasilkan kapasitas yang lebih tinggi. Tim yang sama juga menemukan bahwa mereka mampu membuat baterai memiliki umur lebih lama dan kemungkinannya tidak akan terbakar oleh proses yang disebut fluorinasi.
Jika baterai Li-ion yang tidak teratur ini berhasil sampai ke pasaran, mungkin kita bisa melihat smartphone dengan baterai berkapasitas lebih tinggi yang lebih aman. Sayangnya ini belum terjadi.
Teknologi Graphene
Salah satu masalah dengan pengisian cepat adalah menyebabkan kerusakan baterai lebih cepat. Nah belakangan ada penelitian baru yang menunjukkan bagaimana peneliti dari Samsung dan Universitas Nasional Seoul mampu melapisi elektroda dengan graphene.
Hal ini memungkinkan mereka membuat baterai yang bisa diisi penuh hanya dalam 12 menit, atau lima kali lebih cepat dari teknologi saat ini. Baterai itu juga memiliki kapasitas 45%. Pemimpin proyek, Dr Son In-hyuk mengatakan, penelitian mereka memungkinkan sintesis massal graphene material komposit multifungsi dengan harga terjangkau.
Hasil penelitian tersebut membuat ke depan baterai akan memiliki kapasitas lebih tinggi, beroperasi pada suhu yang stabil, dan mengisi dengan sangat cepat tanpa degradasi baterai signifikan. Samsung mencatat bahwa baterai jenis ini akan sangat berguna untuk kendaraan listrik yang saat ini membutuhkan waktu lama untuk mengisi daya.
Magnesium Solid-State
Sementara baterai magnesium-ion solid-state jauh berbeda. Apa yang membedakannya dari dua material sebelumnya? Yang membedakannya adalah elektrolitnya padat, tidak cair seperti yang kita temukan di baterai saat ini.
Dengan demikian, baterai jauh lebih aman daripada yang menggunakan elektrolit cair karena tidak akan mudah terbakar seperti baterai Li-ion. Selain itu, kapasitas baterai magnesium akan melipatgandakan baterai Li-ion. Sayangnya, teknologi untuk membuat baterai seperti itu masih dalam tahap awal.
Nanowire Emas
Baterai Nanowire Emas memberikan manfaat seperti pengisian cepat dan kepadatan tenaga yang lebih tinggi. Tapi intinya adalah bahan ini tidak memiliki siklus hidup yang lama. Pada September 2010, baterai silikon Nanowire hanya bisa mengeluarkan dan mengisi ulang daya 250 kali sebelum kapasitasnya rendah menjadi di bawah 80%. Sebagai referensi, baterai Li-ion saat ini bisa 400 kali pengisian sebelum mengalami degradasi yang signifikan.
Namun pada 2016, Mya Le Thai, kandidat doktor di University of California Irvine, memecahkan masalah ini dengan melapisi Nanowire emas dengan Oksida Mangan dan menempatkannya dalam elektrolit gel poli (metil metakrilat). Intinya adalah membuat baterai jauh lebih kuat dari sebelumnya.
Metode barunya menghasilkan baterai yang bisa melakukan pengisian ulang lebih dari 100.000 kali tanpa mengalami degradasi yang signifikan. Jika baterai jenis ini bisa diproduksi secara massal, kita akan memiliki perangkat yang didukung oleh baterai yang hampir tidak akan pernah berkurang selama masa pakai perangkat.
Ya, sebagian besar teknologi ini masih jauh dari kenyataan, tapi ada harapan akan benar-benar terwujud. Samsung sepertinya mampu memproduksi baterai bola graphene secara efisien yang akan memberi pengguna perbaikan besar dalam pengisian dan kapasitas daya.
Jadi sampai saat ini, hanya baterai dipasaran yang bisa kita gunakan.
Banyak pabrikan terpaksa menghentikan pengembangan ponsel tipis karena terbentur daya baterai. Begitu juga dengan lama waktu pengisian daya baterai yang dikhawatirkan menimbulkan risiko overheating dan daya baterai terpangkas lebih cepat.
Dilansir dari Phone Arena, berikut ini perkembangan teknologi baterai yang kita gunakan sejak ekosistem smartphone berkembang:
Lithium-Ion
Baterai lithium-ion (Li-ion) sebagian besar digunakan perangkat elektronik saat ini. Material tersebut memiliki banyak nilai positifnya, antara lain harganya murah untuk diproduksi, dapat memiliki kapasitas tinggi, dan bisa mengisi daya dengan cukup cepat.
Namun Li-ion juga menyimpan risiko negatif. Misalnya, degradasi kapasitas yang menyebabkan baterai hanya bertahan sekitar dua tahun dan lebih cepat panas. Artinya usia baterai pendek dan bisa menyebabkan kebakaran.
Temuan Universitas Berkeley
Baterai Li-ion sekarang ini dibuat dengan membuat lapisan atom litium yang rapi dan atom logam transisi. Ilmuwan menyebut ini sebagai "pesan". Memiliki struktur yang teratur memungkinkan lithium melewati lapisan dan menyediakan kapasitas baterai tinggi.
Tapi ini bisa diperbaiki dengan membuat baterai dengan struktur "tidak teratur". Namun temuan ilmuwan Universitas Berkeley, masalahnya adalah tidak ada cara yang pasti untuk menciptakan katoda tidak teratur. Penelitian mereka menunjukkan bahwa beberapa jenis bahan yang tidak teratur dapat menyimpan lebih banyak lithium sehingga menghasilkan kapasitas yang lebih tinggi. Tim yang sama juga menemukan bahwa mereka mampu membuat baterai memiliki umur lebih lama dan kemungkinannya tidak akan terbakar oleh proses yang disebut fluorinasi.
Jika baterai Li-ion yang tidak teratur ini berhasil sampai ke pasaran, mungkin kita bisa melihat smartphone dengan baterai berkapasitas lebih tinggi yang lebih aman. Sayangnya ini belum terjadi.
Teknologi Graphene
Salah satu masalah dengan pengisian cepat adalah menyebabkan kerusakan baterai lebih cepat. Nah belakangan ada penelitian baru yang menunjukkan bagaimana peneliti dari Samsung dan Universitas Nasional Seoul mampu melapisi elektroda dengan graphene.
Hal ini memungkinkan mereka membuat baterai yang bisa diisi penuh hanya dalam 12 menit, atau lima kali lebih cepat dari teknologi saat ini. Baterai itu juga memiliki kapasitas 45%. Pemimpin proyek, Dr Son In-hyuk mengatakan, penelitian mereka memungkinkan sintesis massal graphene material komposit multifungsi dengan harga terjangkau.
Hasil penelitian tersebut membuat ke depan baterai akan memiliki kapasitas lebih tinggi, beroperasi pada suhu yang stabil, dan mengisi dengan sangat cepat tanpa degradasi baterai signifikan. Samsung mencatat bahwa baterai jenis ini akan sangat berguna untuk kendaraan listrik yang saat ini membutuhkan waktu lama untuk mengisi daya.
Magnesium Solid-State
Sementara baterai magnesium-ion solid-state jauh berbeda. Apa yang membedakannya dari dua material sebelumnya? Yang membedakannya adalah elektrolitnya padat, tidak cair seperti yang kita temukan di baterai saat ini.
Dengan demikian, baterai jauh lebih aman daripada yang menggunakan elektrolit cair karena tidak akan mudah terbakar seperti baterai Li-ion. Selain itu, kapasitas baterai magnesium akan melipatgandakan baterai Li-ion. Sayangnya, teknologi untuk membuat baterai seperti itu masih dalam tahap awal.
Nanowire Emas
Baterai Nanowire Emas memberikan manfaat seperti pengisian cepat dan kepadatan tenaga yang lebih tinggi. Tapi intinya adalah bahan ini tidak memiliki siklus hidup yang lama. Pada September 2010, baterai silikon Nanowire hanya bisa mengeluarkan dan mengisi ulang daya 250 kali sebelum kapasitasnya rendah menjadi di bawah 80%. Sebagai referensi, baterai Li-ion saat ini bisa 400 kali pengisian sebelum mengalami degradasi yang signifikan.
Namun pada 2016, Mya Le Thai, kandidat doktor di University of California Irvine, memecahkan masalah ini dengan melapisi Nanowire emas dengan Oksida Mangan dan menempatkannya dalam elektrolit gel poli (metil metakrilat). Intinya adalah membuat baterai jauh lebih kuat dari sebelumnya.
Metode barunya menghasilkan baterai yang bisa melakukan pengisian ulang lebih dari 100.000 kali tanpa mengalami degradasi yang signifikan. Jika baterai jenis ini bisa diproduksi secara massal, kita akan memiliki perangkat yang didukung oleh baterai yang hampir tidak akan pernah berkurang selama masa pakai perangkat.
Ya, sebagian besar teknologi ini masih jauh dari kenyataan, tapi ada harapan akan benar-benar terwujud. Samsung sepertinya mampu memproduksi baterai bola graphene secara efisien yang akan memberi pengguna perbaikan besar dalam pengisian dan kapasitas daya.
Jadi sampai saat ini, hanya baterai dipasaran yang bisa kita gunakan.
(mim)