38 Juta Nomor Ponsel Sudah Registrasi
A
A
A
JAKARTA - Lima hari sejak dikeluarkannya kewajiban registrasi ulang nomor telepon seluler pada 31 Oktober lalu, sebanyak 38 juta nomor sim card telah didaftarkan. Hal itu menunjukkan antusiasme masyarakat melakukan registrasi nomor ponsel cukup tinggi.
Sejak akhir bulan lalu, pemerintah mewajibkan pengguna telepon seluler melakukan registrasi ulang dengan menyertakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nomor Kartu Keluarga (KK) sebagai syaratnya. Aturan ini diharapkan dapat meminimalisasi potensi kejahatan digital yang kian marak.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Fasilitasi Pemanfaatan Data dan Dokumen Kependudukan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) David Yama mengatakan, penggunaan data kependudukan seperti NIK dan nomor KK bukan hanya untuk kartu prabayar semata. Selama ini, sudah banyak kegiatan yang menggunakan dokumen kependudukan untuk persyaratannya.
Dalam kebijakan itu, ujar David, jelas bahwa negara yang bertanggung jawab kalau misalnya ada data penduduk disalahgunakan. Hal ini diatur pada pasal 96 UU Nomor 24/2013 Tentang Administrasi Kependudukan.
"Sudah ada sistem membentengi yang menjamin kerahasiaan data. Data yang diunggah saat registrasi ulang kartu SIM akan divalidasi dengan data yang dimiliki pemerintah,” ujar dia dalam diskusi Polemik MNC Trijaya bertajuk “Ketik Reg Data Aman?” di Jakarta, kemarin.
Dia menilai, antusiasme masyarakat dalam pendaftaran ulang nomor ponsel sudah tinggi. Dia pun memastikan, pendaftaran tersebut untuk melindungi masyarakat dari kejahatan siber. Pemerintah sebelumnya menetapkan waktu pendaftaran ulang sim card hingga 28 Februari 2018.
Pada kesempatan yang sama, Staf Ahli Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Bidang Hukum Henri Subiakto juga mengatakan, kewajiban registrasi aman dilakukan dan tidak akan disalahgunakan.
“Artinya, hal itu tak jauh berbeda ketika seseorang melakukan registrasi untuk berbagai aplikasi di media sosial,” ujar Henri.
Dia menambahkan, dengan registrasi ulang nomor ponsel, pihak-pihak yang biasanya menggunakan ponsel untuk kejahatan akan dipersempit geraknya. Demikian juga mereka yang melakukan penipuan melalui telepon dipastikan akan terlacak karena identiasnya menggunakan KK dan NIK.
“Ada yang terancam dengan registrasi ulang ini, karena ini mempersempit celah kejahatan siber. Yang biasa menipu, yang biasa menyebarkan ujaran kebencian, selama ini kan enggak jelas. Besok lagi (jika sudah registrasi dengan NIK dan KK) enggak bisa seperti itu,” katanya.
Menurut Henri, pihak yang keberatan dan menolak kebijakan pendaftaran nomor ponsel patut diduga adalah mereka yang selama ini menggunakan perangkat selulernya untuk hal-hal negatif. Mereka tidak mau aksinya teridentifikasi sehingga menolak melakukan registrasi data selulernya.
“Artinya tak ada konten data yang lebih mendalam,” ujarnya.
Karena itu, kata dia, pihaknya mengimbau agar masyarakat selaku warga negara tidak perlu curiga dengan program registrasi data seluler yang dicanangkan pemerintah.
Menurutnya, justru aneh ketika diminta registrasi oleh negara malah curiga. Tetapi, di sisi lain masyarakat dengan sukarela melakukan registrasi di aplikasi media sosial yang tidak ada jaminan pertanggungjawabannya.
“Kan ironi, kalau di medsos registrasi. Ini dimintai nomor KK, oleh Negara kok curiga. Di medsos semua data kita diberikan, di-upload. Facebook, Whatsapp, kemudian Instagram. Boleh dikatakan hampir semua data pribadi kita buka,” tukasnya.
Menurut Henri, yang seharusnya lebih hati-hati adalah ketika masyarakat mengunggah data pribadi di media sosial. Sebab, hal itu justru yang berpotensi digunakan penjahat siber untuk melakukan kejahatan seperti penipuan.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrat Roy Suryo mendukung kebijakan registrasi ulang nomor ponsel karena merupakan bagian dari upaya perlindungan negara terhadap warga negaranya.
“Jika demi kepentingan dan keamanan masyarakat dari kejahatan siber, Komisi I DPR pasti mendukung itu,” ungkapnya.
Roy menilai, tidak ada unsur politis dalam kebijakan itu seperti yang ramai dipolemikkan di media sosial. Terlebih, kata dia, jika ada yang mengaitkan kewajiban itu untuk kepentingan politik di Pemilu dan Pilpres. Menurut dia, informasi seperti itu jelas tidak punya dasar alias hoax.
“Kita pasti objektif, tidak akan melihat atau menilai sesuatunya selalu politis, jika hal itu demi kepentingan rakyat pasti kita dukung. Di Komisi I itu merah putih warnanya, tidak dibeda-bedakan warna-warna partai,” tegasnya.
Terpisah, Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Gun Gun Siswadi mengatakan, belakangan ini muncul informasi negatif seputar registrasi kartu pra bayar. Padahal, kata dia, sedianya registrasi nomort ponsel tersebut justru langkah yang baik untuk mencegah informasi bohong alias hoax.
"Belakangan berkembang berbagai informasi seputar registrasi kartu prabayar namun seyogyanya kegiatan tersebut untuk kenyamanan pemilik kartu prabayar," kata Gun Gun di Painan, Sumatera Barat, kemarin.
Dia menambahkan, dengan telah teregistrasinya kartu prabayar pesan singkat ataupun panggilan yang dilakukan oleh pemiliknya bisa dipantau secara mendetail.
"Sehingga nanti tidak akan ada lagi yang minta transfer uang atau pulsa karena salah satu tujuan registrasi kartu prabayar adalah untuk itu," kata dia. (Rahmat Sahid/Sindonews/Ant)
Sejak akhir bulan lalu, pemerintah mewajibkan pengguna telepon seluler melakukan registrasi ulang dengan menyertakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nomor Kartu Keluarga (KK) sebagai syaratnya. Aturan ini diharapkan dapat meminimalisasi potensi kejahatan digital yang kian marak.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Fasilitasi Pemanfaatan Data dan Dokumen Kependudukan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) David Yama mengatakan, penggunaan data kependudukan seperti NIK dan nomor KK bukan hanya untuk kartu prabayar semata. Selama ini, sudah banyak kegiatan yang menggunakan dokumen kependudukan untuk persyaratannya.
Dalam kebijakan itu, ujar David, jelas bahwa negara yang bertanggung jawab kalau misalnya ada data penduduk disalahgunakan. Hal ini diatur pada pasal 96 UU Nomor 24/2013 Tentang Administrasi Kependudukan.
"Sudah ada sistem membentengi yang menjamin kerahasiaan data. Data yang diunggah saat registrasi ulang kartu SIM akan divalidasi dengan data yang dimiliki pemerintah,” ujar dia dalam diskusi Polemik MNC Trijaya bertajuk “Ketik Reg Data Aman?” di Jakarta, kemarin.
Dia menilai, antusiasme masyarakat dalam pendaftaran ulang nomor ponsel sudah tinggi. Dia pun memastikan, pendaftaran tersebut untuk melindungi masyarakat dari kejahatan siber. Pemerintah sebelumnya menetapkan waktu pendaftaran ulang sim card hingga 28 Februari 2018.
Pada kesempatan yang sama, Staf Ahli Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Bidang Hukum Henri Subiakto juga mengatakan, kewajiban registrasi aman dilakukan dan tidak akan disalahgunakan.
“Artinya, hal itu tak jauh berbeda ketika seseorang melakukan registrasi untuk berbagai aplikasi di media sosial,” ujar Henri.
Dia menambahkan, dengan registrasi ulang nomor ponsel, pihak-pihak yang biasanya menggunakan ponsel untuk kejahatan akan dipersempit geraknya. Demikian juga mereka yang melakukan penipuan melalui telepon dipastikan akan terlacak karena identiasnya menggunakan KK dan NIK.
“Ada yang terancam dengan registrasi ulang ini, karena ini mempersempit celah kejahatan siber. Yang biasa menipu, yang biasa menyebarkan ujaran kebencian, selama ini kan enggak jelas. Besok lagi (jika sudah registrasi dengan NIK dan KK) enggak bisa seperti itu,” katanya.
Menurut Henri, pihak yang keberatan dan menolak kebijakan pendaftaran nomor ponsel patut diduga adalah mereka yang selama ini menggunakan perangkat selulernya untuk hal-hal negatif. Mereka tidak mau aksinya teridentifikasi sehingga menolak melakukan registrasi data selulernya.
“Artinya tak ada konten data yang lebih mendalam,” ujarnya.
Karena itu, kata dia, pihaknya mengimbau agar masyarakat selaku warga negara tidak perlu curiga dengan program registrasi data seluler yang dicanangkan pemerintah.
Menurutnya, justru aneh ketika diminta registrasi oleh negara malah curiga. Tetapi, di sisi lain masyarakat dengan sukarela melakukan registrasi di aplikasi media sosial yang tidak ada jaminan pertanggungjawabannya.
“Kan ironi, kalau di medsos registrasi. Ini dimintai nomor KK, oleh Negara kok curiga. Di medsos semua data kita diberikan, di-upload. Facebook, Whatsapp, kemudian Instagram. Boleh dikatakan hampir semua data pribadi kita buka,” tukasnya.
Menurut Henri, yang seharusnya lebih hati-hati adalah ketika masyarakat mengunggah data pribadi di media sosial. Sebab, hal itu justru yang berpotensi digunakan penjahat siber untuk melakukan kejahatan seperti penipuan.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrat Roy Suryo mendukung kebijakan registrasi ulang nomor ponsel karena merupakan bagian dari upaya perlindungan negara terhadap warga negaranya.
“Jika demi kepentingan dan keamanan masyarakat dari kejahatan siber, Komisi I DPR pasti mendukung itu,” ungkapnya.
Roy menilai, tidak ada unsur politis dalam kebijakan itu seperti yang ramai dipolemikkan di media sosial. Terlebih, kata dia, jika ada yang mengaitkan kewajiban itu untuk kepentingan politik di Pemilu dan Pilpres. Menurut dia, informasi seperti itu jelas tidak punya dasar alias hoax.
“Kita pasti objektif, tidak akan melihat atau menilai sesuatunya selalu politis, jika hal itu demi kepentingan rakyat pasti kita dukung. Di Komisi I itu merah putih warnanya, tidak dibeda-bedakan warna-warna partai,” tegasnya.
Terpisah, Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Gun Gun Siswadi mengatakan, belakangan ini muncul informasi negatif seputar registrasi kartu pra bayar. Padahal, kata dia, sedianya registrasi nomort ponsel tersebut justru langkah yang baik untuk mencegah informasi bohong alias hoax.
"Belakangan berkembang berbagai informasi seputar registrasi kartu prabayar namun seyogyanya kegiatan tersebut untuk kenyamanan pemilik kartu prabayar," kata Gun Gun di Painan, Sumatera Barat, kemarin.
Dia menambahkan, dengan telah teregistrasinya kartu prabayar pesan singkat ataupun panggilan yang dilakukan oleh pemiliknya bisa dipantau secara mendetail.
"Sehingga nanti tidak akan ada lagi yang minta transfer uang atau pulsa karena salah satu tujuan registrasi kartu prabayar adalah untuk itu," kata dia. (Rahmat Sahid/Sindonews/Ant)
(nfl)