Apjatel Keluhkan Biaya Pipa Jaringan Bawah Tanah di DKI
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melakukan penataan kawasan pejalan kaki atau pedestrian. Salah satu yang ditertibkan adalah kabel-kabel telekomunikasi maupun listrik yang tergantung di tiang-tiang sepanjang trotoar atau jalan umum.
Para pemilik kabel diberi waktu memindahkan kabel-kabel tersebut hingga akhir 2017. Bila melewati masa deadline, maka kabel-kabel yang mengganggu keindahan kota itu akan diputus.
Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) mendukung keputusan tersebut. Namun mereka meminta perhatian Pemprov DKI agar tidak sepihak memaksa para penyelenggara jaringan telekomunikasi untuk menggunakan saluran (ducting) yang telah disediakan oleh para kontraktor yang direkomendasikan.
Apjatel menilai harga yang ditetapkan di atas batas kewajaran sehingga meresahkan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi. “Kontraktor yang direkomendasikan oleh Pemprov DKI membebani biaya penggantian pipa senilai Rp70 juta per kilometer,” ungkap Lukman Adjam, Ketua Apjatel kepada SINDOnews melalui aplikasi WhatsApp, Senin (16/10/2017).
Diakuinya pada awal tahun Apjatel diundang Pemprov DKI terkait rencana penertiban kabel yang berseliweran di udara. Anggotanya pun setuju dengan rencana ini.
Sayangnya, keluh Lukman, saat menunggu teknis dari pelaksanaannya seperti apa ternyata operator diminta mengisi pipa yang sudah dikerjakan kontraktor. Yang mengagetkan biaya penggantiannya di luar kewajaran.
“Kalau kita kerjakan bersama ada sharing cost, sehingga biayanya bisa ditekan hingga Rp25 juta per kilometer,” ucapnya.
Sekadar informasi, Pemprov DKI memaksa seluruh operator serta penyedia jaringan listrik untuk bersama-sama memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan berupa box manholes dengan dimensi lebar 1,5 meter, panjang 1,8 meter, dan kedalaman 2,3 meter.
“Lobang disediakan per 25 meter sebagai pusat maintenance dari perusahaan-perusahaan telekomunikasi dan listrik. Nantinya di lubang itulah pekerja melakukan aktivitasnya,” ujarnya seraya mengataan, penghubung antarlubang adalah saluran pipa yang ditawarkan kontraktor.
Selain harga yang mencekik, Apjatel juga mengeluhkan keberadaan jaringan listrik di satu fasilitas. Kondisi itu dinilai membahayakan para pekerja nantinya.
Lukman mengatakan, kendala utama penggelaran jaringan telekomunikasi adalah belum adanya keseragaman ketentuan dan prosedur perizinan pemasangan infrastruktur telekomunikasi pada bagian ruang manfaat dan milik jalan (Rumaja dan Rumija). Akibatnya, penyelenggara jaringan tidak mendapat kejelasan dalam hal jangka waktu proses perizinan dan alokasi ruang (terrace) untuk menggelar kabel.
Sebagian perusahaan akhirnya menempuh cara dengan memasang tiang telekomunikasi untuk memenuhi permintaan kebutuhan masyarakat. Saat ini Indonesia adalah termasuk negara yang tertinggal di kawasan ASEAN dalam kesiapan infrastruktur telekomunikasi.
“Apjatel meminta kepada seluruh stakeholders telekomunikasi agar segera duduk bersama menetapkan blue print penataan jaringan telekomunikasi di perkotaan dan pedesaan, serta secara bersama mewujudkannya,” ajak Lukman.
Dikonfirmasi SINDOnews mengenai penetapan harga penggantian pemasangan pipa, Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta, Yusmada Faizal mengatakan, dirinya tidak ada kaitannya dengan kontraktor galian. Pemprov hanya ingin kota ini tertib, tak ada lagi gali menggali yang menyusahkan warga. “Sederhana saja. Mereka (operator telekomunikasi dan listrik) kan sebelum ini gali jalan, gali trotoar kapan pun di mana pun. Sekarang disediakan ruang untuk menanam kabel dengan sistim bor seharusnya jadi lebih mudah,” kata Yusmada.
Begitu juga dengan keluhan jadi satunya lubang utama dalam pemeliharaan jaringan. “Lihat saja tumpukan kabel di saluran air. Semua numplek, listrik, telekomunikasi tak ada yang persoalkan,” kritiknya.
Apjatel sendiri prinsipnya sangat mendukung program penataan jaringan telekomunikasi di DKI. Namun mereka berharap koordinasi teknis pelaksanaannya dibahas secara detail terlebih dahulu secara bersama-sama. “Karena pada akhirnya masyarakat selaku pelanggan yang dirugikan,” pungkas Lukman Adjam.
Para pemilik kabel diberi waktu memindahkan kabel-kabel tersebut hingga akhir 2017. Bila melewati masa deadline, maka kabel-kabel yang mengganggu keindahan kota itu akan diputus.
Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) mendukung keputusan tersebut. Namun mereka meminta perhatian Pemprov DKI agar tidak sepihak memaksa para penyelenggara jaringan telekomunikasi untuk menggunakan saluran (ducting) yang telah disediakan oleh para kontraktor yang direkomendasikan.
Apjatel menilai harga yang ditetapkan di atas batas kewajaran sehingga meresahkan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi. “Kontraktor yang direkomendasikan oleh Pemprov DKI membebani biaya penggantian pipa senilai Rp70 juta per kilometer,” ungkap Lukman Adjam, Ketua Apjatel kepada SINDOnews melalui aplikasi WhatsApp, Senin (16/10/2017).
Diakuinya pada awal tahun Apjatel diundang Pemprov DKI terkait rencana penertiban kabel yang berseliweran di udara. Anggotanya pun setuju dengan rencana ini.
Sayangnya, keluh Lukman, saat menunggu teknis dari pelaksanaannya seperti apa ternyata operator diminta mengisi pipa yang sudah dikerjakan kontraktor. Yang mengagetkan biaya penggantiannya di luar kewajaran.
“Kalau kita kerjakan bersama ada sharing cost, sehingga biayanya bisa ditekan hingga Rp25 juta per kilometer,” ucapnya.
Sekadar informasi, Pemprov DKI memaksa seluruh operator serta penyedia jaringan listrik untuk bersama-sama memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan berupa box manholes dengan dimensi lebar 1,5 meter, panjang 1,8 meter, dan kedalaman 2,3 meter.
“Lobang disediakan per 25 meter sebagai pusat maintenance dari perusahaan-perusahaan telekomunikasi dan listrik. Nantinya di lubang itulah pekerja melakukan aktivitasnya,” ujarnya seraya mengataan, penghubung antarlubang adalah saluran pipa yang ditawarkan kontraktor.
Selain harga yang mencekik, Apjatel juga mengeluhkan keberadaan jaringan listrik di satu fasilitas. Kondisi itu dinilai membahayakan para pekerja nantinya.
Lukman mengatakan, kendala utama penggelaran jaringan telekomunikasi adalah belum adanya keseragaman ketentuan dan prosedur perizinan pemasangan infrastruktur telekomunikasi pada bagian ruang manfaat dan milik jalan (Rumaja dan Rumija). Akibatnya, penyelenggara jaringan tidak mendapat kejelasan dalam hal jangka waktu proses perizinan dan alokasi ruang (terrace) untuk menggelar kabel.
Sebagian perusahaan akhirnya menempuh cara dengan memasang tiang telekomunikasi untuk memenuhi permintaan kebutuhan masyarakat. Saat ini Indonesia adalah termasuk negara yang tertinggal di kawasan ASEAN dalam kesiapan infrastruktur telekomunikasi.
“Apjatel meminta kepada seluruh stakeholders telekomunikasi agar segera duduk bersama menetapkan blue print penataan jaringan telekomunikasi di perkotaan dan pedesaan, serta secara bersama mewujudkannya,” ajak Lukman.
Dikonfirmasi SINDOnews mengenai penetapan harga penggantian pemasangan pipa, Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta, Yusmada Faizal mengatakan, dirinya tidak ada kaitannya dengan kontraktor galian. Pemprov hanya ingin kota ini tertib, tak ada lagi gali menggali yang menyusahkan warga. “Sederhana saja. Mereka (operator telekomunikasi dan listrik) kan sebelum ini gali jalan, gali trotoar kapan pun di mana pun. Sekarang disediakan ruang untuk menanam kabel dengan sistim bor seharusnya jadi lebih mudah,” kata Yusmada.
Begitu juga dengan keluhan jadi satunya lubang utama dalam pemeliharaan jaringan. “Lihat saja tumpukan kabel di saluran air. Semua numplek, listrik, telekomunikasi tak ada yang persoalkan,” kritiknya.
Apjatel sendiri prinsipnya sangat mendukung program penataan jaringan telekomunikasi di DKI. Namun mereka berharap koordinasi teknis pelaksanaannya dibahas secara detail terlebih dahulu secara bersama-sama. “Karena pada akhirnya masyarakat selaku pelanggan yang dirugikan,” pungkas Lukman Adjam.
(mim)