Potensi Industri IoT Ratusan Triliunan Rupiah, Pemerintah Hati-hati Buat Regulasi

Senin, 16 Oktober 2017 - 13:02 WIB
Potensi Industri IoT...
Potensi Industri IoT Ratusan Triliunan Rupiah, Pemerintah Hati-hati Buat Regulasi
A A A
JAKARTA - Era komunikasi data berbasis seluler membawa konsekuensi baru bertumbuhnya inovasi. Salah satu yang akan menonjol ke depan adalah penerapan IoT (internet of things) yang memungkinkan beragam benda dapat “berkomunikasi” antarmereka, termasuk diakses melalui perangkat smartphone.

Masalahnya, ekosistem IoT harus disikapi dengan cermat. Saat ini ada perangkat IoT yang mengarah menggunakan frekuensi unlicenced 919–923 Mhz. Padahal frekuensi itu berdekatan dengan milik operator. Karena itu pemerintah cenderung terlihat berhati-hati dalam membuat kebijakan terkait industri tersebut.

Dampaknya tentu dapat diperkirakan, misalnya interferensi dengan jaringan yang sudah ada. Belum lagi soal jaminan layanan atau SLA (service level agreement) dan perlindungan data keamanan konsumen. Ini tentu memberi dampak yang tidak diinginkan oleh siapa pun ke depannya.

“Kita harus adaptif terhadap perkembangan teknologi, termasuk IOT dari sisi regulasi sehingga masyarakat nantinya tidak dirugikan,” ungkap Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) melalui video conference dalam seminar “Mendorong Terbentuknya Regulasi dan Standarisasi Dalam Menata Ekosistem IoT” yang diadakan oleh Indonesia Technology Forum, di Jakarta, Senin (16/10/2017).

Lebih lanjut dikatakan, pada dasarnya pemerintah tidak akan memberlakukan terlalu ketat terhadap hal-hal yang sangat dinamis. “Hanya saya harapkan semua ekosistem perlu berkumpul dan bicara bersama untuk merumuskan aturan dan regulasi yang kiranya perlu diterapkan. Dan hal mana pula yang tidak perlu diterapkan,” ungkap pria yang akrab disapa Chief RA tersebut.

Bagaimanapun, lanjut Rudiantara, IOT akan berdampak terhadap proses pertumbuhan ekonomi dan kehidupan masyarakat. Berbagai lembaga riset memaparkan data bahwa IOT tumbuh sejak 2014–2020 dan angkanya luar biasa besar. Menurut Gartner nilainya sekitar USD300 miliar, sedangkan data IDC mencatat USD1,7 triliun.

Berdasarkan lembaga riset juga, sambung dia, bisnis IoT terbesar didapat dari bisnis device dan aplikasi. Kedua, didapat dari konektiviti dan platform. Terakhir dari sistim integrasi.

Selain menghadirkan sang menteri, seminar ini juga mendatangkan pembicara dari Dirjen SDPPI Ismail dan Indosat Ooredoo yang diwakili Budiharto, Group Head Business Product Indosat Ooredoo.

Sebelumnya, Indonesia IoT Forum menyatakan, industri IoT siap berkembang di Indonesia. Hanya pelaku industrinya menanti kepastian regulasi dari pemerintah, khususnya alokasi frekuensi, baik license maupun unlicensed.

Pangsa pasar IoT di Indonesia diprediksi akan mencapai Rp444 triliun pada 2022. Rinciannya dari konten dan aplikasi sebesar Rp192,1 triliun, platform Rp156,8 triliun, perangkat IoT Rp56 triliun, serta network dan gateway sebesar Rp39,1 triliun.

Diperkirakan pada 2022 akan ada sekitar 400 juta perangkat sensor yang terpasang. Sebanyak 16% di antaranya terdapat pada industri manufaktur, 15% kesehatan, 11% asuransi, 10% perbankan dan keamanan, masing-masing 8% pada ritel dan layanan komputasi, 7% pemerintahan, 6% transportasi, 5% utilities, masing-masing 4% pada properti, layanan bisnis dan pertanian, serta sisanya sebanyak 3% perumahan dan lain sebagainya.

“Kami menanti aturan tersebut keluar terlebih dahulu sebagai landasan bagi para pelaku industri, baik lokal maupun global untuk meningkatkan penetrasi IoT di Indonesia. Pasarnya saat ini sudah ada dan terus tumbuh secara organik,” klaim Teguh Prasetya, Founder Indonesia IoT Forum.

Industri IoT di Tanah Air sudah saat ini sudah mulai tumbuh tanpa harus menunggu lahirnya teknologi 5G. Para pemain IoT memanfaatkan frekuensi ISM Band (unlicensed) dengan teknologi LPWAN maupun Wi-Fi yang bisa digunakan tanpa mengajukan izin dan kewajiban tertentu kepada regulator.

Hasil survei mencatat perangkat seperti sensor, card interface, antena, mini controller, dan smart meter sudah bisa dikembangkan lokal. Beberapa bahkan sudah diserap pasar dan tumbuh organik. Namun, lanjut Teguh, pertumbuhan IoT lokal masih terkendala lemahnya R&D (riset dan pengembangan), serta menunggu kejelasan aturan roadmap IOT maupun framework IOT dari regulator.

Para pelaku industri juga mayoritas setuju jika regulator mewajibkan adanya pendaftaran untuk aplikasi IoT. “Pendaftaran ini merupakan salah satu sarana memetakan perkembangan aplikasi IoT di Indonesia, melihat aplikasi untuk solusi apa yang sudah berkembang dan berpotensi dikembangkan di kemudian hari,” ujarnya.
(mim)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2006 seconds (0.1#10.140)