Lawble Kampanyekan Regulatory Inclusion Lewat Aplikasi Regtech
A
A
A
JAKARTA - PT Karya Digital Nusantara, giat mengkampanyekan Regulatory Inclusion melalui Lawble, aplikasi digital produk hukum yang tidak lama lagi akan di luncurkan. Aplikasi Regulatory Technology (Regtech) ini dapat digunakan sebagai project management tool oleh konsultan hukum, industri, bisnis, regulator/pemerintah, sehingga mempercepat kerja mereka. Selain itu, diharapkan juga dapat membantu masyarakat agar lebih 'paham' hukum (Regulatory Inclusion).
"Melalui Lawble nantinya pengguna dapat mengakses lebih dari 50.000 peraturan dan perundangan di Indonesia untuk memudahkan melakukan analisa maupun membuat produk hukum," kata CEO PT Karya Digital Nusantara, Charya Rabindra Lukman di Jakarta Selasa (20/6/2017). Menurut Charya, aplikasi ini tidak akan mengambil alih peran konsultan hukum, karena fungsinya antara lain sebagai panduan. Keberadaan Lawble, kata dia, justru mempermudah kerja konsultan hukum.
Charya mengatakan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pemerintah, regulator, dan otoritas lainnya sangat mendukung teknologi seperti yang dikembangkan Lawble ini, membantu bisnis dan masyarakat untuk lebih dapat mengakses dan memahami seluruh peraturan yang ada dengan lebih mudah.
Menurut dia dengan kemudahan-kemudahan dalam mengakses peraturan dan perundangan diharapkan segera terciptanya regulatory inclusion di Indonesia. Senior research executive OJK Hendrikus Passagi menyambut baik hadirnya Lawble. Dia mengatakan, pemerintah, regulator, dan otoritas lainnya tentunya akan sangat mendukung apabila ada cara bagi teknologi bisa membantu seluruh bisnis dan anggota masyarakat untuk lebih mengakses dan memahami seluruh peraturan yang ada dengan lebih mudah.
"Jadi regulator tidak lagi terlalu disibukkan dengan terus menerus menjawab pertanyaan atas peraturan - peraturan yang sebenarnya sudah tersedia," ujar dia. Charya mengatakan, aplikasi Lawble akan diluncurkan secara resmi pada September 2017, saat ini perusahaan terus mensosialisasikan manfaat Regtech ke sejumlah pihak.
Dia menjelaskan, dilihat dari jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, kondisi geografis, dan penetrasi digital, Indonesia butuh dukungan teknologi untuk percepatan terciptanya regulatory inclusion. Sedangkan, Terrence Teong Chee Hooi, Executive Chairman Lawble, mengungkapkan Indonesia dengan lebih dari 40.000 produk hukum, dan populasi 280 juta, adalah tempat dimana Lawble bisa cepat bertumbuh. Bandingkan dengan Malaysia ataupun Singapura hanya ada sekitar 1.000-1.700 produk hukum. Menurut nya, dari aspek jumlah, Indonesia setara dengan Uni Eropa dimana terdapat sekitar 40.000 produk hukum.
"Lawble dapat membantu regulator dan pemerintah Indonesia untuk keluasan akses informasi hukum dalam menciptakan regulatory inclusion," kata dia. Muhammad Arief Wicaksono, CFO Lawble menjelaskan bahwa secara umum, monetizing untuk fitur-fitur dalam Lawble akan dibagi menjadi dua, yakni berbayar dengan skema subscriptions, dan yang tidak. Berapa besarannya akan ditentukan pada saat launching September mendatang. "Kami membuka seluasnya akses ke basis data produk hukum. Masyarakat umum dapat mengakses peraturan-peraturan yang tersedia di Lawble, supaya lebih tahu dan mengerti tentang hukum." ujarnya.
"Melalui Lawble nantinya pengguna dapat mengakses lebih dari 50.000 peraturan dan perundangan di Indonesia untuk memudahkan melakukan analisa maupun membuat produk hukum," kata CEO PT Karya Digital Nusantara, Charya Rabindra Lukman di Jakarta Selasa (20/6/2017). Menurut Charya, aplikasi ini tidak akan mengambil alih peran konsultan hukum, karena fungsinya antara lain sebagai panduan. Keberadaan Lawble, kata dia, justru mempermudah kerja konsultan hukum.
Charya mengatakan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pemerintah, regulator, dan otoritas lainnya sangat mendukung teknologi seperti yang dikembangkan Lawble ini, membantu bisnis dan masyarakat untuk lebih dapat mengakses dan memahami seluruh peraturan yang ada dengan lebih mudah.
Menurut dia dengan kemudahan-kemudahan dalam mengakses peraturan dan perundangan diharapkan segera terciptanya regulatory inclusion di Indonesia. Senior research executive OJK Hendrikus Passagi menyambut baik hadirnya Lawble. Dia mengatakan, pemerintah, regulator, dan otoritas lainnya tentunya akan sangat mendukung apabila ada cara bagi teknologi bisa membantu seluruh bisnis dan anggota masyarakat untuk lebih mengakses dan memahami seluruh peraturan yang ada dengan lebih mudah.
"Jadi regulator tidak lagi terlalu disibukkan dengan terus menerus menjawab pertanyaan atas peraturan - peraturan yang sebenarnya sudah tersedia," ujar dia. Charya mengatakan, aplikasi Lawble akan diluncurkan secara resmi pada September 2017, saat ini perusahaan terus mensosialisasikan manfaat Regtech ke sejumlah pihak.
Dia menjelaskan, dilihat dari jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, kondisi geografis, dan penetrasi digital, Indonesia butuh dukungan teknologi untuk percepatan terciptanya regulatory inclusion. Sedangkan, Terrence Teong Chee Hooi, Executive Chairman Lawble, mengungkapkan Indonesia dengan lebih dari 40.000 produk hukum, dan populasi 280 juta, adalah tempat dimana Lawble bisa cepat bertumbuh. Bandingkan dengan Malaysia ataupun Singapura hanya ada sekitar 1.000-1.700 produk hukum. Menurut nya, dari aspek jumlah, Indonesia setara dengan Uni Eropa dimana terdapat sekitar 40.000 produk hukum.
"Lawble dapat membantu regulator dan pemerintah Indonesia untuk keluasan akses informasi hukum dalam menciptakan regulatory inclusion," kata dia. Muhammad Arief Wicaksono, CFO Lawble menjelaskan bahwa secara umum, monetizing untuk fitur-fitur dalam Lawble akan dibagi menjadi dua, yakni berbayar dengan skema subscriptions, dan yang tidak. Berapa besarannya akan ditentukan pada saat launching September mendatang. "Kami membuka seluasnya akses ke basis data produk hukum. Masyarakat umum dapat mengakses peraturan-peraturan yang tersedia di Lawble, supaya lebih tahu dan mengerti tentang hukum." ujarnya.
(dmd)