BSSN Dibentuk, Situs Pemerintah Diharapkan Aman dari Peretas
Minggu, 04 Juni 2017 - 21:01 WIB

BSSN Dibentuk, Situs Pemerintah Diharapkan Aman dari Peretas
A
A
A
JAKARTA - Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) telah dibentuk pemerintah melalui Pepres No 53 tahun 2017. BSSN yang sudah harus berjalan dalam empat bulan ke depan ini diharapkan dapat mengamankan situs pemerintah dari gangguan peretas.
Pakar keamanan siber Pratama Persadha mengemukakan BSSN sudah sepatutnya dibentuk, meski dibanding negara lain Indonesia termasuk sangat terlambat.
Menurutnya hikmah dari serangan wannacry membuat pemerintah mau tidak mau membentuk BSSN yang sebenarnya sudah digodok bertahun-tahun lalu.
“Kita apresiasi pembentukan BSSN. Selain karena serangan ransomware wannacry, saya yakin pemerintah berhitung dengan tren hacktivist saat ini. Beberapa kejadian di awal sampai pertengahan tahun membuktikan bahwa situs milik pemerintah sangat rentan menjadi sasaran para peretas yang ingin menyuarakan aspirasi politiknya,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (4/6/2017).
Pratama menjelaskan BSSN akan menjadi tumpuan utama pemerintah dalam menanggulangi serangan siber di Tanah Air yang terus meningkat. BSSN sendiri fokus pada identifikasi, deteksi, proteksi, penanggulangan, pemulihan, pemantauan, evaluasi, pengendalian proteksi ecommerce, persandian, penapisan, diplomasi siber, pusat manajemen krisis siber, pusat kontak siber, sentra informasi, dukungan mitigasi, pemulihan penanggulangan kerentanan, insiden dan/atau serangan siber, seperti disebut dalam Pepres.
“Melihat tugas dan fungsi BSSN, memang praktis semua urusan siber ada pada BSSN. Jelas dengan ini kita berharap lahir standar yang jelas model keamanan siber sepeti apa yang harus direalisasikan oleh instansi pemerintah dan sektor penting swasta. Jangan sampai terjadi lagi kejadian seperti situs Revolusi Mental yang langsung down diretas beberapa saat setelah di launching,” jelas chairman lembaga riset keamanan siber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) ini.
Pratama juga mengimbau agar masyarakat ikut melakukan pengawasan pada BSSN. Karena tugas dan fungsinya yang sangat krusial dalam menjaga kedaulatan bangsa, baiknya BSSN bebas dari kepentingan politik. Tidak menjadi tempat bagi-bagi kursi kekuasaan dan proyek.
“BSSN ini harus diisi SDM mumpuni. Kita tidak ragukan kemampuan SDM Lembaga Sandi Negara, Dirjen Aptika dan ID-SIRTII. Namun tidak kalah penting, para pimpinan BSSN nanti harus dipilih sesuai kompetensinya. Karena urusan keamanan siber ini berat dan memerlukan tanggungjawab 24 jam,” terang mantan Plt direktur pengamanan sinyal Lembaga Sandi Negara ini.
Pratama menambahkan, meskipun baru saja dibentuk, BSSN harus segera menentukan strategi-strategi akselerasi agar dengan cepat mampu memberikan dampak nyata ke dunia siber tanah air.
"Kita menyadari penggabungan Lembaga Sandi Negara, Ditjen Aptika Kominifo, dan ID-SIRTI ke BSSN tidak dapat secara instan dilakukan. Apalagi dengan birokrasi di Indonesia menuntut tata aturan yang begitu banyak," katanya.
Namun, lanjut dia, BSSN tidak boleh terjebak ke dalam fokus peralihan administratif tersebut, tetapi fokus terhadap akselerasi permasalahan-permasalahan dunia cyber yang saat ini berkembang.
“Saya pikir komunitas siber di Indonesia, baik itu yang ada di pemerintah, swasta, praktisi IT, akademisi, bahkan kelompok-kelompok underground hacker sendiri pun akan sangat terbuka jika diminta berkontribusi guna akselerasi keamanan dunia siber di Indonesia,” terang Pratama.
Pakar keamanan siber Pratama Persadha mengemukakan BSSN sudah sepatutnya dibentuk, meski dibanding negara lain Indonesia termasuk sangat terlambat.
Menurutnya hikmah dari serangan wannacry membuat pemerintah mau tidak mau membentuk BSSN yang sebenarnya sudah digodok bertahun-tahun lalu.
“Kita apresiasi pembentukan BSSN. Selain karena serangan ransomware wannacry, saya yakin pemerintah berhitung dengan tren hacktivist saat ini. Beberapa kejadian di awal sampai pertengahan tahun membuktikan bahwa situs milik pemerintah sangat rentan menjadi sasaran para peretas yang ingin menyuarakan aspirasi politiknya,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (4/6/2017).
Pratama menjelaskan BSSN akan menjadi tumpuan utama pemerintah dalam menanggulangi serangan siber di Tanah Air yang terus meningkat. BSSN sendiri fokus pada identifikasi, deteksi, proteksi, penanggulangan, pemulihan, pemantauan, evaluasi, pengendalian proteksi ecommerce, persandian, penapisan, diplomasi siber, pusat manajemen krisis siber, pusat kontak siber, sentra informasi, dukungan mitigasi, pemulihan penanggulangan kerentanan, insiden dan/atau serangan siber, seperti disebut dalam Pepres.
“Melihat tugas dan fungsi BSSN, memang praktis semua urusan siber ada pada BSSN. Jelas dengan ini kita berharap lahir standar yang jelas model keamanan siber sepeti apa yang harus direalisasikan oleh instansi pemerintah dan sektor penting swasta. Jangan sampai terjadi lagi kejadian seperti situs Revolusi Mental yang langsung down diretas beberapa saat setelah di launching,” jelas chairman lembaga riset keamanan siber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) ini.
Pratama juga mengimbau agar masyarakat ikut melakukan pengawasan pada BSSN. Karena tugas dan fungsinya yang sangat krusial dalam menjaga kedaulatan bangsa, baiknya BSSN bebas dari kepentingan politik. Tidak menjadi tempat bagi-bagi kursi kekuasaan dan proyek.
“BSSN ini harus diisi SDM mumpuni. Kita tidak ragukan kemampuan SDM Lembaga Sandi Negara, Dirjen Aptika dan ID-SIRTII. Namun tidak kalah penting, para pimpinan BSSN nanti harus dipilih sesuai kompetensinya. Karena urusan keamanan siber ini berat dan memerlukan tanggungjawab 24 jam,” terang mantan Plt direktur pengamanan sinyal Lembaga Sandi Negara ini.
Pratama menambahkan, meskipun baru saja dibentuk, BSSN harus segera menentukan strategi-strategi akselerasi agar dengan cepat mampu memberikan dampak nyata ke dunia siber tanah air.
"Kita menyadari penggabungan Lembaga Sandi Negara, Ditjen Aptika Kominifo, dan ID-SIRTI ke BSSN tidak dapat secara instan dilakukan. Apalagi dengan birokrasi di Indonesia menuntut tata aturan yang begitu banyak," katanya.
Namun, lanjut dia, BSSN tidak boleh terjebak ke dalam fokus peralihan administratif tersebut, tetapi fokus terhadap akselerasi permasalahan-permasalahan dunia cyber yang saat ini berkembang.
“Saya pikir komunitas siber di Indonesia, baik itu yang ada di pemerintah, swasta, praktisi IT, akademisi, bahkan kelompok-kelompok underground hacker sendiri pun akan sangat terbuka jika diminta berkontribusi guna akselerasi keamanan dunia siber di Indonesia,” terang Pratama.
(dmd)