China Wajibkan Pengguna Medsos Gunakan Nama Asli
A
A
A
BEIJING - Pemerintah China akhirnya menerapkan kebijakan baru yakni para pengguna akun media sosial baik Facebook, Twitter dan Instagram wajib menggunakan nama asli sesuai KTP.
Sejak November tahun lalu, yang melibatkan perusahaan teknologi untuk menyediakan data terkait pelanggan mereka yang tinggal di Tiongkok.
Kebijakan ini juga mewajibkan pengguna untuk menggunakan nama asli mereka di media sosial sesuai identitas resmi. Beberapa pihak menilai bahwa kebijakan ini tidak menguntungkan secara bisnis. Alasannya, melalui kebijakan ini, pemerintah Tiongkok memiliki akses langsung ke data pengguna.
Perusahaan-perusahaan teknologi ini diwajibkan menyimpan data di dalam wilayah Tiongkok. Di sisi lain, pemerintah Tiongkok menyatakan bahwa kebijakan ini mempunyai manfaat yang cukup vital.
Dikutip dari Tech Crunch, pemerintah Tiongkok berharap kebijakan ini agar identitas lebih transparan, dan bisa meningkatkan kesadaran warganya dalam menyaring konten sebelum menyebarkan lebih jauh. Sementara menurut media Tiongkok, kebijakan baru ini bisa meningkatkan ketahan terhadap aksi peretasan dan serangan siber.
Perusahaan asing mungkin akan berpikir lebih dari sekali jika mereka ingin menginjakkan kakinya di Tiongkok. Beberapa dari mereka memang belum tentu bisa memenuhi kebijakan tersebut, mengingat tugas mereka adalah menjaga kerahasiaan data pengguna. Data ini seharusnya tidak bisa diakses oleh siapapun, termasuk pemerintah setempat.
Pemerintah Tiongkok sendiri mungkin punya pertimbangan berikutnya. Sebagai salah satu negara penghasil software bajakan terbesar, Tiongkok juga merupakan salah satu negara yang terkena serangan WannaCry terbesar.
Sekitar 30 ribu institusi, termasuk universitas besar yang terkena searang siber ini. Kebijakan ini memungkinkan pemerintah Tiongkok memegang kontrol terhadap aset data yang super besar.
Sejak November tahun lalu, yang melibatkan perusahaan teknologi untuk menyediakan data terkait pelanggan mereka yang tinggal di Tiongkok.
Kebijakan ini juga mewajibkan pengguna untuk menggunakan nama asli mereka di media sosial sesuai identitas resmi. Beberapa pihak menilai bahwa kebijakan ini tidak menguntungkan secara bisnis. Alasannya, melalui kebijakan ini, pemerintah Tiongkok memiliki akses langsung ke data pengguna.
Perusahaan-perusahaan teknologi ini diwajibkan menyimpan data di dalam wilayah Tiongkok. Di sisi lain, pemerintah Tiongkok menyatakan bahwa kebijakan ini mempunyai manfaat yang cukup vital.
Dikutip dari Tech Crunch, pemerintah Tiongkok berharap kebijakan ini agar identitas lebih transparan, dan bisa meningkatkan kesadaran warganya dalam menyaring konten sebelum menyebarkan lebih jauh. Sementara menurut media Tiongkok, kebijakan baru ini bisa meningkatkan ketahan terhadap aksi peretasan dan serangan siber.
Perusahaan asing mungkin akan berpikir lebih dari sekali jika mereka ingin menginjakkan kakinya di Tiongkok. Beberapa dari mereka memang belum tentu bisa memenuhi kebijakan tersebut, mengingat tugas mereka adalah menjaga kerahasiaan data pengguna. Data ini seharusnya tidak bisa diakses oleh siapapun, termasuk pemerintah setempat.
Pemerintah Tiongkok sendiri mungkin punya pertimbangan berikutnya. Sebagai salah satu negara penghasil software bajakan terbesar, Tiongkok juga merupakan salah satu negara yang terkena serangan WannaCry terbesar.
Sekitar 30 ribu institusi, termasuk universitas besar yang terkena searang siber ini. Kebijakan ini memungkinkan pemerintah Tiongkok memegang kontrol terhadap aset data yang super besar.
(wbs)