Bidang IT Indonesia Masih Akan Hadapi Persoalan yang Sama
A
A
A
JAKARTA - Secara umum 2017 diprediksi masih akan menjadi tahun yang berat bagi bidang Information and Technology (IT) Indonesia. Pasalnya beberapa permasalahan yang terjadi di 2016 masih akan berlanjut ketahun berikutnya.
Hal ini sebenarnya tidak lepas dari tidak adanya titik temu terhadap beberapa permasalahan yang terjadi. Hal ini dikemukan oleh Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi yang melihat bidang IT secara luas masih akan menghadapi persoalan di 2016
"Persoalannya masih sama, misal di sektor internet, UU ITE baru No.19/2016 juga masih dipakai seperti saat UU IT NO.11/2008 untuk kasus pencemaran nama baik, bahkan sekarang tambah kacau dengan ditarik ke masalah makar," ujar Heru, Selasa (27/12/2016).
Selain itu, dirinya menambahkan, sektor telekomunikasi juga belum akan beranjak dari dominasi Telkomsel/Telkom. Hal ini akibat beberapa terobosan yang belum juga dikeluarkan.
Meski begitu beberapa sektor diprediksi akan kian melesat sepanjang 2017. Hanya saja diperlukan penanganan yang tepat agar tidak menjadikannya permasalahan baru.
"E-commerce akan semakin populer dan digunakan banyak orang. Namun 2017 akan menjadi pertaruhan apakah E-commerce kedepannya akan berdampak positif atau sebaliknya, tergantung upaya pemerintah mendorong sektor ini sebagai pilar ekonomi digital. Selain itu, fniancial technologies (fintech) juga akan semakin banyak hadir, dan ini diharapkan merupakan upaya untuk meningkatkan inklusi keuangan," paparnya.
Senada dengan apa yang dikemukan Heru, Chairman Mastel Insitute, Nonot Harsono melihat industri e-commerce akan semakin berkembang di 2017.
"Yang pasti e-commerce akan semakin ramai. Selain e-commerce konten juga akan semakin ramai," ungkap Nonot.
Meski begitu, untuk urusan konten, Nonot menilai perlu adanya pengawasan yang ketat dari pemerintah. Hal ini dimaskudkan agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar bagi para pemain asing.
"Konten saat ini masih di dominasi luar. Memang dengan adanya internet semuanya dapat masuk tapi yang harus diperhatikan adalah kepentingan negara. Kita harus waspadai pendapatan pajaknya," paparnya.
Sementara itu, aplikasi dinilai juga akan berkembang dengan mulai banyaknya developer yang menghadirkan aplikasi-aplikasi yang inovatif. "Untuk aplikasi mudah-mudahan kita bisa imbang dengan aplikasi luar. Tapi seharusnya dapat bekerjasama dengan para pelaku operator," ucapnya.
Masalah pajak memang mencuat di 2016, hal ini dipicu raksasa teknologi Google yang masih belum kooperatif masalah pembayaran pajak. Melihat hal ini Pakar Keamanan Cyber, Pratama Persadha mengemukakan perlunya layanan internet buatan lokal.
"Kita bisa meniru langkah China yang memblokir. Namun juga harus melihat, keberanian tersebut dilakukan karena China sudah menyiapkan layanan serupa seperti Weibo, QQ dan Baidu. Indonesia jelas bisa, apalagi dipantik dengan sentimen nasionalisme dan dukungan layanan yang ramah pemakai lokal, saya yakin berhasil,' terangnya.
Pratama berharap dengan kondisi masyarakat Indonesia banyak yang memakai layanan internet lokal, pemerintah bisa bertindak tegas terhadap pelanggaran pajak serupa Google saat ini.
Hal ini sebenarnya tidak lepas dari tidak adanya titik temu terhadap beberapa permasalahan yang terjadi. Hal ini dikemukan oleh Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi yang melihat bidang IT secara luas masih akan menghadapi persoalan di 2016
"Persoalannya masih sama, misal di sektor internet, UU ITE baru No.19/2016 juga masih dipakai seperti saat UU IT NO.11/2008 untuk kasus pencemaran nama baik, bahkan sekarang tambah kacau dengan ditarik ke masalah makar," ujar Heru, Selasa (27/12/2016).
Selain itu, dirinya menambahkan, sektor telekomunikasi juga belum akan beranjak dari dominasi Telkomsel/Telkom. Hal ini akibat beberapa terobosan yang belum juga dikeluarkan.
Meski begitu beberapa sektor diprediksi akan kian melesat sepanjang 2017. Hanya saja diperlukan penanganan yang tepat agar tidak menjadikannya permasalahan baru.
"E-commerce akan semakin populer dan digunakan banyak orang. Namun 2017 akan menjadi pertaruhan apakah E-commerce kedepannya akan berdampak positif atau sebaliknya, tergantung upaya pemerintah mendorong sektor ini sebagai pilar ekonomi digital. Selain itu, fniancial technologies (fintech) juga akan semakin banyak hadir, dan ini diharapkan merupakan upaya untuk meningkatkan inklusi keuangan," paparnya.
Senada dengan apa yang dikemukan Heru, Chairman Mastel Insitute, Nonot Harsono melihat industri e-commerce akan semakin berkembang di 2017.
"Yang pasti e-commerce akan semakin ramai. Selain e-commerce konten juga akan semakin ramai," ungkap Nonot.
Meski begitu, untuk urusan konten, Nonot menilai perlu adanya pengawasan yang ketat dari pemerintah. Hal ini dimaskudkan agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar bagi para pemain asing.
"Konten saat ini masih di dominasi luar. Memang dengan adanya internet semuanya dapat masuk tapi yang harus diperhatikan adalah kepentingan negara. Kita harus waspadai pendapatan pajaknya," paparnya.
Sementara itu, aplikasi dinilai juga akan berkembang dengan mulai banyaknya developer yang menghadirkan aplikasi-aplikasi yang inovatif. "Untuk aplikasi mudah-mudahan kita bisa imbang dengan aplikasi luar. Tapi seharusnya dapat bekerjasama dengan para pelaku operator," ucapnya.
Masalah pajak memang mencuat di 2016, hal ini dipicu raksasa teknologi Google yang masih belum kooperatif masalah pembayaran pajak. Melihat hal ini Pakar Keamanan Cyber, Pratama Persadha mengemukakan perlunya layanan internet buatan lokal.
"Kita bisa meniru langkah China yang memblokir. Namun juga harus melihat, keberanian tersebut dilakukan karena China sudah menyiapkan layanan serupa seperti Weibo, QQ dan Baidu. Indonesia jelas bisa, apalagi dipantik dengan sentimen nasionalisme dan dukungan layanan yang ramah pemakai lokal, saya yakin berhasil,' terangnya.
Pratama berharap dengan kondisi masyarakat Indonesia banyak yang memakai layanan internet lokal, pemerintah bisa bertindak tegas terhadap pelanggaran pajak serupa Google saat ini.
(wbs)