Perubahan Radio, dari Frekuensi ke Internet Tak Perlu Ditakutkan
A
A
A
JAKARTA - Perkembangan gaya hidup masyarakat yang serba digital, mengharuskan siaran radio berubah dari frekuensi ke internet. Perubahan media siaran radio dianggap perlu karena melihat perubahan perilaku masyarakat yang selalu menggunakan ponsel pintar, instan, cepat, dan selalu terhubung dengan internet.
Dalam dialog iNews TV, dengan tema Radio Internet di Indonesia Broadcasting Expo (IBX) 2016, dikemukakan semakin banyak pendengar yang mendengarkan siaran radio melalui website maupun aplikasi ketimbang siaran radio berbasis frekuensi. Data ini bisa dilihat berdasarkan jumlah pengunjung website radio berbasis internet dan unduhan aplikasi.
Menghadapi perkembangan radio internet yang mulai menggerus media konvesional, CEO PT. Mahaka Media, Adrian Syarkawi mengungkapkan tidak ada yang perlu ditakutkan dan merasa terancam. Baginya, sebagai media memang harus siap pada perubahan dan mau tidak mau harus mengikuti jika tidak ingin ditinggalkan.
Justru, hadirnya radio internet memberikan kesempatan agar bisa menggaet komunitas pendengar yang lebih besar. Dengan kata lain, ada komunitas tertentu yang bisa digapai melalui radio konvensional, tapi untuk komunitas di generasi digital bisa dicapai lewat radio internet. Sehingga, semua komunitas pendengar bisa mendengarkan program radio yang ditawarkan.
Sehingga, harusnya radio internet bisa dimanfaatkan siapapun yang ingin membentuk komunitas, termasuk pemerintah. Saat ini diketahui, lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menggunakan radio internet guna menyampaikan dialog anti korupsi pada masyarakat.
Pertimbangan lainnya, membangun radio internet lebih mudah ketimbang radio konvesional. Dimana, tidak lagi peru mengurus perijinan dan terbatasnya frekuensi radio. Seperti yang diungkapkan Daniel hartono Founder selaku CEO dreamers.id, kenapa tidak menggunakan kemajuan teknologi dan internet untuk lebih maju.
Sebab, harus diakui adanya radio internet merupakan jalan keluar ketika ia ingin mendirikan radio tapi frekuensi sudah habis. Apalagi, kontennya seperti program, penyiar dan playlist sama persis dengan radio konvensional. Sehingga, tidak ada yang berbeda dari radio konvesional dengan radio internet, baik itu manajemen dan SDM, selain tidak menggunakan frekuensi.
Pendengar tetap bisa mendengarkan program yang disiarkan tiap jamnya layaknya radio konvensional. Berbeda dengan radio internet berbasis aplikasi seperti spotify yang hanya memutarkan music. Bahkan, diawal kemunculan radio internet, banyak komunitas yang ikut memanfaatkan media baru ini. Tapi sayangnya, mereka hanya fokus pada apa yang disukai sehingga mati perlahan.
Misalnya, komunitas rock hanya memutarkan music rock tiap saat. Padahal, tidak semua orang yang mendengarkan selalu suka dengan music rock.
Wakil Pimpinan Redaksi iNews TV, Latief Siregar, selaku moderator menyatakan radio konvesional yang masih berpegang pada frekuensi harusnya mulai mengantisipasi perubahan keinginan pendengarnya. “Kalau tetap mempertahankan dengan model lama, dan tidak mendengarkan komunitasnya maka akan tenggelam. Radio internet ini adalah masa depan,” ungkap Latief di IBX.
Dalam dialog iNews TV, dengan tema Radio Internet di Indonesia Broadcasting Expo (IBX) 2016, dikemukakan semakin banyak pendengar yang mendengarkan siaran radio melalui website maupun aplikasi ketimbang siaran radio berbasis frekuensi. Data ini bisa dilihat berdasarkan jumlah pengunjung website radio berbasis internet dan unduhan aplikasi.
Menghadapi perkembangan radio internet yang mulai menggerus media konvesional, CEO PT. Mahaka Media, Adrian Syarkawi mengungkapkan tidak ada yang perlu ditakutkan dan merasa terancam. Baginya, sebagai media memang harus siap pada perubahan dan mau tidak mau harus mengikuti jika tidak ingin ditinggalkan.
Justru, hadirnya radio internet memberikan kesempatan agar bisa menggaet komunitas pendengar yang lebih besar. Dengan kata lain, ada komunitas tertentu yang bisa digapai melalui radio konvensional, tapi untuk komunitas di generasi digital bisa dicapai lewat radio internet. Sehingga, semua komunitas pendengar bisa mendengarkan program radio yang ditawarkan.
Sehingga, harusnya radio internet bisa dimanfaatkan siapapun yang ingin membentuk komunitas, termasuk pemerintah. Saat ini diketahui, lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menggunakan radio internet guna menyampaikan dialog anti korupsi pada masyarakat.
Pertimbangan lainnya, membangun radio internet lebih mudah ketimbang radio konvesional. Dimana, tidak lagi peru mengurus perijinan dan terbatasnya frekuensi radio. Seperti yang diungkapkan Daniel hartono Founder selaku CEO dreamers.id, kenapa tidak menggunakan kemajuan teknologi dan internet untuk lebih maju.
Sebab, harus diakui adanya radio internet merupakan jalan keluar ketika ia ingin mendirikan radio tapi frekuensi sudah habis. Apalagi, kontennya seperti program, penyiar dan playlist sama persis dengan radio konvensional. Sehingga, tidak ada yang berbeda dari radio konvesional dengan radio internet, baik itu manajemen dan SDM, selain tidak menggunakan frekuensi.
Pendengar tetap bisa mendengarkan program yang disiarkan tiap jamnya layaknya radio konvensional. Berbeda dengan radio internet berbasis aplikasi seperti spotify yang hanya memutarkan music. Bahkan, diawal kemunculan radio internet, banyak komunitas yang ikut memanfaatkan media baru ini. Tapi sayangnya, mereka hanya fokus pada apa yang disukai sehingga mati perlahan.
Misalnya, komunitas rock hanya memutarkan music rock tiap saat. Padahal, tidak semua orang yang mendengarkan selalu suka dengan music rock.
Wakil Pimpinan Redaksi iNews TV, Latief Siregar, selaku moderator menyatakan radio konvesional yang masih berpegang pada frekuensi harusnya mulai mengantisipasi perubahan keinginan pendengarnya. “Kalau tetap mempertahankan dengan model lama, dan tidak mendengarkan komunitasnya maka akan tenggelam. Radio internet ini adalah masa depan,” ungkap Latief di IBX.
(dol)