Fitra: Aturan Tarif Interkoneksi Baru Dinilai Terburu-buru
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang memberlakukan tarif interkoneksi baru hingga kini masih menjadi pro dan kontra. Sejumlah pihak menilai keputusan tersebut terlalu terburu-buru.
Hal ini memaksa Kemenkominfo menunda kebijakan ini. Untuk sementara operator dibebaskan menggunakan acuan tarif lama atau yang baru.
Manager Advokasi dan Investigasi Fitra, Apung Widadi mengatakan ada Kejanggalan pada perubahan Kebijakan yang tidak selevel dengan peraturan menteri. Di mana peraturan disampaikan melalui surat edaran.
"Hari ini kami melaporkan adanya dugaan potensi kerugian negara terkait Peraturan Menteri No 8 tahun 2006 tentang Biaya Interkoneksi yang akan diubah oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan kebijakan baru per 1 September 2016," ujar Apung di Gedung Ombusmand, Jakarta, Senin (5/7/2016).
Menurut Apung, perubahan Kebijakan tersebut tidak selevel dengan peraturan menteri, yang hanya berupa surat edaran No.1153/M.Kominfo/PI.0204/08/2016
Selain itu, prosesnya dinilai terburu-buru mengubah biaya interkoneksi dan surat edaran ditandatangani oleh Plt Direktur Jenderal Penyelenggara Pos dan Informatika (Dirjen PPI) Kemenkominfo.
“Di samping prosesnya yang terkesan terburu-buru, surat tersebut ditandatangani oleh plt. Seharusnya, tidak layak seorang Plt Dirjen menandatanganinya,” kata Apung, menegaskan.
Dia memandang isi surat tersebut terindikasi melanggar peraturan pemerintah Nomor 52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. Khususnya menyangkut penetapan tarif interkoneksi yang seharusnya didasarkan pada Pasal 22 dan 23 PP tersebut.
Untuk itu, Fitra meminta kepada Ombusmand agar ikut terlibat dalam membatalkan kebijakan yang akan berpotensi pada kerugian negara.
Patut diketahui, jika mengacu pada peraturan lama operator kembali pada tarif interkoneksi Rp250 per menit panggilan telepon. Sementara aturan baru, merujuk pada Surat Edaran (SE) No. 1153/M.Kominfo/PI.0204/08/2016, tarif adalah Rp204 per menit panggilan telepon.
Hal ini memaksa Kemenkominfo menunda kebijakan ini. Untuk sementara operator dibebaskan menggunakan acuan tarif lama atau yang baru.
Manager Advokasi dan Investigasi Fitra, Apung Widadi mengatakan ada Kejanggalan pada perubahan Kebijakan yang tidak selevel dengan peraturan menteri. Di mana peraturan disampaikan melalui surat edaran.
"Hari ini kami melaporkan adanya dugaan potensi kerugian negara terkait Peraturan Menteri No 8 tahun 2006 tentang Biaya Interkoneksi yang akan diubah oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan kebijakan baru per 1 September 2016," ujar Apung di Gedung Ombusmand, Jakarta, Senin (5/7/2016).
Menurut Apung, perubahan Kebijakan tersebut tidak selevel dengan peraturan menteri, yang hanya berupa surat edaran No.1153/M.Kominfo/PI.0204/08/2016
Selain itu, prosesnya dinilai terburu-buru mengubah biaya interkoneksi dan surat edaran ditandatangani oleh Plt Direktur Jenderal Penyelenggara Pos dan Informatika (Dirjen PPI) Kemenkominfo.
“Di samping prosesnya yang terkesan terburu-buru, surat tersebut ditandatangani oleh plt. Seharusnya, tidak layak seorang Plt Dirjen menandatanganinya,” kata Apung, menegaskan.
Dia memandang isi surat tersebut terindikasi melanggar peraturan pemerintah Nomor 52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. Khususnya menyangkut penetapan tarif interkoneksi yang seharusnya didasarkan pada Pasal 22 dan 23 PP tersebut.
Untuk itu, Fitra meminta kepada Ombusmand agar ikut terlibat dalam membatalkan kebijakan yang akan berpotensi pada kerugian negara.
Patut diketahui, jika mengacu pada peraturan lama operator kembali pada tarif interkoneksi Rp250 per menit panggilan telepon. Sementara aturan baru, merujuk pada Surat Edaran (SE) No. 1153/M.Kominfo/PI.0204/08/2016, tarif adalah Rp204 per menit panggilan telepon.
(dmd)